Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dega Pameling

Gen Z yang Unggul Malah Menganggur

Info Terkini | 2025-01-02 20:22:27

Gen Z yang Unggul Malah Menganggur

Akhir-akhir ini pengangguran di Indonesia terutama di kalangan Gen Z (Generasi Z) menjadi isu serius yang harus diberi perhatian khusus. Gen Z lahir di era digital sehingga dikenal sebagai generasi kreatif dan inovatif. Namun, di balik keunggulan itu, ada fakta mengejutkan bahwa tingkat pengangguran di kalangan mereka cukup tinggi. .Banyak lulusan baru (fresh graduate) dari Gen Z ini menghadapi tantanngan yang signifikan dalam memasuki dunia pekerjaan. Berdasarkan data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2024, sebanyak 3,6 juta Gen Z berusia 15 hingga 24 tahun yang menganggur. Jika dibandingkan dengan total pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia yang mencapai 7,2 juta orang, Gen Z menyumbang sekitar 50 persen dari keseluruhan angka pengangguran terbuka di Indonesia. Mengapa generasi yang lahir dengan akses teknologi tak terbatas justru menghadapi kesulitan dalam dunia kerja?

Sebagai generasi pertama yang dibesarkan di era digital, Gen Z dikenal memiliki kreativitas dan inovasi yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka mampu beradaptasi dengan teknologi, memiliki kesadaran sosial yang tinggi, dan menunjukkan perhatian besar terhadap masalah lingkungan dan keesehatan mental. Keunggulan-keunggulan tersebut menjadikan Gen Z berpotensi untuk berkontrubusi dalam pembangunan negara, terutama dalam mengejar tujuan Indonesia Emas 2045. Mengingat Gen Z merupakan mayoritas dari populasi Indonesia, dengan jumlah mencapai 71,5 juta orang atau sekitar 26,4 persen dari total penduduk menurut Sensus Penduduk 2020 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, mereka memiliki posisi penting dalam peta pembangunan nasional.

Di era sekarang Gen Z memiliki beberapa tantangan dalam menghadapi dunia kerja. Menurut Pusat Analisis Keparlemenan DPR RI, Tantangan yang dihadapi Gen Z saat ini adalah munculnya fenomena penggunaan banner atau label #Desperate di profil Linkedin. Hal ini menunjukkan rasa frustrasi Gen Z dalam mencari pekerjaan. Hal ini juga sejalan dengan data Sakernas tahun 2023 yang menunjukkan bahwa sekitar 1,47 perseren di populasi Gen Z, atau sekitar 600 ribu orang berada dalam kondisi “putus asa” dalam upaya memperoleh pekerjaan. Selain itu, penyebab lain Gen Z kesulitan mendapat pekerjaan dikarenakan kurangnya keterampilan dan pengalaman kerja, ketidaksesuaian keterampilan dengan kebutuhan industri, kurangnya soft skill seperti komunikasi dan manajemen waktu, dan adanya pembatasan usia yang diberlakukan oleh beberapa perusahaan. Kondisi ini menunjukkan adanya hambatan struktural yang memperburuk peluang kerja bagi Gen Z.

Selain tantangan dalam memperoleh pekerjaan, Gen Z juga rentan terhadap risiko pemutusan hubungan kerja (PHK). Laporan terbaru dari platform konsultasi pendidikan dan karier, Intelligent, mengungkapkan bahwa 6 dari 10 perusahaan telah melakukan PHK terhadap lulusan baru yang mereka rekrut sepanjang tahun 2024. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh perusahaan dalam melakukan PHK tersebut mencakup rendahnya motivasi kerja, kurangnya profesionalisme, dan terbatasnya keterampilan komunikasi

Dengan banyaknya para Gen Z yang tidak mendapatkan pekerjaan, dampak yang ditimbulkan bermacam-macam, mulai dari dampak kepada lingkungan sekitar hingga dampak ke dalam diri para Gen Z. Meningkatnya angka pengangguran menimbulkan kondisi ekonomi negara tidak stabil dikarenakan negara kehilangan tenaga kerja produktif yang membuat roda ekonomi negara melambat bahkan berhenti. Dengan roda ekonomi yang tidak berputar menyebabkan pengeluaran negara akan bertambah, daya beli masyarakat menjadi rendah yang membuat konsumsi masyarakat juga menurun, dan memperlebar kesenjangan sosial dimasyarakat. Para Gen Z yang menganggur bisa mengalami depresi, stres dan kecemasan berlebih dikarenakan tekanan sosial dan kebutuhan finansial. Selain itu Gen Z yang tidak mendapat pekerjaan yang lama dapat menghambat pengembangan keterampilan yang pada akhirnya dapat mempersulit peluang kerja di masa depan. Kalau hal ini dibiarkan terus menerus maka sifat ketergantungan Gen Z kepada orang tua atau keluarga juga bisa meningkat dan tidak memiliki sifat mandiri yang hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran di masa depan.

Agar dampak akibat pengangguran bisa dicegah maka pemerintah perlu melakukan tindakan yang bisa membuat para Gen Z mendapat pekerjaan dengan lebih cepat. Langkah-langkah yang bisa dilakukan antara lain

1. Memperluas program pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri saat ini, baik mencakup keterampilan hard skills maupun soft skills, seperti komunikasi, kerja tim, dan profesionalisme

2. Memperkuat kemitraan antara pemerintah, perusahaan dan institusi pendidikan untuk memastikan keselarasan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan pengangguran Gen Z

3. Membuat kebijakan kepada perusahaan mengenai kualifikasi kerja yang lebih fleksibel untuk membuka jalan yang lebih mudah untuk Gen Z masuk ke dunia kerja;

Melihat potensi besar yang dimiliki Gen Z, serta tantangan yang mereka hadapi dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa, menjadi penting bagi masyarakat khususnya pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terhadap masalah ini. Diperlukan kebijakan dan program yang lebih efektif untuk memfasilitasi akses Gen Z ke dunia kerja. Langkah-langkah solutif perlu diperkuat dengan berfokus pada pemerataan kesempatan kerja, peningkatan dan penyesuaian keterampilan selaras dengan kebutuhan industri, serta perluasan akses ke sektor-sektor baru. Dengan demikian, potensi besar yang dimiliki oleh Gen Z dapat diberdayakan secara optimal guna mendukung pembangunan Indonesia di masa mendatang

Sumber dan Referensi :

cnbc.com, 11 Oktober 2024

detiknews.com, 23 Oktober 2024

World Economic Forum. (2024, August). Global youth employment: Preparing for future jobs. World Economic Forum.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image