Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Miori

Bajo Fuego

Sastra | 2025-03-24 14:09:42

BAJO FUEGO


*BOOOM!!! *
Ledakan itu mengguncang bumi, menggetarkan dada, dan Mengoyak langit senja dengan api yang menjilat- jilat. Jeritan saling bersahutan menggema diantara reruntuhan, berbaur dengan asap dan debu yang terbang ke udara.


Di saat kekacauan dimulai, seorang gadis Pribumi menggenggam erat tangan ibunya, berlari secepat mungkin menjauh dari neraka yang baru tercipta.

Nafasnya memburu, jantungnya berdegup begitu kencang hingga terasa menyakitkan.


Namun, dalam hiruk-pikuk manusia yang berhamburan, sesuatu terjadi. Tubuh-tubuh yang berdesakan memisahkan mereka.


"Ibuuu!" Gadis itu menjerit, tangannya terulur mencari, meraba udara kosong. Tapi ibunya tak ada disana lenyap seketika.


Lututnya melemas hampir luruh ketanah. Namun, suara tembakan dan jeritan ketakutan yang menyelimuti kekacauan, membuat terus terombang-ambing hingga tiba ia terdampar dari kerumunan dan mendapati dirinya terduduk didepan toko kelontong yang lusuh dan nyaris remuk.


Baru saat itulah ia tersadar dirinya ditengah langit malam yang suram, dimana keheningan tanpa salam membawa kepedihannya. Dada yang mulai sesak, napas yang bergetar dan air mata bercucuran. Dibalik sinarnya bintang, kakinya terluka menganga seolah menjadi saksi bisu dari ketakutan yang menggerogoti dirinya.


Tapi disela-sela kesepian yang terjadi terdengar langkah berat dari kejauhan. Sosok-sosok pria berseragam dari bawah hamparan kegelapan, siluet mereka menjulang tinggi dibawah remang lampu minyak jalan yang hampir padam. Nafas gadis itu tercekat, tubuhnya menegang dalam ketakutan.


Seseorang diantara mereka—tentara muda dengan sorot mata tajam—berhenti begitu melihatnya. Matanya menyipit, menelusuri tubuh gadis itu yang tampak kotor dan terluka.


Tanpa sepatah kata, tentara itu melangkah mendekat, lalu berjongkok dihadapannya. Gadis itu ingin beringsut mundur, tapi ia tak mampu.


"Apa kau sendirian?" tanyanya dalam bahasa yang sulit dipahami oleh gadis itu.
Ia tak menjawab, hanya menatap tentara itu dengan mata penuh hati-hati.


Lelaki itu menghela nafas, lalu tanpa peringatan, kedua tangannya terulur dan mengangkat gadis itu kedalam gendongannya.


Gadis itu meronta, namun tak ada gunanya. Tubuhnya terlalu lemah untuk memberontak.


"Tenanglah" suara tentara itu terdengar lebih lembut dibandingkan ledakan dan teriakan yang mengepul diudara tadi. "Engkau tak bisa jalan. Biarkan saya membawamu"


Gadis itu terdiam, tetapi di dalam hatinya terasa sesuatu yang hangat.


Ditengah kegelapan yang menelan setiap bait malam, diantara perang yang memisahkan dan mencekik, tersisalah hembusan angin hangat yang menelusur kedalam jiwa yang mustahil namun nyata.


By:Miori


#cerpen #romansa #perjuangan

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image