Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Indah Nadilla

Huru Hara Pemberantasan Korupsi Era Presiden Prabowo

Hukum | 2025-02-05 02:30:00
Indah Nadilla, S.H.,M.H - Dosen Fakultas Hukum Universitas YARSI
Indah Nadilla, S.H.,M.H - Dosen Fakultas Hukum Universitas YARSI

“Membiarkan terjadinya korupsi besar-besaran dengan menyibukkan diri pada ritus-ritus hanya akan berarti membiarkan berlangsungnya proses pemiskinan bangsa yang semakin melaju”

-Abdurrahman Wahid

Korupsi merupakan suatu perbuatan jahat yang dapat menimbulkan malapetaka dan huru-hara yang cukup kompleks dalam suatu pembangunan peradaban bangsa. Kepemimpinan rezim Prabowo-Gibran yang telah berjalan kurang lebih selama 100 hari sejak di lantik pada bulan Oktober 2024 yang lalu tidak ada habisnya melahirkan huru-hara yang menggemparkan. Khususnya mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi. Masih terbesit sebuah pidato yang disampaikan oleh Prabowo dalam kegiatan pertemuan dengan pelajar Indonesia Di Kairo “Hai Para Koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kami maafkan”.


Pernyataan Yang Melahirkan Kontroversi

Tentunya pernyataan Prabowo tersebut melahirkan berbagai kontrovesi dan dialek yang berkepanjangan dari berbagai kalangan, baik akademisi, lembaga swadaya masyarakat, maupun masyarakat biasa. Hal ini dikarenakan memaafkan koruptor bukanlah suatu kebijakan yang sepele, mengingat kerusakan dan pemberian nestapa yang dilakukan oleh para koruptor begitu merusak keadilan masyarakat. Pernyataan Prabowo tersebut diperkuat pula oleh argument dari Menteri Koordinator Hukum, Imigrasi dan Pemasyakatan Yusril Ihza Mahendra.

Namun wacana tersebut dinilai merupakan wacana yang tidak masuk diakal. Jika dikaji secara yuridis dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tidak ada satu pasal pun yang memuat mengenai “ketentuan pemberian maaf terhadap para pelaku korupsi ketika pelaku mengembalikan uang negara yang dicuri”. Pun ketika dikaji dalam Pasal 4 UU aquo justru menyatakan “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3”. Maka tentunya pernyataan Prabowo tersebut tidak berlandaskan pada hukum. Mengingat Indonesia menganut sistem hukum “Eropa Kontinental/Civil Law System”, yaitu Undang-Undang menjadi sumber hukum utama.

Pemaafan terhadap koruptor apabila mereka mengembalikan uang negara yang dicuri juga menjadi suatu hal yang mustahil. Mengingat Korupsi digolongkan sebagai Extra-Ordinary Crime atau kejahatan luar biasa. Sehingga untuk memberantasannya memerlukan Extra-Ordianry Instruments. Maka dari itu memaafkan koruptor bukanlah suatu kebijakan yang strategis sebagai upaya mendukung pemberantasan korupsi yang begitu menggurita di Indonesia.

Dalam Lensa Pemberantasan Korupsi Era Prabowo

Ditengah huru-hara metode pemberantasan korupsi yang sempat diutarakan oleh Prabowo, terdapat pula beberapa point keseriusan Prabowo dalam melakukan bersih-bersih terhadap korupsi, yang mungkin dapat dikatakan tidak hanya sekedar “omon-omon” belaka. Dimana dalam 3 bulan kepemimpinannya telah berhasil mengungkap berbagai kasus korupsi dalam berbagai sektor, seperti korupsi PT. Antam Tbk dengan dugaan kerugian 1,266 Triliun Rupiah, korupsi Dana Hibah National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) dengan dugaan kerugian 122 Miliar Rupiah, korupsi Impor Gula dengan dugaan kerugian 400 Miliar Rupiah, hingga kasus korupsi PT. Asset Pacific dengan dugaan kerugian 1 Triliun Rupiah. Tentunya pengungkapan kasus korupsi tersebut tidaklah mudah. Meskipun demikian, gerakan Prabowo dalam menyelamatkan aset negara tersebut tidak melulu dipandang elok, dimana masih ada saja pihak yang menggap hal tersebut tidak sebatas dari pencitraan belaka.

