Membangun Harapan: Asuhan Keperawatan Holistik bagi Pasien HIV/AIDS
Info Sehat | 2024-12-19 21:21:41Hidup seseorang yang terinfeksi oleh virus HIV bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari perjalanan panjang untuk melawan virus tersebut. Di balik diagnosis yang sering membuat mental breakdown, faktanya terselip kisah perjuangan dan keberanian untuk menjalani pengobatan. Dalam menjalani pengobatan, perawat memegang peranan penting sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver), konselor, dan tidak jarang sebagai pemberi harapan bagi pasien.
Dengan menerapkan komunikasi terapeutik dan menumbuhkan sikap empati, perawat tidak hanya memberikan asuhan keperawatan, namun juga memberikan dukungan emosi, intelektual, dan psikologis kepada penderita HIV/AIDS yang terkadang sudah menyerah dan enggan menjalani pengobatan akibat stigma dan diskriminasi yang diterimanya. Dalam artikel ini, kita akan menggali bagaimana asuhan keperawatan dalam menangani pasien HIV/AIDS melalui pendekatan holistik, mulai dari pemberian asuhan keperawatan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
Tantangan dalam Penanganan Pasien HIV/AIDS
Namun, perjalanan dalam menjalani pengobatan tentunya tidak selalu mudah. Pasti akan terdapat berbagai kendala yang harus dihadapi, baik oleh pasien HIV/AIDS maupun tenaga kesehatan, terutama perawat sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan. Salah satu tantangan terbesar adalah stigma dan diskriminasi pada penderita HIV/AIDS. ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) sering menerima perbuatan yang tidak semestinya, sehingga mereka enggan mengutarakan statusnya kepada pasangan atau mengubah perbuatan mereka untuk menghindari respon buruk dari orang lain.
Sehingga, hal tersebut membuat mereka enggan mencari pengobatan dan dukungan serta tidak berpartisipasi dalam mengurangi penyebaran HIV/AIDS. Selain itu, stigma yang ada dalam masyarakat dapat menyebabkan diskriminasi. Diskriminasi yang sering dialami oleh ODHA, di antaranya ditolak bekerja, ditolak dalam menjalani pengobatan, bahkan mendapat perlakuan yang berbeda dari tenaga kesehatan. Tidak hanya itu, diskriminasi yang dialami oleh ODHA bisa datang dari berbagai kelompok masyarakat mulai dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja, lingkungan sekolah, dan lingkungan komunitas lainnya (Muryati, 2019: 14).
Selain stigma, tantangan lain adalah aspek kesehatan mental pasien HIV/AIDS. Diagnosis HIV sering kali menjadi mimpi buruk yang berdampak pada kondisi psikologis, seperti kecemasan, perasaan putus asa, atau bahkan depresi. Pasien mungkin merasa kehilangan motivasi untuk melanjutkan hidup. Hal ini memengaruhi motivasi pasien untuk menjalani pengobatan jangka panjang, seperti terapi antiretroviral (ARV). Dari sisi medis, kepatuhan terhadap terapi ARV juga menjadi tantangan tersendiri. Terapi ARV membutuhkan kedisiplinan tinggi untuk menjaga keberhasilan pengobatan. Namun, efek samping yang dirasakan, seperti mual, lemas, atau gangguan pencernaan, sering kali membuat pasien susah untuk konsisten menjalani terapi ARV. Selain itu, keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan, terutama di daerah terpencil juga menjadi tantangan besar.
Peran Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan bagi Pasien HIV/AIDS
Walaupun tantangan-tantangan dalam penanganan HIV/AIDS sangat kompleks, perawat memiliki peran strategis dalam memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan holistik untuk mengatasi berbagai kesulitan yang dialami oleh pasien. Dalam pendekatan holistik yang mencakup aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual, perawat menjadi garda terdepan dalam mendukung pasien untuk menjalani pengobatan meski menghadapi keterbatasan akibat penyakit ini. Dari segi biologis, asuhan keperawatan terpusat pada pengelolaan kondisi fisik pasien.
