Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dr. Abu Fayadh Muhammad Faisal, M.Pd

Kisah ISLAM: Julaibib Lelaki Langit

Info Terkini | 2022-02-27 11:35:31
Kisah Sahabat Rasululloh Muhammad ﷺ

*Materi PHBI/PANITIA HARI BESAR ISLAM* Peringatan *Isro' Miroj'* Khusus Akhwat/Muslimah

Di *Musholah Al Barkah* Jln. Gelora, Kp. Pintu, Babelan Kota, Kab. Bekasi, Jawa Barat

Pada, Ahad, 27 Februari 2022 M

*Kisah ISLAM: Julaibib Lelaki Langit*

“Tetapi aku kehilangan Julaibib.” Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wa sallam

Julaibib, begitulah ia dikenal. Kata ini sendiri mungkin sudah menunjukkan ciri fisiknya, kerdil. Nama ini, tentu bukan ia sendiri yang menghendaki, atau mungkin tidak pula kedua orangtuanya karena ia pun tidak tahu siapa ayah dan bundanya. Demikian pula, orang-orang disekitarnya, semuanya tidak tahu atau tak mau tentangnya. Tak dikenal jua, dari suku manakah ia. Celakanya lagi, bagi masyarakat Yatsrib, tak bernasab dan tak bersuku adalah cacat sosial yang tak terampunkan.

Tampilan fisik dan kesehariannya juga menggenapkan sulitnya manusia berdekat-dekat dengannya. Wajahnya yang jelek terkesan sangar. Pendek. Bungkuk. Hitam. Fakir. Kainnya using. Pakaiannya lusuh. Kakinya pecah-pecah tak beralas. Tak ada rumah untuk berteduh. Tidur sembarangan berbantalkan tangan dan berkasurkan pasir dan kerikil. Tak ada perabotan. Minum hanya dari kolam umum yang diciduk dengan tangkupan telapan. Abu Barzah, seorang pemimpin Bani Aslam, sampai-sampai berkata tentang Julaibib, “Jangan pernah biarkan Julaibib masuk di antara kalian! Demi Alloh jika dia berani begitu, aku akan melakukan hal yang mengerikan kepadanya!”

Demikianlah Julaibib.

Namun jika Alloh berkehendak menurunkan rahmat-Nya, tak satu pun makhluk bisa menghalangi. Julaibib menerima hidayah, dan dia selalu berada di shaff terdepan dalam shalat dan jihad. Meski hampir semua orang tetap memperlakukannya seolah ia tiada, tidak begitu dengan Rasul mulia, sang rahmat bagi semesta alam. Julaibib yang tinggal di shuffah Masjid Nabawi, suatu hari ditegur oleh Nabi, “Julaibib”begitu lembut beliau memanggil, “Tidakkah engkau menikah?”

Julaibib menjawab dengan tetap tersenyum, “Siapakah orangnya ya Rasulallah, yang menikahkan putrinya dengan diriku ini?” karena ia menyadari dirinya; miskin papa dan tidak berkeluarga, berfisik cacat pula. Seolah, tiada seorang pun yang memperhatikannya, ada dan tiadanya adalah sama. Namun, ia tidak menyesali diri dan menyalahkan takdir ilahi, pada muka maupun kata-katanya. Rasululloh juga tersenyum. Mungkin memang tidak ada orang tua yang berkenan pada Julaibib. Tapi pada hari berikutnya, ketika bertemu dengan Julaibib, beliau menanyakan hal yang sama, “Julaibib, tidakkah engkau menikah?” Dan Julaibib menjawab dengan jawaban yang sama pula. Begitu, begitu, begitu. Tiga kali. Tiga hari berturut-turut.

Dan di hari ketiga itulah, Nabi menggamit lengan Julaibin dan membawanya ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar sebagaimana tersebut dalam riwayat Abu Barzah al Aslami. “Aku ingin” kata Rasululloh kepada si empunya rumah, “melamar puteri kalian.”

“Betapa indahnya dan betapa barakahnya.” Begitu si wali menjawab berseri-seri, mengira bahwa sang Nabi lah calon menantunya. “Ya Rasululloh ﷺ, sungguh akan menjadi cahaya yang menyingkirkan temaram dari rumah kami.”

“Tapi aku melamar bukan untukku sendiri.”kata Rasululloh ﷺ, “Kupinang putri kalian untu Julaibib?”

“Apa? Julaibib?”, nyaris ayah sang gadis terpekik. Berkelebat bayangan Julaibib dengan detailnya, dan ia terkaget.

“Ya. Untuk Julaibib.”

