Kajian Qamiut Thugyan #21
Agama | 2024-11-21 07:58:29(صل الصلاة وزك مالك ثم صم # واعكف وحج وجاهدن فتكرم)
Pada tulisan yang sudah lalu, kita sudah membasah perihal sejarah dari ibadah haji dan apa saja diantara faidah dari ibadah haji itu. Menariknya, pada saat ini orang-orang berlomba-lomba untuk bisa mencapai tanah suci. Ada diantara mereka yang sampai menjual aset yang dimiliki seperti rumah dan tanah sebagai perantara untuk bisa melaksanakan rukun islam yang ke-5 ini. Tentu hal ini tidak dianjurkan dan bahkan bisa bersifat haram jika karena ibadah haji kebutuhan yang lain ditinggalkan seperti nafkah keluarga. Padahal sudah jelas pada hadis Nabi Muhammad yang terdapat pada kitab ‘Arbain Nawawi ketika Nabi Muhammad didatangi oleh malaikat Jibril dan menanyakan apa itu Islam. Kemudian Nabi Muhammad menjawab:
الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله، وتقيم الصلاة، وتؤتي الزكاة، وتصوم رمضان، وتحج البيت إن استطعت إليه سبيلا
Artinya: Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan dan berhaji ke Baitullah jika engkau mampu kesana.
Syekh Dr. Musthofa Dib Albugha dan Dr. Muhyidin dalam karyanyan Al-Wafi fii Syarhil Arbain Nawawi menjelaskan bahwa haji yang dimaksudkan dalam hadis tersebut adalah haji ke Baitulharam sekali seumur hidup bagi mereka yang mampu untuk kesana dan mempunyai kecukupan persediaan bepergian kesana, baik itu berupa bekal, aman dalam perjalanan dan nafkah untuk keluarga.
Untuk tulisan kali ini, kita akan membahas sebuah tema yang katanya sebagian kelompok sudah tidak relevan lagi sekarang ini. Tema tersebut adalah jihad.
26. Cabang Iman ke-26 (Jihad)
Imam Nawawi dalam kitab Qamiut Thugyan menjelaskan bahwa maksud dari jihad di sini adalah memerangi orang-orang kafir untuk menolong agama Islam dan menegakkan syari’at-syari’at Islam. Pada awal masa Islam, jihad merupakan sebaik-baiknya amal ibadah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
رأس الأمر الإسلام وعموده الصلاة وذروة سنامه الجهاد.
Artinya: Pemimpin segala perkara adalah Islam, tiangnya adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad.
Adapun makna hadis ini sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Suhaimi, bahwa asal segala urusan agama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat yang disertai dengan sikap patuh dan taat pada dua kalimat syahadat itu. Maka segala amal perbuatan seseorang dihukumi tidak sah kecuali dia telah masuk kepada agama Islam. Adapaun ibadah yang menjadikan agama Islam ini terangkat adalah melaksanakan sholat lima waktu. Dan paling tingginya ibadah di dalam agama Islam adalah berkorban untuk berjihad memerangi orang-orang kafir sebagai bentuk menolong agama Islam. Pada asalnya, kata سنام pada hadis tersebut adalah sesuatu yang menonjol di punggung unta dekat dengan leher alias punuk unta.
Selain memerangi orang kafir, jihad dalam hadis di atas juga bisa diartikan sebagai mujahadatun nafsi alias jihad melawan hawa nafsu. Bagaimana caranya untuk melakukan jihad ini? Yaitu dengan cara menjaga diri dari hawa nafsu dan mencegahnya dari terus-menerus dalam kesenangan. Selain itu, cara untuk melawan hawa nafsu adalah dengan senantiasa melaksanakan perintah syari’at dan menjauhi larangannya. Ini merupakan jihad yang paling besar dan jihad yang paling utama dibandingkan dengan jihad melawan orang kafir. Hal ini juga termaktub dalam kisah perang Badar. Dikutip dari NU Online, Nabi Muhammad pernah bersabda:
رجعتم من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر فقيل وما جهاد الأكبر يا رسول الله؟ فقال جهاد النفس.
