Scroll Tak Berujung: Bahaya Tersembunyi di Balik Konten Singkat
Teknologi | 2025-01-09 14:28:21Kita hidup di era di mana segalanya berkembang dengan cepat, termasuk hiburan. Platform seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts telah merevolusi cara kita mengonsumsi konten. Dengan durasi hanya beberapa detik hingga menit, konten singkat ini menawarkan hiburan instan yang mudah diakses kapan saja. Dalam satu genggaman tangan, kita dapat terhibur, belajar sesuatu yang baru, atau sekadar melupakan dunia di sekitar kita. Aktivitas ini seakan sudah menjadi bagian dari rutinitas harian bagi banyak orang. Namun, apakah semua ini benar-benar memberikan dampak positif? Di balik kenyamanan dan kesenangan yang ditawarkan, ada bahaya tersendiri yang patut diwaspadai.
Penurunan Rentang Fokus
Ketika terbiasa dengan format konten singkat, kita tanpa sadar melatih otak untuk mencari kepuasan instan. Konten singkat memberikan sensasi “dimanjakan” dengan stimulasi cepat dan terus-menerus. Konsekuensinya, kemampuan untuk fokus dalam jangka panjang melemah. Sebagian orang merasakan bahwa membaca buku atau menonton film berdurasi panjang kini terasa seperti tugas berat. Apakah ini yang kita inginkan untuk generasi mendatang? Pendidikan, pekerjaan, bahkan hubungan personal yang membutuhkan konsentrasi mendalam, terancam oleh budaya scrolling tak berujung.
Kecanduan Dopamin
Ada alasan mengapa kita sulit berhenti menggulir konten singkat. Setiap video baru memberikan dosis kecil dopamin, yang membuat kita merasa senang sesaat. Tapi seperti semua hal yang instan, efeknya tidak bertahan lama. Akhirnya, kita membutuhkan lebih banyak scrolling untuk mendapatkan rasa senang yang sama. Lama-kelamaan, kebiasaan ini dapat mengganggu keseimbangan emosional dan memengaruhi kesejahteraan mental.
Gangguan Pola Tidur
Banyak orang menghabiskan waktu dengan menonton konten singkat sebelum tidur, tanpa menyadari dampaknya. Saya pun pernah terjebak dalam kebiasaan ini. Kebiasaan tersebut dapat mengakibatkan waktu tidur terganggu, sehingga keesokan harinya terasa lebih berat. Layar gadget memancarkan cahaya biru yang menekan produksi melatonin, hormon yang mengatur siklus tidur. Selain itu, konten yang terus-menerus merangsang otak membuat kita sulit benar-benar rileks. Akibatnya, kesulitan tidur menjadi masalah yang berdampak negatif pada kesehatan fisik dan mental.
Kesehatan Mental yang Tergerus
Standar kecantikan yang tidak realistis, gaya hidup glamor yang tampak sempurna, informasi palsu, dan tekanan untuk terus mengikuti tren — semua ini menjadi racun bagi kesehatan mental. Algoritma platform dirancang untuk menampilkan konten singkat yang paling menarik perhatian, tetapi sering kali mencakup materi yang tidak realistis atau bahkan berbahaya. Paparan terus-menerus terhadap konten singkat seperti ini dapat merusak kepercayaan diri dan memicu kecemasan sosial.
Ajakan untuk Berubah
Sebagai pengguna yang bijak, kita harus mulai memikirkan cara berinteraksi dengan media ini. Bukan berarti kita harus meninggalkan platform-platform tersebut sepenuhnya, tetapi kita perlu lebih sadar dalam menggunakannya. Mengatur batas waktu, memilih konten dengan bijak, dan meluangkan waktu untuk aktivitas offline adalah langkah kecil yang dapat membawa perubahan besar.
Kita tidak bisa menyangkal bahwa konten singkat memberikan hiburan yang menyenangkan dan mudah diakses. Namun, kita juga tidak bisa mengabaikan bahaya tersembunyi yang menyertainya. Dengan kesadaran dan pengelolaan yang tepat, kita dapat menikmati manfaat dari teknologi ini tanpa mengorbankan kesehatan mental dan kualitas hidup. Masa depan generasi digital bergantung pada bagaimana kita mengelola teknologi ini. Jadi, mari berhenti sejenak, letakkan ponsel, dan renungkan: apakah scroll tak berujung ini benar-benar memberi kita kendali, atau justru merampasnya?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.