Merebut Kembali Ruang Digital: Membangun Diskusi Positif di Dunia Digital
Eduaksi | 2024-12-14 12:56:27Di zaman digital ini, media sosial seharusnya menjadi jembatan yang menghubungkan pemikiran, gagasan, dan diskusi. Namun, yang seringkali kita temui malah sebuah fenomena yang cukup ironis. Media sosial yang seharusnya menjadi ruang untuk menyampaikan kritik, justru sering kali beralih fungsi menjadi ajang untuk mencari celah dan menjatuhkan orang lain.
Jika kita melihat dengan seksama, apa yang kita sebut sebagai "kritik" di media sosial tak jarang berupa sesuatu yang lebih mirip dengan serangan pribadi. Seorang figur publik, selebriti, atau bahkan seseorang yang memiliki pendapat berbeda, bisa menjadi sasaran kritik yang tajam dan penuh dengan sarkasme. Alih-alih berbicara tentang substansi atau ide yang disampaikan, diskusi malah berfokus pada hal-hal yang tidak relevan, seperti penampilan fisik atau kehidupan pribadi seseorang.
Fenomena ini semakin marak ketika sebuah pendapat atau opini dipandang berbeda oleh sebagian orang. Yang terjadi kemudian merupakan penyerangan untuk membuat lawan bicara merasa terpojok. Di sini, media sosial yang seharusnya menjadi tempat berbagi pandangan malah berubah menjadi tempat pencurah kebencian.
Sarkasme dan humor yang tak beretika sering kali mengarah pada pengurangan kualitas diskusi. Padahal, kritik yang konstruktif bukanlah soal mencari kelemahan orang lain atau menjatuhkan mereka. Kritik seharusnya membuka peluang untuk perbaikan, memberikan masukan yang membangun, dan memperkaya wawasan, bukan hanya sekadar menunjukkan kekurangan atau kesalahan seseorang.
Fenomena ini memunculkan pertanyaan besar: Apakah kita sudah benar-benar memahami esensi dari kritik itu sendiri? Apakah kita bisa lebih bijaksana dalam menyampaikan pendapat di ruang digital ini?
Dalam banyak kasus, yang hilang dari diskusi adalah empati. Sebagai manusia, kita seharusnya sadar bahwa di balik layar ponsel atau komputer, ada orang-orang yang merasakan dampak dari komentar yang kita tuliskan. Seringkali, komentar yang hanya kita anggap sebagai "kritik pedas" bisa saja menyakiti dan mengganggu kesejahteraan mental orang lain. Media sosial, yang awalnya dirancang untuk memperluas wawasan, kini kadang menjadi ladang bagi komentar bernada kasar yang mengarah pada pembulian.
Lantas, bagaimana kita bisa mengubahnya? Pertama, mari kita pahami bahwa kritik yang baik bukanlah serangan, melainkan kesempatan untuk menyampaikan pandangan dengan cara yang baik dan penuh rasa hormat. Dengan memahami posisi orang lain, kita bisa memberikan masukan yang lebih bijaksana, tanpa harus merendahkan. Kita perlu menyadari bahwa keberagaman pendapat adalah hal yang biasa, dan perbedaan tidak selalu berarti perlawanan.
Media sosial harusnya bisa menjadi ruang di mana kita saling belajar, menghargai, dan mendorong satu sama lain untuk berkembang. Ini adalah platform yang memungkinkan kita untuk menjalin komunikasi yang lebih terbuka dan inklusif. Kalau kita bisa menjaga sikap kritis yang konstruktif dan menghindari perbuatan yang merendahkan, media sosial akan kembali menjadi tempat yang memperkaya hidup kita, bukan menguras energi kita dengan kebencian.
Saatnya kita mengubah paradigma tentang bagaimana kita menggunakan media sosial. Kritik boleh, tetapi mari kita pastikan kritik itu memberi kemajuan, bukan malah menciptakan tempat pertikaian. Di dunia maya, mari kita jaga kata yang kita ujarkan tetap menjadi alat yang membangun, bukan senjata yang menghancurkan orang lain. Kritik yang membangun akan jauh lebih kuat daripada cemoohan yang menghancurkan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.