Artinya: Kalian telah pulang dari jihad yang kecil menuju jihad yang besar. Kemudian sahabat bertanya, “apa jihad akbar (jihad yang paling besar) itu wahai rasulallah?”. Nabi Muhammad menjawab, “jihadun nafsi (jihad melawan hawa nafsu”.
KH. Ahmad Muzakki, seorang kyai kharismatik dari Madura dan merupakan pengajar di Ma’had Aly UIN Maulana Malik Ibrahim Malang adalah sosok yang sering melontarkan jargon “Ma’haduna Jihadun Wajtihadun Wa Mujahadah”. Secara tidak langsung, Kyai Muzakki menekankan tiga prinsip fundamental kepada para mahasantri dan mahasiswanya agar menjadi manusia yang siap menghadapi segala tantangan di dunia modern. Ketiga prinsip itu adalah Jihad, Ijtihad dan Mujahadah. Setiap dari prinsip itu sudah tentu mempunyai maksud dan maknanya sendiri-sendiri meskipun bersumber dari kata yang sama, yaitu جهد. Dengan mengutip dari NU Online, ketiga kata ini akan kita bedah satu persatu.
Pertama. Adalah kata jihad yang mempunyai arti suatu usaha keras, kesungguhan, kerja keras, bersungguh-sungguh, kerja keras, hingga berperang. Sehingga bisa kita asumsikan bahwa jihad ini lebih berfokus pada kesiapan dan kesediaan fisik dalam rangka bekerja keras mencapai keinginan dan cita-cita sampai berhasil.
Kedua, Ijtihad yang berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihaadan yang dalam ilmu sharaf masuk pada fi’il tsulasi mazid khumasi. Yang juga mempunyai arti bersungguh-sungguh dan kerja keras. Jika kesungguhan dalam berjihad berangkat dari kesiapan fisik alias bersifat jasmaniyah, maka ijtihad adalah usaha kerja keras yang berangkat dari kesiapan dan kesediaan pemikiran dan renungan atau nafsiyah dan aqliyah. Sudah barang tentu bagi seorang terpelajar mempunyai kewajiban memaksimalkan potensi akalnya dalam ranah ijtihad sebagai langkah memecahkan permasalahan-permasalahan yang bersifat aktual.
Ketiga, Mujahadah. Mujahadah ini adalah kesiapan dan kesungguhan yang berfokus dalam menjalankan praktik-praktik yang bersifat ruhaniyah (spiritual). Mujahadah lebih sering diartikan sebagai usaha untuk membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dan menghiasi diri dengan akhlak-akhlak baik. Di tradisi pesantren, salah satu cara untuk bermujahadah dalam rangka menahan hawa nafsu adalah dengan menjalankan laku tirakat.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَجَاهِدُوْا فِى اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهٖۗ هُوَ اجْتَبٰىكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِى الدِّيْنِ مِنْ حَرَجٍۗ مِلَّةَ اَبِيْكُمْ اِبْرٰهِيْمَۗ هُوَ سَمّٰىكُمُ الْمُسْلِمِيْنَ ەۙ مِنْ قَبْلُ وَفِيْ هٰذَا لِيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ شَهِيْدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِۖ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاعْتَصِمُوْا بِاللّٰهِ ۗهُوَ مَوْلٰىكُمْۚ فَنِعْمَ الْمَوْلٰى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ ࣖ ۔
Artinya: Berjuanglah kamu pada (jalan) Allah dengan sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan tidak menjadikan kesulitan untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu, yaitu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu dan (begitu pula) dalam (kitab) ini (Al-Qur’an) agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka, tegakkanlah salat, tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah pada (ajaran) Allah. Dia adalah pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong. Al-Ḥajj [22]:78
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.