Kekuatan Pikiran Positif Sehari-hari
Sastra | 2025-12-11 15:38:26Menjalani kehidupan sebagai mahasiswa farmasi sering kali berarti bergulat dengan t umpukan laporan, jadwal praktikum yang panjang, dan rasa lelah yang seolah tidak ada ujungnya. Banyak mahasiswa merasa hidup seakan hanya berputar pada tugas, praktikum, dan presentasi, sementara waktu istirahat menjadi kemewahan. Tekanan yang muncul bukan hanya berasal dari tuntutan akademik, tetapi juga dari diri sendiri yaitu keinginan mendapatkan IPK terbaik, membanggakan orang tua, atau sekadar ingin membuktikan bahwa diri ini mampu. Dalam situasi seperti ini, wajar jika banyak mahasiswa merasa mudah stres, cemas, atau bahkan kehilangan arah. Namun, ketika saya membaca buku Be Happy Be Positive, saya menemukan sebuah gagasan sederhana namun kuat yaitu bahwa hidup yang lebih bahagia sering kali bukan tentang membuat beban menjadi lebih ringan, tetapi tentang membuat hati kita lebih kuat dalam menghadapinya.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa kebahagiaan bukanlah sesuatu yang datang secara tiba-tiba atau bergantung pada tercapainya situasi ideal. Kebahagiaan lebih banyak ditentukan oleh cara kita menafsirkan keadaan dan bagaimana pikiran kita memproses setiap kejadian. Buku ini menekankan pentingnya menjaga pikiran tetap positif, bukan sebagai bentuk penyangkalan terhadap masalah, tetapi sebagai cara untuk menghadapi tantangan dengan lebih bijak. Pikiran positif bukan berarti memaksa diri tersenyum ketika keadaan sedang buruk, melainkan memberi ruang bagi diri sendiri untuk menerima keadaan, memahami emosi, dan kemudian melihat kemungkinan-kemungkinan baik yang mungkin muncul dari situ. Di sinilah saya merasa konsep ini sangat relevan dengan kehidupan mahasiswa farmasi yang sehari-harinya rentan terhadap tekanan dan tuntutan.
Dalam lingkungan akademik yang padat seperti farmasi, mahasiswa sering kali terjebak pada pola pikir yang keras terhadap diri sendiri. Banyak yang merasa bahwa bila nilainya turun sedikit saja, itu berarti ia gagal. Ada yang membandingkan kemampuan diri dengan teman, lalu merasa tidak cukup pintar, tidak cukup cepat, atau tidak cukup kuat. Padahal, setiap mahasiswa memiliki ritmenya masing-masing. Namun, sayangnya, pikiran negatif lebih cepat mengambil alih. Satu kegagalan kecil saja bisa terasa seperti mimpi buruk yang menutup mata dari semua keberhasilan kecil yang sebenarnya sudah dicapai. Dari sinilah stres mudah tumbuh, dan perlahan-lahan mahasiswa kehilangan semangat yang sebelumnya begitu besar ketika pertama kali memasuki dunia farmasi.
Konsep dari Be Happy, Be Positive membantu saya melihat bahwa cara kita memaknai tekanan sangat menentukan kualitas hidup kita sebagai mahasiswa. Ketika kita merasa jenuh dengan laporan praktikum yang menumpuk, kita bisa mulai dengan berhenti melihatnya sebagai musuh. Laporan itu bukan sekadar tugas, melainkan proses yang membentuk kemampuan kita sebagai calon tenaga kesehatan. Ketika kita merasa tertinggal dibandingkan teman yang selalu lebih cepat memahami materi, kita bisa mencoba melihatnya dari sudut pandang lain: setiap orang memiliki cara belajar berbeda, dan lambat bukan berarti tidak mampu. Buku ini mengajarkan bahwa mengubah narasi internal adalah langkah penting dalam menciptakan rasa bahagia yang konsisten.
Salah satu bagian dari buku tersebut yang saya rasa sangat penting adalah kebiasaan bersyukur dan menghargai hal-hal kecil. Banyak mahasiswa farmasi terlalu fokus pada hasil akhir sehingga lupa mengapresiasi proses yang telah dijalani. Padahal, keberhasilan kecil seperti memahami satu konsep sulit, menyelesaikan satu rangkaian praktikum, atau sekadar mampu bangun lebih semangat dari hari sebelumnya, juga merupakan kemenangan. Ketika pikiran dilatih untuk melihat hal positif seperti ini, beban akademik yang sama beratnya terasa lebih mudah dijalani. Bahkan, tekanan yang dulu membuat stres dapat berubah menjadi tantangan yang justru membuat kita berkembang.
Selain itu, fenomena burnout pada mahasiswa farmasi sebenarnya bisa diminimalkan bila kita mulai menerapkan pola pikir yang lebih sehat. Misalnya, ketika merasa lelah atau kewalahan, kita perlu memberi ruang pada diri sendiri untuk beristirahat tanpa rasa bersalah. Banyak mahasiswa menganggap istirahat adalah pemborosan waktu, padahal istirahat adalah bagian penting dari produktivitas. Buku ini mengingatkan bahwa tubuh dan pikiran kita bukan mesin. Memberi jeda sejenak justru membuat kita lebih siap menghadapi tugas-tugas berikutnya. Dengan mengizinkan diri untuk bernapas, kita menjadi lebih stabil secara emosional dan lebih tenang dalam menjalani rutinitas akademik. Dampak penerapan pola pikir positif juga terlihat dari bagaimana mahasiswa memandang masa depan. Banyak yang merasa takut tidak mampu bersaing sebagai calon apoteker kelak. Dunia farmasi dipenuhi standar profesional yang tinggi, dan sering kali ketakutan itu membuat proses belajar saat ini menjadi lebih menekan. Namun, ketika kita belajar melihat tekanan sebagai bagian dari proses pendewasaan, ketakutan itu perlahan melunak. Kita mulai memahami bahwa setiap tugas, presentasi, dan praktikum adalah bagian dari persiapan, bukan ujian hidup. Ketika pola pikir ini tertanam, mahasiswa menjadi lebih percaya diri dan lebih siap menghadapi dunia profesional yang sebenarnya. Pikiran positif akhirnya menjadi modal mental yang sangat berharga.
Dengan memahami gagasan dari Be Happy Be Positive dan melihatnya melalui kacamata pengalaman mahasiswa farmasi, saya belajar bahwa hidup memang tidak selalu bisa dibuat ringan. Namun, dengan cara berpikir yang lebih positif, hati bisa dibuat lebih kuat, lebih tenang, dan lebih bahagia. Menjadi mahasiswa farmasi yang bahagia bukan berarti hidup tanpa tekanan, melainkan mampu menjalani tekanan itu dengan kepala yang lebih jernih dan hati yang lebih lapang. Pada akhirnya, kebahagiaan bukan sesuatu yang pasif. Ia adalah pilihan yang kita buat setiap hari, bahkan ketika hidup sedang tidak mudah. Dan ketika kita memilih untuk memandang hidup dengan lebih positif, perjalanan kita sebagai mahasiswa—yang penuh tantangan ini—akan terasa jauh lebih ringan dan bermakna.
*) Mahasiswa Farmasi, Universitas Muhammadiyah Malang
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