Berdasarkan pemikiran Nursalam dan Kurniawati (2007), dapat disimpulkan bahwa perawat harus menerapkan universal precautions dengan cara menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh pasien HIV/AIDS, memakai APD jika perawat melakukan tindakan invasif, dan menggunakan alat medis sekali pakai yang steril. Menurut Muryati (2019), perawat memastikan pasien menjalani terapi antiretroviral (ARV) dan mengonsumsi obat sesuai dengan resep dokter. Memberi makanan yang disenangi dalam porsi kecil namun sering dimakan, memberikan makanan lunak dan tanpa lemak bagi pasien HIV/AIDS yang menderita diare menjadi bagian penting dalam asuhan ini.
Selain itu, perawat juga memberikan edukasi tentang pola hidup sehat yang mendukung sistem kekebalan tubuh, seperti pentingnya minum 8 gelas air putih per hari untuk memenuhi kebutuhan mineral, melakukan olahraga ringan yang dapat memicu imun tubuh lebih baik, dan istirahat yang cukup. Dari segi psikologis, perawat memfasilitasi pasien dalam proses penerimaan diri pada penyakitnya. Nursalam dan Kurniawati (2007), berpendapat bahwa dalam proses penerimaan diri, perawat juga dapat memberikan dukungan sosial kepada pasien berupa emosional, informasi, dan material. Dalam hal ini, perawat berperan dalam membantu dan mengidentifikasi masalah, meningkatkan kepercayaan diri pasien, memberikan kebebasan dalam mengambil keputusan berdasarkan keyakinan dan agamanya, serta memberikan edukasi tentang penggunaan obat secara teratur, istirahat yang cukup, nutrisi yang seimbang, dan perilaku yang dapat berkontribusi dalam penyembuhan.
Asuhan keperawatan dari segi sosial melibatkan perawat dalam membantu pasien menghadapi tantangan yang berkaitan dengan stigma dari masyarakat. Perawat bertindak sebagai pemberi informasi yang diinginkan pasien, memberikan kesempatan untuk mengekspresikan emosi, menjelaskan betapa pentingnya kehadiran pasien bagi orang lain, dan memberikan dukungan moral, material, spiritual, serta menghargai pasien (Nursalam dan Kurniawati, 2007). Sedangkan asuhan keperawatan dari segi spiritual lebih difokuskan pada penerimaan diri pasien terhadap penyakitnya.
Oleh karena itu, perawat harus meyakinkan pasien untuk selalu memiliki harapan untuk sembuh dan dapat berpikir positif terhadap penyakitnya, membantu pasien menemukan makna dalam perjuangan mereka, dan mendukung mereka dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing. Dukungan spiritual ini akan membantu pasien menerima kondisi mereka dan menjaga motivasi mereka dalam menjalani pengobatan.
Kesimpulan
Namun, peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan pendekatan holistik tentunya tidak bisa berdiri sendiri. Dalam penanganan pasien HIV/AIDS, membutuhkan kerja sama lintas profesi. Perawat bekerja sama dengan dokter, psikolog, konselor, keluarga, organisasi masyarakat, dan lainnya untuk memberikan perawatan yang menyeluruh. Kolaborasi ini menjadi kunci untuk memastikan bahwa semua kebutuhan medis, psikologis, sosial, maupun spiritual pasien terpenuhi. Pada peringatan Hari AIDS Sedunia (HAS) 2024 ini, mari kita tingkatkan kesadaran akan pentingnya kerja sama dari berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, tanpa diskriminasi, dan mendukung bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Referensi:
- Muryati. (2019). HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN STIGMA PADA PASIEN HIV/AIDS OLEH PERAWAT DENGAN PERAN PERAWAT DALAM PEMBERIAN PELAYANAN DI GRAHA AMERTA RSUD DR SOETOMO SURABAYA. (Skripsi Sarjana, Universitas Muhammadiyah Surabaya). https://repository.um-surabaya.ac.id/7480/1/Pendahuluan.pdf
- Nursalam & Kurniawati. (2007). Asuhan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.