Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan

Islamisasi Nusantara: Penguasaan Kemaritiman, Perdagangan, dan Transformasi Sosial yang Egaliter

Sejarah | 2025-02-24 10:53:40
Ilustrasi kemaritiman Islam di Nusantara dan Arab (Sumber: AI Chatgpt)

Pendahuluan: Pengaruh Laut dalam Sejarah Islam dan Dunia

Berdasarkan pemikiran Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah Jilid I,[1] penguasaan atas laut memiliki peran yang sangat signifikan dalam penyebaran ajaran Islam, khususnya dalam konteks penyebaran Islam ke Nusantara Indonesia sebagai negara kepulauan. Dalam hal ini, kami akan menyoroti bagaimana Rasulullah ﷺ telah memberikan jawaban atas tantangan geografis yang akan dihadapi umat Islam ketika ingin menyebarkan risalah atau bertahan hidup melalui wahyu yang berbicara tentang lautan. Di dalam Al-Qur’an, terdapat sekitar 40 ayat yang membahas tentang lautan, yang di dalamnya mengandung pesan dan wasiat politik kelautan (kemaritiman) yang penting. Konsep penguasaan lautan ini sangat relevan bagi umar manusia mengingat 71% dari permukaan bumi terdiri dari lautan dan samudra dan ini menjadi jalan strategis bagi umat Islam untuk mendakwahkan ajaran Islam ke seluruh dunia.

Dialah yang menundukkan lautan (perairan yang luas, baik tawar maupun asin, yang mencakup laut, danau, dan sungai yang luas) (untukmu) agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu/bahtera berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur. (QS An-Naḥl: 14)[2]

Tafsir Jalalain Surah An-Naḥl[3] ayat 14:

(Dan Dialah yang menundukkan lautan) Dia telah membuatnya jinak sehingga dapat dinaiki dan diselami (agar kalian dapat memakan daripadanya daging yang segar) yaitu ikan (dan kalian mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kalian pakai) yaitu berupa mutiara dan marjan (dan kamu melihat) menyaksikan (bahtera) perahu-perahu (berlayar padanya) dapat melaju di atas air; artinya dapat membelah ombak melaju ke depan atau ke belakang hanya ditiup oleh satu arah angin (dan supaya kalian mencari) lafal ini di-athaf-kan kepada lafal lita’kuluu, artinya supaya kalian mencari keuntungan (dari karunia-Nya) karunia Allah ﷻ lewat berniaga (dan supaya kalian bersyukur) kepada Allah ﷻ atas karunia itu.

Tafsir Quraish Shihab Surah An-Naḥl[4] ayat 14:

Dialah yang menundukkan lautan untuk melayani kepentingan kalian. Kalian dapat menangkap ikan-ikan dan menyantap dagingnya yang segar. Dari situ kalian juga dapat mengeluarkan permata dan merjan sebagai perhiasan yang kalian pakai. Kamu lihat, hai orang yang menalar dan merenung, bahtera berlayar mengarungi lautan dengan membawa barang-barang dan bahan makanan. Allah menundukkan itu agar kalian memanfaatkannya untuk mencari rezeki yang dikaruniakan-Nya dengan cara berniaga dan cara-cara lainnya. Dan juga agar kalian bersyukur atas apa yang Allah sediakan dan tundukkan untuk melayani kepentingan kalian.

Mengingat posisi geografis Nusantara yang terletak di antara dua samudra besar dan di tengah-tengah jalur perdagangan internasional, Suryanegara menjelaskan bahwasanya penguasaan lautan (maritim) menjadi satu-satunya pilihan yang dapat digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam. Dalam konteks ini, Allah ﷻ telah menegaskan melalui Nabi Muhammad ﷺ, bahwasanya penguasaan maritim penting bagi kepentingan Islam dan ajaran-ajarannya.