“Ya Rasululloh.” Terdengar helaan nafas berat, “Saya harus meminta pertimbangan istri saya tentang hal ini.”

“Dengan Julaibib?” seru istrinya dari dalam rumah, “Bagaimana bisa? Julabib yang berwajah lecak, tak bernasab, tak berkabilah, tak berpangkat dan tak berharta?” Tak puas, ia melanjutkan kata-kata yang menjadi bukti betapa ia berat hati melepas putrinya untuk dinikahkan dengan Julaibib, “Demi Alloh tidak. Tidak akan pernah puteri kita menikah dengan Julaibib.”

Perdebatan itu tidak berlangsung lama karena sang puteri dari balik tirai berkata anggun, “Siapakah yang meminta wahai ayah dan ibu?”

Keduanya pun menjelaskan.

“Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasululloh ﷺ? Demi Alloh, kirim aku kepadanya. Dan demi Allah, karena Rasululloh lah yang meminta, maka tiada akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku.” Sang gadis shalihah itu lalu membaca firman Alloh,

“Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Alloh dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Alloh dan Rasul-Nya maka sungguh ia telah tersesat dalam kesesatan yang nyata”. (al Ahzab : 36).

Beliau pun menikahkannya dengan Julaibib.

Ishaq bin Abdillah bin Abi Thalhah berkata kepada Tsabit, “Tahukah kamu, apa doa Rasululloh untuk wanita itu?”

Ia berkata, “Apa gerangan doa Nabi untuknya?”

Beliau mengucapkan doa, “Ya Alloh, limpahkan kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Jangalah kau biarkan hidupnya payah dan bermasalah”.

Benarlah doa Nabi Muhammad ﷺ. Namun, kebersamaan keduanya ditakdirkan terlalu lama. Meski di dunia sang istri shalihah dan bertakwa, tapi bidadari telah terlampau lama merindukannya. Julaibib lebih dihajatkan langit meski tercibir di bumi. Ia lebih pantas menghuni jannah daripada dunia yang bersikap tidak terlalu bersahabat kepadanya.

Saat ia syahid, Nabi begitu kehilangan. Kehilangan. Sangat kehilangan. Tapi ia akan mengajarkan sesuatu kepada para shahabatnya. Maka ia bertanya-tanya di akhir pertempuran, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”

Para shahabat menjawab, “Fulan, fulan dan fulan.”

Beliau bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”

Shahabat kembali menjawab, “Ya. Fulan, fulan dan fulan.”

Lagi-lagi beliau bertanya, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”

Dan selalunya shahabat menjawab, “Ya. Fulan, fulan dan fulan.”

Kemudian Nabi Muhammad ﷺ bersabda dengan menghela nafasnya, “Tetapi aku kehilangan Julaibib. Carilah dia!”

Akhirnya, mereka berhasil menemukannya, Julaibib yang mulia. Terbunuh dengan luka-luka, semua dari arah muka. Di seputaran menjelejah tujuh jasad musuh yang telah ia bunuh terlebih dahulu. Beliau bersabda, “Ia telah membunuh tujuh orang sebelum akhirnya mereka membunuhnya.” Nabi Muhammad, dengan tangannya sendiri mengafaninya. Beliau menshalatkannya secara pribadi. Dan kalimat beliau untuk Julaibib yang akan membuat iri semua makhluk hingga hari berbangkit adalah, “Ya Alloh, dia adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dirinya”.

Alangkah indahnya. Tidak dikenal manusia tapi dikenal Rabbnya manusia.

*Ibroh/Pelajaran* : biarlah Kita dibenci bahkan dihina oleh Manusia di Dunia ini tapi jangan sampai Kita dibenci dan dihinakan oleh ALLOH ﷻ RABB semesta alam..., ALLOH ﷻ Berfirman: “Dan barang siapa yang dihinakan Alloh, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Alloh berbuat apa yang Dia kehendaki”. (QS. al-Hajj 18).

Semoga Bermanfaat Barokallohu' fiikum.

*Maraji'/Reference :* Jalan cinta para pejuang oleh: Salim A. Fillah dan Bertaqwa tapi tak dikenal oleh: Sa’id Abdul ‘Azhim.

Disampaikan Oleh:

*Abu Fayadh Muhammad Faisal Al Jawy al-Bantani, S.Pd, M.Pd, I, M.MPd*

(Aktivis Pendidikan dan Kemanusiaan, Praktisi dan Pengamat PAUDNI/Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal dan Informal, Aktivis Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat)

*Jika Bermanfaat Info ini Seluas-seluasnya silahkan di Share, Syukron*

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image