Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Deswita Tri Anggraeni

Tekanan Media Sosial pada Gen Z: Menghadapi Tantangan Kesehatan Mental di Era Digital

Eduaksi | 2024-12-29 12:05:22

Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh World Happiness Report 2024 mengemukakan bahwa Gen Z memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah dan lebih rentan terhadap gangguan kesehatan mental dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Salah satu faktor utama yang berkontribusi dalam masalah ini adalah penggunaan media sosial yang kurang bijak. Fenomena seperti ini perlu mendapat perhatian yang serius, mengingat saat ini media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Berbagai platform media sosial seperti Instagram, TikTok, dan X pada awalnya hadir untuk memberikan kemudahan dalam hal komunikasi, hiburan, dan ekspresi diri. Bahkan, platform ini dapat digunakan sebagai alat bagi Gen Z untuk mengejar karier melalui eksplorasi bakat dan minat. Namun, dibalik manfaat-manfaat tersebut, kehadirannya juga membawa tantangan yang besar bagi Gen Z. Tak bisa dipungkiri, kehadiran media sosial justru menciptakan standar-standar baru tentang pencapaian hodup, gaya hidup, dan fisik ideal yang sering kali tidak realistis.

Sebagai generasi yang tumbuh bersama teknologi, Gen Z menghadapi tekanan besar akibat ilusi yang diciptakan media sosial. Dikutip dari laman UNDIP (9/10/2024) Wakil Rektop IV UNDIP, Wijayanto mengemukakan bahwa penggunaan media sosial menciptakan ilusi tentang kehidupan yang sempurna, di mana orang cenderung hanya menampilkan sisi positif hidup mereka. Hal ini menyebabkan seseorang menjadi sering membandingkan hidup mereka dengan gambaran hidup ideal yang diposting oleh orang lain. Akibatnya, muncul perasaan tidak puas saat seseorang membandingkan kehidupannya dengan gambaran hidup ideal yang dipamerkan orang lain. “Ilusi ini menyebabkan kecemasan berlebih dan meningkatkan risiko depresi di kalangan Gen Z,” ujar Wijayanto, seperti dikutip dari laman UNDIP (9/10/2024).

Tekanan ini semakin diperburuk oleh adanya algoritma di media sosial yang justru mendorong konten-konten serupa untuk terus muncul di linimasa pengguna. Misalnya, ketika seseorang terpapar konten tentang gaya hidup mewah atau standar kecantikan tertentu, mereka secara tidak sadar mulai menginternalisasi standar tersebut sebagai norma. Bagi sebagian orang, ketidakmampuan untuk memenuhi ekspektasi ini memicu perasaan rendah diri, stres, dan bahkan kehilangan arah.

Namun perlu diingat pula bahwa media sosial bukan sepenuhnya hal negatif. Jika digunakan dengan bijak, media sosial ini justru bisa menjadi alat yang membantu dalam perkembangan diri, belajar, hingga membangun koneksi yang positif. Salah satu solusianya adalah dengan meningkatkan listerasi digital di kalangan Gen Z. Literasi digital ini dapat membantu seseorang untuk memahami bahwa apa yang terlihat di media sosial hanyalan sebagian kecil dari kehidupan nyata. Perlu dipahami bahwa apa yang ditampilkan di media sosial tak sepenuhnya sama dengan kenyataan yang ada.

Selain itu, ada baiknya jika platform media soaial juga mengambil peranan yang lebih aktif dalam menciptakan lingkungan digital yang sehat bagi Gen Z. Misalnya, dengan memberikan batasan promosi konten yang memiliki potensi dalam memicu rasa todak aman, serta menyediakan fitur-fitur yang mendorong kesejahterasaan mental bagi para penggunanya.

Pada akhirnya, untuk mengatasi tantangan dalam fenomena ini dibutuhkan kolaborasi antara individu, keluarga, komunitas, dan platform yang terlibat. Dengan menggunakan pendekatan yang tepat, media sosial dapat menjadi ruang yang tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga mendukung kesehatan mental penggunanya. Gen Z sebagai generasi penerus memiliki potensi yang besar untuk memanfaatkan teknologi dengan lebih bijak dan menciptakan perubahan positif bagi dunia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image