Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Tren Modis yang Menyisakan Masalah Besar

Gaya Hidup | 2024-12-19 14:58:01
sumber: theretailbulletin.com )" />
pencemaran fast fashion (sumber: theretailbulletin.com )

Industri fashion kini tengah diubah oleh hadirnya fenomena fast fashion, sebuah model bisnis yang memproduksi pakaian dalam jumlah besar dengan desain yang cepat mengikuti tren. Fenomena ini menawarkan kemudahan bagi konsumen, terutama kalangan muda, untuk selalu tampil modis dengan harga terjangkau. Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat dampak besar yang sering kali diabaikan, baik terhadap lingkungan maupun kesejahteraan sosial.

Fast fashion memungkinkan produsen untuk merilis desain baru secara rutin, bahkan hingga 42 koleksi dalam setahun. Dengan harga yang murah, industri ini menjadi pilihan utama bagi konsumen yang ingin terus tampil dengan pakaian terbaru. Namun, meskipun menguntungkan konsumen, siklus konsumsi yang cepat ini menimbulkan sejumlah masalah yang tak bisa diabaikan. Salah satunya adalah dampak lingkungan yang semakin buruk.

Industri fast fashion berkontribusi besar terhadap kerusakan lingkungan. Proses produksi yang cepat memerlukan banyak sumber daya alam, seperti air dan energi, serta menghasilkan emisi karbon yang cukup besar. Bahkan, diperkirakan industri ini menyumbang sekitar 10% dari total emisi karbon di dunia. Selain itu, penggunaan bahan sintetis seperti poliester yang umum ditemukan pada produk fast fashion turut memperburuk pencemaran, terutama mikroplastik di laut. Pakaian berbahan ini sangat sulit terurai, dan proses produksinya juga mencemari sumber daya air dengan bahan kimia berbahaya.

Tak hanya itu, aspek sosial dari fast fashion juga sering terabaikan. Meskipun menawarkan harga murah, banyak pekerja di negara-negara berkembang yang terpaksa bekerja dalam kondisi yang sangat buruk. Upah yang rendah, jam kerja panjang, dan lingkungan kerja yang tidak aman adalah kenyataan yang harus mereka hadapi setiap hari. Pabrik-pabrik tempat mereka bekerja sering kali tidak memenuhi standar keselamatan yang memadai, yang menambah risiko bagi para pekerja.

Keruntuhan pabrik Rana Plaza terjadi pada 24 April 2013 di Savar Upazila, Distrik Dhaka, Bangladesh (sumber: AFP/ GETTY IMAGES)

Tragedi seperti runtuhnya pabrik Rana Plaza di Bangladesh pada 2013, yang menewaskan lebih dari 1.000 pekerja, menunjukkan sisi kelam dari industri fast fashion. Insiden ini mengungkapkan harga tinggi yang harus dibayar oleh pekerja yang terlibat dalam produksi pakaian yang kita beli dengan harga murah. Banyak di antara mereka yang bekerja dalam kondisi buruk tanpa perlindungan yang memadai.

Selain dampak terhadap pekerja, fast fashion juga mendorong terciptanya budaya konsumsi yang tidak berkelanjutan. Harga pakaian yang murah dan desain yang cepat berubah membuat banyak orang tergoda untuk terus membeli barang baru tanpa memikirkan nilai jangka panjangnya. Pakaian yang sudah tidak lagi mengikuti tren cepat dibuang meski masih bisa digunakan . Inilah yang disebut dengan budaya "throwaway", di mana barang-barang dibeli dan dibuang tanpa rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.

Budaya ini menciptakan siklus konsumsi yang merusak, di mana kita terus membeli barang hanya karena tren atau dorongan iklan. Akibatnya, banyak pakaian yang berakhir di tempat pembuangan sampah padahal masih bisa didaur ulang atau digunakan kembali. Ini berkontribusi pada akumulasi limbah tekstil yang semakin sulit diatasi.

Dengan kenyataan ini, sudah saatnya kita mulai mempertimbangkan kembali kebiasaan belanja kita. Sebagai generasi yang semakin peduli dengan keberlanjutan, kita memiliki kekuatan untuk membuat pilihan yang lebih bijak. Alih-alih terus mendukung industri yang berfokus pada keuntungan jangka pendek, kita bisa memilih produk yang lebih berkelanjutan, baik dari segi kualitas maupun proses produksinya. Saat ini, banyak merek yang mulai menerapkan prinsip produksi yang lebih bertanggung jawab, seperti menggunakan bahan ramah lingkungan dan mendukung kondisi kerja yang layak bagi pekerja.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image