Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Eka Sri Santika

Guru pun Harus Pandai Bermain Peran

Pendidikan dan Literasi | 2025-03-17 22:16:02

Apakah seorang guru harus pandai bermain peran? Tentu saja ya. Lantas bermain peran seperti apa yang dimaksud? Bermain peran layaknya aktor sebuah sinetron kah? Tentu saja bukan. Bermain peran yang dimaksud disini adalah bagaimana seharusnya kita memberikan pelayanan pendidikan terbaik untuk anak didik kita dalam situasi dan kondisi apapun.

Gambar Siswa di Sekolah (sumber Dokumen Pribadi)

Sebagai contoh seorang guru Sekolah Dasar (SD) yang di rumahnya sedang mengalami masalah baik berupa musibah, masalah keuangan, masalah keluarga dan lain sebagainya, namun ketika datang ke sekolah dan bertemu dengan anak didik, guru harus berusaha untuk bersikap riang dan memasang senyum yang manis di hadapan anak didik mereka. Apalagi kalau guru tersebut mengajar di kelas bawah terutama kelas 1 yang notabene mereka masih banyak belum paham.

Seorang guru harus pandai dalam men-switch emosi diri dari yang memiliki masalah menjadi pribadi yang riang dengan berusaha memasang senyum semanis mungkin seolah-olah tidak ada masalah apapun di depan anak didiknya. Guru harus pandai dalam mengelola emosi jangan sampai karena permasalahan pribadi, siswa tidak terlayani kebutuhan pendidikannya. Hal ini merupakan implementasi salah satu nilai dari core values ASN BerAKHLAK, yakni berorientasi pelayanan.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), tepatnya pada pasal 4 ayat (2) huruf a, disebutkan bahwa “berorientasi pelayanan” adalah komitmen memberikan pelayanan prima demi kepuasan masyarakat. Sehingga, sebagai guru ASN harus berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada peserta didiknya.

Coba bisa anda bayangkan, jika ada seorang guru yang datang mengajar dalam kondisi emosi yang tidak stabil, apakah proses pembelajaran tersebut dapat tersampaikan dengan baik? Apalagi jika di rumah sedang ada masalah, kemudian datang ke kelas mendapati siswa ada yang berkelahi, ditambah lagi dengan seorang anak menangis karena tidak mau ditinggalkan oleh orang tuanya. Terkadang ada juga anak yang pipis di dalam kelas.

Lantas bagaimana kita menghadapi kondisi seperti ini? Haruskah kita marah-marah kepada anak didik kita? Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ketika kita marah-marah kepada anak didik terutama kelas 1, mereka akan datang kembali ke sekolah esok harinya?. Di sinilah pentingnya seorang guru harus pandai dalam bermain peran untuk men-switch emosi dari seorang guru yang mempunyai masalah di dalam keluarganya menjadi pribadi yang yang riang di hadapan anak didiknya sebagai bentuk pelayanan seorang guru kepada anak didik agar mendapat pendidikan yang lebih baik.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk men-switch emosi dari pribadi yang memiliki masalah menjadi pribadi yang dengan suasana hati yang tenang dengan cara menarik nafas perlahan lalu hembuskan perlahan pula, duduk dengan tenang dan rileks, minum air putih, berwudhu dan tentunya senantiasa berdoa memohon pertolongan kepada Allah SWT agar hati bisa tenang.

Selain itu tentunya sebagai pendidik kita pun harus senantiasa belajar untuk meningkatkan kompetensi diri sebagai pendidik dengan memperbanyak membaca buku, mengikuti pelatihan ataupun seminar yang ada kaitannya dengan profesi diri kita, atau juga kita bisa tukar pendapat dengan rekan sejawat yang sesama guru, agar kita menjadi seorang guru yang memiliki kompetensi yang mumpuni dalam mengajar untuk memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi anak didik kita. Hal ini merupakan implementasi salah satu nilai dari core values ASN BerAKHLAK, yakni kompeten.

Kompeten dalam bidang pendidikan saja belum cukup, tapi harus diimbangi dengan menjalin hubungan yang harmonis dengan anak didik, orang tua, lingkungan sekitar, warga masyarakat agar bisa menciptakan proses pembelajaran yang lebih baik dan memiliki daya dukung yang cukup agar proses belajar mengajar tercipta dengan baik.

Mengapa menjalin hubungan yang harmonis ini dibutuhkan? Hal ini kita bisa renungkan sejenak, jika dalam proses pembelajaran, siswa membutuhkan dukungan dari orang tua mereka untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, namun orang tua tidak mau membantu anaknya dalam menyelesaikan tugas tersebut, apakah siswa tersebut akan selesai pekerjaannya? tentu tidak bukan.

Selain orang tua siswa, seorang guru harus menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan sekitar dan warga masyarakat agar proses pembelajaran bisa berjalan dengan baik.

Mengapa hubungan harmonis dengan lingkungan sekitar sangat dibutuhkan? Hal ini dikarenakan pada proses pembelajaran siswa belajar bukan hanya dilakukan di dalam ruangan kelas, tapi bisa juga dengan di lingkungan sekitar, seperti melakukan olahraga di lapangan sepak bola, melakukan pengamatan tentang alam di lingkungan sekitar dan masih banyak hal yang bisa dilakukan dengan lingkungan sekitar sekolah sebagai daya dukung untuk proses pembelajaran.

Oleh karena itu hubungan yang harmonis antara guru dengan siswa, orang tua siswa, warga sekitar dan lingkungan, harus terjalin dengan baik. Hal ini merupakan implementasi salah satu nilai dari core values ASN BerAKHLAK, yakni harmonis.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image