Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anqiyaa Ahnaf

Untuk Ummu Umair

Kisah | 2025-06-10 20:05:32

Kisah kali ini bukan tentangku juga, melainkan tentang sesosok wanita hebat yang baru saja dipanggil untuk kembali ke haribaan ilahi. Namanya Ummu Umair, nama aslinya jauh berbeda dari nama panggilannya. Seorang wanita yang membersamai perkembangan kampusku, dari awal dibangunnya bagian keputrian hingga saat ini.

Kali itu, ketika bagian keputrian kampus mulai dibentuk, hanya ada tiga tenaga pengajar yang semunya berasal dari almamater yang sama. Salah satunya adalah Ustadzah Ummu Umair yang datang dari ibukota Indonesia.

Sosoknya yang keibuan membuatnya dekat dengan semua pihak, baik itu para murid, para tenaga pengajar yang notabene pernah menjadi muridnya juga, bahkan hingga jajaran ibu dapur dan karyawati lainnya pun dekat dengannya.

Tahun demi tahun berjalan, dan Ustadzah Ummu Umair berperan besar dalam hari-hari di kampus ini. Terkadang memegang tampuk perizinan bagi para pelajar, terkadang mengajar di beberapa kelas, atau sekadar jus buah yang didinginkan untuk membantu kami menanggulangi cuaca panas di Sukabumi.

Purnama berganti menjadi sabit, lalu menjadi purnama kembali. Tahun berganti, corona datang lalu pergi. Ustadzah Ummu Umair masih sama kuatnya, masih berada di kampus kami yang katanya surga sebelum surga. Tetapi umur bertambah, bukan sekadar angka di atas kertas, tetapi perubahan dalam tubuh.

Kabar pun terbetik. Ustadzah Ummu Umair diuji dengan sebuah penyakit yang tidak bisa dianggap remeh. Kanker. Bukan hanya sekadar demam berdarah atau tipes. Ini sesuatu yang tidak bisa disikapi hanya dengan senyum dan doa.

Kehidupannya terpaksa berubah. Bahkan hingga kegiatan mengajar pun terpaksa dihentikan, agar ia tidak terlalu sibuk menyiapkan pelajaran, karena pengobatan harus rutin dijalankan. Kemoterapi, obat-obatan, dan hal lain yang tidak semua orang mengerti.

Allah berkata lain, meskipun dengan semua usaha itu, dan meski bagian tubuhnya sudah diamputasi, ternyata penyakit itu belum selesai. Bahkan bertambah buruk. Di hari-hari takbiran haji kemarin, ia justru menghabiskan waktunya di rumah sakit. Berbagai selang terjalin di antara tubuhnya. Untuk pernafasan, untuk gizi, bahkan untuk makanan pun harus lewat selang.

Ketika beberapa perwakilan murid menjenguknya, ia berusaha tersenyum menyambut, tapi lama kelamaan, perkataannya makin jauh dari maksud. Ditanya A menjawab B. Berbagai prasangka menyelusup ke hati, ada perasaan yang mau tidak mau muncul, bahwa mungkin tiba saatnya mengikhlaskan.

Doa sudah dilambungkan. Sedekah sudah dialurkan, semoga dengannya kesembuhan mau menyapa. Tetapi takdir tidak selalu sesuai dengan maunya manusia, karena penulis takdir tahu apa yang terbaik bagi manusia. Kita boleh berharap, tapi Allah lebih tahu.

Sore ini, kabar itu tiba, bahwa Ustadzah Ummu Umair akhirnya beristirahat dari dunia. Beristirahat dari sakitnya penyakit kanker yang menderanya di tahun-tahun ini. Beristirahat dari perihnya kemoterapi. Beristirahat dari dunia yang melelahkan.

Jenazahnya dibawa ke masjid kampus, seribu orang menyolatkannya lepas shalat maghrib, seorang dosen asal Mesir menjadi imam, dengan sengaja melambatkan momen setelah takbir ketiga, mengkhususkan waktu berdoa untuk UstadzahUmmu Umair.

Salat itu selesai. Jenazahnya kembali pergi, melaju dengan ambulans menuju Jakarta, tempat di mana jasadnya akan dikuburkan di liang lahat. Karena tanah akan kembali ke tanah.

Rahimakillah, Ustadzah Ummu Umair. Semua dedikasimu sebagai guru akan menemanimu di liang kubur, maafkan kami para muridmu atas segala kesalahan kami. Mungkin sebuah perbuatan pernah menyakiti hatimu, atau sebuah perkataan menyayat kalbu, dan kami tidak sadar.

Rahimakillah, Ustadzah Ummu Umair. Semua orang di sini akan mengenangmu sebagai sosok yang baik dan menyenangkan.

sumber: Unsplash
sumber: Unsplash

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image