Lautan Sebagai Sumber Kehidupan dan Perdagangan: Jalan Dakwah Islam

Suryanegara menekankan bahwa Nusantara Indonesia, sebagai wilayah berbentuk kepulauan, memiliki tantangan tersendiri dalam menghubungkan berbagai pulau yang terpisah-pisah oleh lautan. Keberadaan laut dan samudra yang membentang luas di sekitar Indonesia mengakibatkan jalur laut menjadi jalur utama dalam perdagangan, baik antara pulau-pulau di Nusantara maupun dengan negara-negara tetangga seperti Timur Tengah, India, dan Cina. Laut pun kemudian menjadi penghubung yang memungkinkan umat Islam untuk menyebarluaskan ajaran mereka ke seluruh penjuru dunia, termasuk Nusantara.

Suryanegara mencatat bahwasanya perdagangan melalui lautan (maritim) bukan hanya melibatkan transaksi perdagangan barang dan jasa, melainkan juga menjadi arena percakapan ideologi dan agama. Dalam konteks ini, pasar di pesisir menjadi titik temu penting bagi penyebaran Islam.

Para pedagang Muslim yang dalam hal ini juga berperan sebagai da’i (penyebar dakwah), dengan cara memanfaatkan jalur-jalur perdagangan, khususnya lautan, untuk menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang penuh kedamaian. Islam disebarkan tanpa ada peperangan atau invasi militer, yang mana menunjukkan pendekatan dengan damai dalam dakwah dan sangat jelas berbeda dengan agama-agama lain yang pernah datang ke Nusantara.

Islamisasi melalui Pasar: Memperkenalkan Sistem Sosial Terbuka

Proses Islamisasi yang terjadi di Nusantara juga terkait erat dengan transformasi sosial yang dibawa oleh ajaran Islam. Suryanegara menggarisbawahi bahwa saat ajaran Islam datang ke Nusantara dengan segera ajaran ini langsung menghapus sistem stratifikasi sosial yang berbasis kasta, yang sebelumnya berlaku dalam agama Hindu dan Buddha yang pernah dominan di Nusantara.

Islam, dengan ajarannya yang egaliter, mempromosikan konsep “opened society” (masyarakat terbuka) yang memberi kesempatan bagi setiap individu untuk mengubah status sosialnya melalui prestasi masing-masing individu dan kerja keras dengan gotong-royong bersama-sama yang lainnya, bukan berdasarkan keturunan atau hereditas. Konteks masyarakat terbuka ini adalah prototipe dari Masyarakat Madinah hasil dari Piagam Madinah, sebuah karya agung Rasulullah ﷺ.

Melalui sistem pasar yang terbuka, ajaran Islam memperkenalkan konsep perekonomian yang terbuka di mana sistem seperti ini memungkinkan siapa saja untuk meningkatkan kedudukan sosialnya melalui pencapaian pribadi, bukan karena garis keturunan. Hal ini berbeda dengan sistem kasta yang mengunci kedudukan seseorang sepanjang hidupnya berdasarkan kelahiran. Islam memperkenalkan prestasi sebagai dasar status sosial, yang memungkinkan adanya mobilitas sosial (social climbing) dalam masyarakat.

Sistem Dakwah Islam yang Melibatkan Semua Kalangan

Suryanegara juga menjelaskan bahwa dakwah Islam yang berkembang di Nusantara melibatkan partisipasi yang aktif dari berbagai kalangan masyarakat. Setiap individu yang memeluk Islam, terlepas dari apa pun profesinya, merasa terpanggil untuk menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang sesuai dengan profesinya.

Misalnya, para pedagang dengan segera melakukan penyampaian dakwah dengan bahasa perniagaan mereka, sedangkan nelayan menyampaikan dakwah dengan pendekatan yang lebih bersifat praktis dan berorientasi pada kebutuhan mereka. Begitu pula, bangsawan menyampaikannya dengan bahasa struktural yang lebih formal dan bernuansa politik kekuasaan.

Metode dakwah ini sangat sesuai dengan konteks masyarakat Nusantara yang multikultural dan memiliki keragaman profesi. Pendekatan ini memungkinkan ajaran Islam mudah diterima dengan baik karena disampaikan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat luas.

