Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Awwabin Helmi

Dari Fatoni ke Pattani: Sejarah, Budaya, dan Pergulatan Identitas

Sejarah | 2025-02-07 01:42:02

Wilayah selatan Thailand, yang sering disebut dengan nama Patani, Pattani, atau Fatoni, memiliki sejarah yang kaya dan rumit. Masing-masing nama ini bukan sekadar perbedaan ejaan atau penyebutan, melainkan mencerminkan perbedaan sejarah, budaya, serta persepsi yang berkembang dari masa ke masa. Mari kita lihat lebih dalam arti dari setiap istilah ini, serta bagaimana penggunaannya mencerminkan aspek berbeda dari wilayah dan masyarakat Melayu di selatan Thailand.

Fatoni: Nama Warisan Agama dan Kebudayaan Melayu Islam

“Fatoni” adalah nama yang sering digunakan oleh para ulama atau agamawan yang merujuk kepada wilayah Patani sebagai pusat ilmu pengetahuan dan agama di masa lalu. Dalam konteks sejarah Islam di Asia Tenggara, wilayah Fatoni pernah menjadi pusat penting dalam penyebaran ajaran agama Islam, terutama di kalangan Melayu. Nama ini sering muncul dalam tulisan-tulisan klasik dan kitab-kitab agama, di mana Fatoni dianggap sebagai wilayah yang dihuni oleh para cendekiawan Muslim.

Fatoni bukan hanya nama geografis; istilah ini juga membawa makna kehormatan. Dalam literatur Islam, kata “Fatoni” berarti cerdik, berpengetahuan, dan berbudi luhur. Para ulama yang berasal dari wilayah ini sering disebut sebagai “al-Fatani” sebagai tanda penghormatan atas kontribusi mereka dalam bidang ilmu agama. Salah satu tokoh yang terkenal adalah Sheikh Daud al-Fatani, seorang ulama besar yang karyanya tersebar di seluruh dunia Melayu.

Contoh dalam konteks modern: Hingga hari ini, masyarakat Melayu Islam di selatan Thailand masih mengidentifikasi diri mereka dengan nama “Fatoni” sebagai bentuk kebanggaan terhadap warisan agama dan budaya mereka. Sekolah-sekolah agama atau pondok-pondok di wilayah ini sering menggunakan nama “Fatoni” sebagai lambang kemuliaan dan tradisi Islam.

Patani: Nama Rakyat dan Sejarah Lokal

Sementara “Fatoni” lebih terkait dengan dunia keagamaan, “Patani” adalah nama yang lebih umum digunakan oleh masyarakat luas, termasuk kalangan peneliti dan sejarawan. Nama ini merujuk pada sebuah kerajaan Melayu yang pernah berdiri megah di masa lalu. Patani terkenal sebagai pusat perdagangan dan kebudayaan di Asia Tenggara, terutama di masa kejayaannya pada abad ke-16 dan 17.

Asal usul nama Patani dipercaya berasal dari frasa “Pantai Ini,” yang diucapkan oleh seorang Raja saat memilih lokasi untuk mendirikan ibu kota baru. Menariknya, nama ini juga bisa dihubungkan dengan kisah seorang nelayan bernama Pak Tani yang membuka pemukiman baru, yang kemudian berkembang menjadi ibu kota. Terlepas dari asal usulnya, nama Patani mengandung nilai sejarah yang kuat bagi masyarakat Melayu, terutama dalam ingatan kolektif mereka tentang kebesaran masa lalu yang mereka ingin kembalikan.

Contoh dalam konteks modern: Gerakan-gerakan politik dan sosial yang menuntut otonomi atau kemerdekaan sering menggunakan nama “Patani” untuk menegaskan identitas mereka sebagai bangsa yang terpisah dari Thailand. Bagi banyak orang, Patani bukan sekadar wilayah geografis, tetapi juga simbol perjuangan untuk mengembalikan kejayaan kerajaan Melayu yang hilang.

Pattani: Wilayah Administratif Thailand Modern

Istilah “Pattani” merujuk pada wilayah administratif yang diakui oleh pemerintah Thailand saat ini. Ini adalah provinsi yang menjadi bagian dari negara Thailand modern, yang secara resmi diakui dalam pembagian wilayah administratif Thailand.

Penggunaan nama “Pattani” dalam konteks ini sering kali berusaha menegaskan bahwa wilayah tersebut adalah bagian dari integrasi nasional Thailand, berbeda dengan nama “Patani” yang digunakan oleh mereka yang menolak narasi dominasi negara tersebut. Dalam tulisan-tulisan resmi atau buku sejarah Thailand, penggunaan kata “wilayah Pattani” sering didahului oleh kata “wilayah” untuk menegaskan bahwa ini adalah bagian yang tak terpisahkan dari negara.

Contoh dalam konteks modern: Dalam peraturan pemerintah, provinsi “Pattani” dianggap setara dengan provinsi lainnya di Thailand, tanpa memperhitungkan konteks sejarah dan budaya Melayu yang lebih mendalam. Penegasan ini sering digunakan untuk memperkuat kontrol negara terhadap daerah yang diwarnai dengan aspirasi otonomi dan ketegangan politik.

Kesimpulan: Sebuah Nama, Banyak Makna

Fatoni, Patani, dan Pattani tidak hanya menunjukkan perbedaan ejaan, tetapi juga melambangkan pergulatan sejarah, identitas, dan narasi yang berbeda. “Fatoni” menyoroti peran agama dan kebudayaan dalam sejarah Melayu Islam, “Patani” mengingatkan kita pada kejayaan kerajaan Melayu dan perjuangan rakyatnya, sedangkan “Pattani” adalah realitas administratif dalam bingkai negara Thailand modern.

Ketiga nama ini menggambarkan bagaimana sejarah dapat dilihat dari berbagai perspektif, dan masing-masing perspektif ini membawa dampak yang signifikan bagi identitas dan perjuangan masyarakat Melayu di selatan Thailand.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image