Namun itulah resiko yang harus dihadapi oleh seorang pemimpin, selalu ada penilaian buruk dalam setiap usaha baik yang diberikan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Arnold Glasow “A good leader takes a little more than his share of the blame, a little less than his share of the credit”. Maka dari itu keseriusan Prabowo dalam memberantas korupsi haruslah digemborkan lagi guna membangun kepercayaan publik yang lebih baik. Political Will Prabowo sangat dibutuhkan dalam melakukan pemberantasan terhadap korupsi, selain itu anggaran yang memadai juga dapat menjadi penunjang dalam keseriusan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kekuatan politik yang dimiliki oleh Prabowo untuk melakukan pemberantasan terhadap korupsi juga dapat menjadi daya serap yang strategis, namun tentunya harus disertai dengan kewaspadaan dalam pengimplementasiannya. Mengingat tidak ada yang dapat menjamin orang-orang yang berada disekeliling Prabowo juga menginginkan pemberantasan korupsi yang tegas dan jelas. Apalagi kabinet Merah-Putih era Prabowo-Gibran juga merupakan kabinet yang paling gemuk. Kabinet ini memiliki 48 Menteri, 5 Kepala Badan dan 56 orang yang mengisi jabatan sebagai Wakil Mentri. Sehingga ketakutan terbesarnya ialah, bisa jadi kabinet gemuk inilah yang akan melahirkan bibit-bibit korupsi baru.

Benang Merah Pemberantasan Korupsi

Program kerja yang cita-citakan oleh Prabowo tentunya tidak akan dapat berjalan maksimal apabila korupsi masih terus merajalela. Bagaimana tidak, anggaran negara yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pelayanan publik justru dimakan oleh manusia rakus yang tidak bertanggungjawab. Maka langkah konkret yang dapat dilakukan oleh Prabowo dalam melakukan pemberantasan terhadap korupsi ialah : menguatkan kembali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga independent mengingat Kejaksaan dan Kepolisian belum begitu mandiri dalam melakukan pemberantasan terhadap korupsi, tidak memberikan ruang dan kesempatan terhadap aktor politik yang memiliki rekam jejak sebagai pelaku korupsi, membuat suatu rancangan peraturan yang jelas mengenai monitoring anggaran yang digunakan oleh seluruh instansi pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah agar dana yang digunakan jelas, transparan dan tidak ada tipu muslihat, kemudian yang terakhir ialah tegas dalam memberantas mafia-mafia penegak hukum dan peradilan.

Tentunya penerapan langkah-langkah tersebut tidaklah mudah, namun dengan adanya political will serta kekuatan politik yang dimiliki oleh prabowo tentunya langkah-langkah tersebut dapat dilaksanakan secara bertahap. Kemajuan pembangunan, ekonomi, pendidikan, dan sosial bangsa Indonesia saat ini berada di tangan Prabowo selaku pemimpin bangsa. Huru-hara, kebenaran dan kesalahan kebijakan yang dilakukan oleh Prabowo dimasa kepemimpinannya tentunya akan berdampak besar terhadap negara dari dini dan dimasa depan. Maka Prabowo harus berani dan memiliki sikap tegas terhadap pemberantasan korupsi, karena banyak harapan rakyat yang harus diwujudkan melalaui kesejahteraan dan keadilan. Rakyat tidak hanya butuh omon-omon belaka tapi bukti nyata.

-Harapan rakyat hari ini bersama Prabowo untuk memberantasan korupsi-.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image