Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image ANDI PERDANA

Kurban: Menyucikan Jiwa, Menguatkan Solidaritas, dan Meneguhkan Jalan Syariat

Agama | 2025-06-04 18:47:39

Idul Adha adalah momen istimewa dalam kalender Islam. Ia bukan sekadar hari raya, tetapi momen perenungan dan pembelajaran spiritual yang mendalam. Ibadah kurban yang kita lakukan pada hari itu menyimpan pesan moral, spiritual, dan sosial yang sangat kuat: tentang ketakwaan, pengorbanan, dan solidaritas terhadap sesama. Lebih dari sekadar menyembelih hewan, kurban sejatinya adalah upaya menyembelih sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam Madarijus Salikin menegaskan bahwa nafsu yang tak terkendali menjadikan manusia setara dengan binatang. Ibadah kurban datang sebagai momen penyucian jiwa. Ketika kita menyembelih hewan kurban, kita hakikatnya sedang menyembelih keserakahan, egoisme, kedengkian, dan ketidakpedulian terhadap sesama.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menegaskan:

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang sampai kepada-Nya.” (QS al-Hajj [22]: 37)

Ayat ini menjelaskan bahwa kurban bukan sekadar ritual simbolik. Ia harus dilandasi niat yang tulus dan semangat pengabdian kepada Allah SWT. Kurban bukan sekadar tentang daging, melainkan tentang ketakwaan yang tumbuh dari pengorbanan.

Dalam bahasa Arab, kurban berasal dari akar kata qaruba yaqrubu qurbanan yang berarti mendekat. Maka kurban adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT sekaligus mempererat hubungan antar sesama manusia. Melalui kurban, kita diajak untuk peduli kepada kaum lemah, berbagi rezeki dengan fakir miskin, dan mengikis jurang ketimpangan sosial.

Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddin menyebutkan bahwa dalam hati manusia terdapat sifat hewan. Sifat hewani seperti rakus, pemarah, tidak tahu malu, serta menuruti syahwat harus dibunuh melalui latihan spiritual. Jika dibiarkan, sifat-sifat ini akan menjerumuskan manusia pada perilaku zalim korupsi, manipulasi, ketidakadilan, dan kezaliman terhadap rakyat.

Fenomena sosial kita hari ini memperlihatkan masih kuatnya dominasi sifat-sifat kebinatangan dalam berbagai lini kehidupan. Korupsi, kolusi, dan penindasan atas nama kekuasaan adalah wujud dari nafsu yang tidak tersembelih. Oleh karena itu, kurban harus dihidupkan kembali sebagai media pendidikan akhlak dan pembinaan karakter.

Untuk itu, bagi segenap umat Islam, khususnya mereka yang Allah beri kelapangan rezeki, untuk tidak ragu dan menunda berkurban. Jangan tunggu kaya. Jangan menunggu waktu yang sempurna. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak ada amalan yang paling dicintai Allah pada hari-hari tasyriq selain dari mengalirkan darah (hewan kurban).” (HR. Tirmidzi)

Lebih dari itu, kurban seharusnya menjadi langkah awal untuk kembali kepada syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Jangan kita jadikan Islam sebatas seremonial ibadah atau identitas formal. Islam adalah jalan hidup yang menyentuh seluruh aspek spiritual, sosial, ekonomi, hukum, hingga politik.

Semangat pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS adalah keteladanan agung tentang tunduk sepenuhnya kepada kehendak Allah. Ketika diperintahkan untuk menyembelih putra semata wayangnya, Nabi Ibrahim tidak ragu. Ia menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Ketundukan total inilah yang disebut sebagai pengamalan Islam kaffah tidak sepotong-sepotong, tidak parsial.

Kini, umat Islam harus meneladani pengorbanan ini dalam konteks zaman modern. Kita perlu menyembelih ego sektoral, membunuh semangat individualisme, dan menanggalkan keengganan untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sudah saatnya umat Islam tidak hanya memelihara ritual, tapi juga menegakkan nilai keadilan, kejujuran, solidaritas, dan keberpihakan kepada yang lemah.

Kita tidak cukup hanya menjadi Muslim dalam ibadah, tapi juga dalam etika, kerja, keluarga, masyarakat, hingga dalam sistem hukum, politik, pemerintahan. Mari jadikan momen Idul Adha ini sebagai awal untuk kembali kepada Islam secara kaffah (menyeluruh). Islam yang menyelamatkan dan menebarkan rahmat untuk semua.

Dengan berkurban dan kembali kepada syariat Islam, kita sedang membangun fondasi masyarakat yang adil, harmonis, dan penuh kasih sayang. Jika setiap individu mampu mengendalikan nafsunya, menyucikan jiwanya, dan berbagi kepada sesama, maka rumah tangga akan damai, masyarakat tenteram, dan negara menjadi kuat.

Akhirnya, marilah kita jadikan Idul Adha tahun ini sebagai titik balik perubahan. Jangan biarkan momen kurban berlalu tanpa makna. Jadikan kurban bukan hanya ibadah fisik, tetapi juga manifestasi komitmen spiritual dan sosial kita sebagai Muslim yang kaffah.

Semoga Allah SWT menerima ibadah kita, menyucikan hati kita, dan menjadikan kita insan yang lebih bertakwa serta peduli terhadap sesama.

*)Mahasiswa IPB

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image