Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rcahmalia Dewi Masitha

Ketika Perempuan Mencintai Lelaki Bernuansa Gelap

Sastra | 2025-11-14 07:58:43

Cinta selalu datang dengan caranya yang misterius: kadang lembut seperti bisik angin, kadang tajam seperti serpihan kaca. Bagi sebagian perempuan, cinta tidak pernah hadir dalam bentuk yang sederhana. Ia datang dengan bayang-bayang yang panjang—yang tak hanya mengikuti, tetapi juga membayangi langkah dan hati.

Aku pernah mencoba memahami mengapa seorang perempuan bisa mencintai lelaki yang dikelilingi gelap. Lelaki yang tutur katanya manis pada pagi hari, namun berubah dingin ketika matahari tenggelam. Lelaki yang memeluk dengan dua tangan, tapi diam-diam menyembunyikan duri di balik jemarinya.

Mungkin karena cinta tidak selalu memilih cahaya. Kadang ia justru menemukan rumahnya di tempat-tempat yang retak.

Perempuan itu tetap bertahan. Bukan karena ia lemah—melainkan karena ia berharap. Harapan bahwa suatu hari lelaki itu akan meletakkan gelapnya di depan pintu, dan kembali sebagai sosok yang pernah membuatnya tersenyum. Harapan bahwa kasih sayang mampu mengubah luka, dan kelembutan mampu meruntuhkan tembok yang dibangun dari masa lalunya.

Namun gelap memiliki sifatnya sendiri. Ia jarang berubah. Justru ia menular.

Perempuan itu pun perlahan kehilangan sinarnya: senyumnya mengecil, matanya meredup, suaranya mematah seperti ranting musim kemarau. Karena mencintai seseorang yang terluka sering kali membuat kita ikut berdarah.

Tetapi ada hari-hari tertentu—hari ketika ia menatap cermin dan menemukan dirinya yang lama menunggu untuk diselamatkan. Hari ketika ia sadar bahwa cinta bukan tentang bertahan dalam gelap, tetapi menemukan jalan pulang pada diri sendiri.

Ia pun mulai berjalan. Perlahan, tapi pasti. Meninggalkan bayang-bayang yang pernah dirawatnya dengan sepenuh hati.

Dan di titik itulah ia mengerti: bahwa mencintai lelaki bernuansa gelap tidak pernah salah— yang salah adalah ketika cinta berhenti menjadi cahaya.

Kini, ia mencintai lagi. Namun yang pertama ia cintai adalah dirinya sendiri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image