Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Damay Ar-Rahman

Hati yang Kembali

Sastra | 2024-11-23 11:38:55
Ilustrasi. Canva

Seperti malam-malam kemarin, lembut udara timur Jeddah membuat Haila merasakan ketenangan yang damai. Rembulan bercahaya jelita, bagai hatinya yang telah pulih dari pengalaman menyakitkan sehingga membuat tidak berdaya dan ingin pergi dari dunia fana.

Haila, gadis bermata sipit dengan warna bola mata yang kebiru-biruan menatap purnama sehingga binar kedua mata itu tampak jelas disertai air mata yang mengalir secara perlahan membasahi pipi tirusnya. Tanpa orangtua, memang sangat kesepian. Terutama ibu, yang selama ini selalu setia menjadi pendengarnya. Tidak pernah menyalahkan, apalagi mengatakan ia adalah orang yang lemah.

Namun, karena amarah seorang pria, Haila harus menjadi sebatang kara, lelaki itu adalah sosok monster yang mengusik hidupnya dan juga ibu. Bukan ayah kandung, tetapi pernikahan kedua ibu.

Pria itu, kini telah pergi seenaknya dengan perempuan lain. Takkan pernah ia maafkan.Sebelum berangkat ke tanah suci, Haila telah memilih lokasi tersebut untuk memohon segala permintaan, baik yang telah lama tersimpan di hati, maupun yang baru saja ingin disampaikan.

Apakah benar, kata orang-orang bahwa menikah adalah solusi yang tepat untuk bisa menikmati kelanjutan hidup. Sebagai seorang wanita, Haila sudah sepantasnya berumah tangga. Umurnya telah kepala tiga. Cukup sudah ia menyendiri. Tujuh tahun, telah menjadi pengalaman berharga dalam soal pasangan.

"Harry, mengapa kamu tinggalkan saya," ucapnya kembali dalam keluh kesah, sambil memandang gelang bertali biru muda pemberian Harry saat di Azerbaijan.

"Seandainya kamu tidak pergi, pasti itu tidak akan terjadi."

Setelah menangis mengenang wajah Harry, ia tertidur di atas sofa. Suara azan terdengar tepat pukul delapan malam. Akhirnya waktu Isya telah tiba. Tetapi, Haila telah tertidur pulas. Padahal, ia menunggu waktu Isya untuk melaksanakan shalat, dan bersiap-siap berjumpa dengan Hasan.

Suara telepon berdering. Terlihat tiga belas panggilan tidak terjawab. Pada deringan ke delapan belas, Haila terbangun. Ia kaget dan melihat jam dinding, menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Astaghfirullah, aduh Hasan menelpon. Pasti dia udah berjam-jam menunggu."
Hailapun kembali menelpon Hasan.
"Assalamualaikum, maaf Hasan aku ketiduran."
"Tak apa Haila. Istirahat saja, besok masih ada waktu." Jawab Hasan dari bawah hotel tempat Haila menginap. Ternyata Hasan telah lama menunggu Haila di bawah. Lima gelas teh hangat telah ia minum.
"Kamu yakin ingin bertemu denganku, sudah tiga kali gagal, ada-ada saja halangannya. Maafkan aku Hasan."
"Tidak apa-apa Haila. Baiklah sampai bertemu besok."
Haila menyesal telah membuat pria itu menunggu. Tanpa ia sadari, Hasan masih menatapnya dari luar jendela kamar hotel.
Esoknya, Haila tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Ia terus bersiap-siap agar dapat bertemu dengan Hasan. Taxi telah menunggu di depan hotel. Haila menaikinya dengan sedikit terburu-buru. Ia khawatir membuat Hasan menunggu. Karena Hasan, adalah seorang dosen muda lulusan Amerika dan Belanda. Banyak karya Hasan dibaca Haila. Mungkin dengan bertemu dengan Hasan, Haila akan mendapat motivasi untuk melanjutkan kehidupannya.
Minuman telah dipesan. Hasan terlihat belum muncul. Mungkin karena di jalan banyak orang-orang untuk makan siang. Hailapun sabar menunggu. Seorang pramusaji datang menghampiri, membawa nampan besi yang dihiasi dengan bunga-bunga mawar. Saat ia membuka, dalam nampan itu terdapat sebuah surat berisikan sebuah puisi. Hailapun membacanya karena kertas puisi itu membuatnya penasaran. Tak lama kemudian Hasan datang. Dan menyapanya dengan panggilan nama.
"Apa maksud surat ini?"
Hasan hanya tersenyum.
"Maksudku apakah engkau sedang bermain-main."
Hasan kembali tersenyum. Hailapun merasa malu. Tapi jujur ia sebenarnya sudah lama mengagumi sosok Hasan.
"Terkadang perginya orang yang kamu cintai, adalah cara Tuhan, untuk mempertemukan kamu dengan orang yang mencintai kamu di waktu yang tepat. Kita tidak harus melupakan masa lalu, kecuali pelajaran dan kenangan."
Haila paham maksud Hasan. Harry, adalah cinta sejati, ia pergi dengan tenang. Bukan berarti Haila tidak melanjutkan hidup. Harry, akan sangat sedih, jika Haila terpuruk. Hailapun, dengan ikhlas melepas Harry, dan menerima Hasan untuk masa depan dunia dan akhirat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image