Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ariska Avrillyani

Redflah Menjadi Petaka di Sebuah Hubungan dalam Novel Student Hidjo

Sastra | 2025-05-20 04:15:04
Novel Student Hidjo (Sumber: Pribadi)

Novel “Student Hidjo” karya Mas Marco Kartodikromo ditulis pada tahun 1918 sebagai wujud perlawanan melalui pentingnya sekolah dan mengejar pendidikan. Bacaan liar ini mengisahkan “Hidjo” tokoh utama—seorang bumi putera—yang sempat menempuh pendidikan di Hogere Burger School (HBS). Raden Potronojo selaku ayah Hidjo menuntut anaknya untuk mengejar pendidikan insinyur ke Belanda. Namun, hal ini memberatkan ibunda Hidjo dan tunangannya. Hidjo dan Raden Ajeng Biroe terpaksa harus melalui tahap Long Distance Relationship, yang di mana menjadi sumbu permasalahan dalam novel ini.

“Di Negeri Belanda yang paling membahayakan bagi anak-anak muda adalah masalah perempuan” (hlm. 13-14)Dibandingkan perjuangan tokoh utama dalam mengejar pendidikan secara eksplisit, sebab munculnya kata “student” dalam judul, novel ini justru menggeluti Hidjo melawan tipu daya perempuan yang membuat dirinya dicap “red flag”. Hidjo yang menyerap budaya Barat dalam pergaulan menjadi tak ada batasan dalam berinteraksi, menentang budaya masyarakat Jawa yang menjujung tinggi kesopanan. Budaya Barat yang tidak membatasi jarak antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana yang dituliskan dalam Novel Hidjo:“Kalau mengikuti adat Eropa, jika ada seorang lelaki bersama-sama dua orang perempuan, yang lelaki mesti berjalan di tengah dan kanan kirinya diapit perempuan” (hlm. 27)

Ketika di Belanda, Hidjo tinggal di rumah saudara gurunya yang memiliki dua anak gadis berumur 16 dan 17 tahun. Salah satu nama gadis tersebut adalah Betje, perempuan itu jatuh cinta terhadap Hidjo, begitupun sebaliknya. Menurut kamus anak zaman sekarang perkara bermain belakang dengan perempuan lain inilah membuat Hidjo dilabeli “red Flag”. Red Flag dilambangkan dengan bendera merah, menimbulkan efek bahaya yang digandrungi dalam masalah hubungan. Orang-orang dengan tanda merah ini tidak menghargai batasan kepada lawan jenis dan membuat pasangannya menjadi tak dihargai. Ciri-ciri ini dijelaskan secara gamblang pada sosok Hidjo.

Awal mula lunturnya kesopanan pada tokoh Hidjo diceritakan pada keberangkatannya ke Belanda menggunakan kapal, laki-laki itu bertemu perempuan yang terus menggodanya, semakin tergoda, Hidjo semakin terbawa arus.“Gadis-gadis yang saban hari bergaul dengan Hidjo, semakin bertambah berani menggodanya. Begitu juga Hidjo, bertambah hilang kesopanannya, lantaran gadis-gadis Belanda yang tidak begitu memedulikan adat kesopanan itu.” (hlm. 49)

Bentuk boundaries Hidjo telah lenyap adalah bentuk tidak menghargai tunangannya, yaitu Raden Ajeng Biroe. Ketakukan sepasang kekasih ketika LDR terjadi dalam novel Student Hidjo. Adanya pengkhianatan dari salah satu pihak. Perilaku ketidaksetiaan ini merupakan ciri-ciri pasangan dengan tanda red flag. Hidjo melakukan hubungan bersama Betje, ketika dirinya sudah bertunangan dengan Biroe. Betje sering masuk ke dalam kamar Hidjo tanpa terlintasnya kata “permisi”, mereka berdua sering pergi melancong hingga langit berubah gelap.

Ada suatu peristiwa, Hidjo menonton opera Faust bersama keluarga yang menumpanginya. Faust sosok berpendidikan, gila ilmu, gila bacaan, tak gila perempuan, sampai tak punya waktu menikmati kesenangan dunia. Faust sudah dikatakan akan masuk surga dengan kebiasaanya tersebut. Tapi, Faust berubah. Ia mengenal perempuan yang sudah bersuami, dilakukannya perbuatan setan, pendidikan dan harta dilupakan. Hidjo yang tersadar atas sikap buruk Faust terguncang, sebab inilah Hidjo yang sekarang. Kacau bukan main! Sayangnya Hidjo tidak peduli.“Kalau besok saya sudah tua dan bertindak seperti Faust, lebih baik hal itu kulakukan saja sekarang. Sebab waktu ini saya sebagaimana kebiasaan anak muda yang suka plesiran, itu tidak ada jeleknya. Karena adat semacam itu sudah dipandang umum. Tetapi kalau besok saya sudah berambut putih, berbuat seperti Faust, bah ” kata Hidjo seorang diri, sewaktu dia hendak tidur. (hlm. 95-96)

Rupanya, tindakan "Red Flag" sudah terjadi sejak dahulu, bedanya tidak ada istilah yang mendasari. Bahkan ketakukan "Long Distance Relationship", karena selalu dihantui sosok orang ketiga sudah digambarkan lebih dulu oleh Mas Marco.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image