Dengan demikian, tiap-tiap Muslim baru di Nusantara merasa memiliki tanggung jawab untuk menyebarkan ajaran Islam, meskipun hanya dengan menyampaikan satu ayat sekalipun. Hal ini selaras dengan perintah Rasulullah ﷺ, sebagaimana ia bersabda: “Sampaikanlah ajaran yang berasal dariku, walaupun hanya satu ayat.” (HR Bukhari).

Penyebaran Islam yang Cepat dan Meluas di Nusantara

Dengan kombinasi antara penguasaan jalur maritim, perdagangan, dan juga ditambah dengan partisipasi aktif dari setiap kalangan dalam menyebarkan ajaran Islam, maka proses Islamisasi di Nusantara dapat terjadi dengan sangat cepat. Berdasarkan catatan sejarah, dakwah Islam pada akhirnya berhasil menyebar dengan pesat dan berhasil pula mengubah tatanan sosial, politik, dan kebudayaan di Nusantara, meskipun Islam tidak menggunakan kekuatan militer atau kekerasan dan paksaan.

Hanya dengan melalui jalur perdagangan, para pedagang Muslim membawa ajaran Islam ke pesisir-pesisir Nusantara, yang kemudian diterima oleh masyarakat sebagai agama pembebas. Hal ini menjadi berkah dan rahmat bagi para masyarakat Nusantara, sebab Islam memberikan kebebasan dari pembagian kasta yang bersifat permanen.

Suryanegara kemudian melanjutkan dengan sorotannya kepada fakta sejarah bahwa Islam di Nusantara bukan hanya tercatat dalam buku-buku sejarah resmi, melainkan juga melalui catatan pengalaman para pedagang Muslim yang ikut serta dalam proses penyebaran Islam.

Para pedagang yang menyebarkan Islam melalui transaksi perdagangan mereka, turut berperan dalam menyusun sejarah Islam di Nusantara. Para pedagang Islam ini berperan sangat signifikan dalam penyebaran Islam, tetapi juga pada perubahan sosial dan agama yang lebih besar dan lebih berdampak.

Kesimpulan: Islamisasi sebagai Proses Berdasarkan Wasiat Kelautan

Pemikiran Ahmad Mansur Suryanegara mengenai testamen penguasaan kelautan dalam Islamisasi Nusantara menunjukkan bahwa penguasaan laut (maritim) dan jalur perdagangan memiliki peran sentral dalam penyebaran Islam. Laut bukan hanya sekadar jalur transportasi, melainkan juga menjadi jalan strategis untuk berdakwah. Dengan pendekatan yang damai dan melibatkan partisipasi aktif dari berbagai kalangan, Islam dapat diterima dan menyebar dengan cepat di Nusantara, sehingga Islam dapat membawa perubahan besar dalam tatanan sosial, politik, dan budaya.

Islamisasi Nusantara yang dilakukan melalui jalur perdagangan dan dakwah berbasis perdagangan, tidak hanya memperkenalkan ajaran Islam yang haqq, tetapi juga membuka ruang bagi perubahan sosial yang lebih terbuka dan adil. Dengan mengajarkan bahwa status sosial tidak ditentukan oleh keturunan ataupun kebangsawanan, tetapi oleh pencapaian pribadi, sehingga Islam membawa masyarakat Nusantara berkembang menajdi masyarakat yang lebih egaliter dan terbuka.

Dengan demikian, penguasaan kelautan dan jalur perdagangan bukan hanya menjadi strategi penyebaran agama, melainkan juga menjadi sarana untuk membentuk peradaban yang lebih baik bagi Nusantara.

Referensi

[1] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah 1: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ed. oleh Nia Kurniawati, Anni Rosmayani, dan Rakhmat Gumilar, Rev., Api Sejarah (Bandung: Suryadinasti, 2014), https://books.google.co.id/books?id=0AMxDwAAQBAJ.

[2] Kementerian Agama Republik Indonesia, “Qur’an Kemenag,” dalam Qur’an Kemenag (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2022).

[3] Wijayanto. Indra Sakti, Muhammad Fiqri Muthohar, dan Itho Suryoputro, “Tafsir Al-Qur’an Online,” dalam TafsirQ.com (Jakarta: Manupraba, Wisnu, 2015), https://tafsirq.com/.

[4] Ibid.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image