Kemajuan atau Kemunduran Negeri: Uang Tunai dalam Bayangan Uang Elektronik
Info Terkini | 2024-11-18 23:27:28Dewasa ini, uang sebagai alat pembayaran yang sah tidak hanya berupa uang kertas dan juga uang logam. Seiring kemajuan zaman, uang dapat disimpan dalam bentuk elektronik yang selanjutnya kita sebut sebagai uang elektronik. Konsep uang elektronik sendiri merujuk uang yang tidak memiliki bentuk fisik layaknya uang tunai. Proses penyimpanan uang ke dalam bentuk elektronik juga cukup mudah. Kita perlu menyetorkan sejumlah uang ke penerbit uang elektronik dan selanjutnya akan diproses. Hingga akhirnya dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Saat ini terdapat dua jenis uang elektronik. Pertama, uang elektronik dengan dana disimpan dalam bentuk chip dan biasanya berbentuk kartu. Penggunaannya dapat secara langsung atau tanpa menggunakan internet. Sedangkan yang kedua, dana disimpan dalam data di sebuah server. Untuk jenis ini, penggunaan dilakukan dengan menggunakan internet.
Penggunaan uang elektronik ini bak pisau bermata dua, artinya terdapat kelebihan dan kekurangan yang senantiasa mengiringi. Melansir dari sikapiuangmu.ojk.go.id, uang elektronik dan instrumen pembayaran non tunai lainnya memiliki beberapa keunggulan. Yaitu meliputi praktis, efisiensi waktu, tidak repot dengan uang kembalian, dan memudahkan pencatatan transaksi. Menggunakan uang elektronik dalam bertransaksi memang memudahkan kita, tetapi adapun beberapa kekurangan yang perlu Anda ketahui. Beberapa kekurangannya yaitu bergantung pada sinyal, meningkatnya sikap konsumtif, faktor keamanan, serta penurunan interaksi.
Sekarang ini, telah banyak penjual yang menerima pembayaran melalui uang elektronik di tempat usaha yang mereka miliki. Dengan catatan bahwa para penjual ini tetap mau menerima uang tunai sebagai pembayaran. Kebalikannya, terdapat penjual yang hanya mau menerima uang elektronik sebagai alat pembayaran. Bayangkan saja, orang tua Anda yang telah berusia 50 tahun ke atas dan gagap teknologi ditolak saat ingin membayar belanjaan mereka dengan uang tunai. Padahal, sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 ayat (1) UU Mata Uang yang berbunyi, “Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah”. Secara jelas dimaksudkan, bahwa pembayaran dengan tunai ataupun non tunai adalah opsional. Poin pentingnya yakni pembayaran tersebut harus berupa rupiah.
Timbul pertanyaan dalam benak saya, ketika terdapat hukum yang secara gamblang mengatur keabsahan alat pembayaran. Lantas mengapa para pelaku usaha seakan-akan buta terhadap hukum? Selanjutnya, pantaskah kita bangga akan kemajuan teknologi yang ada. Padahal sebaliknya, bahwa kita telah mengalami kemunduran hukum karena kemajuan ini. Selain pertanyaan diatas, juga muncul satu pertanyaan kembali yang hinggap dalam benak. Akankah pemerintah memberi suatu solusi dalam penyelesaian permasalahan ini? Karena kenyataannya, tidak sedikit masyarakat yang mulai resah akan kebijakan para pelaku usaha masa kini.
Penolakan uang tunai sebagai alat pembayaran juga menimbulkan permasalahan baru. Seperti diskriminasi terhadap masyarakat terpencil yang tak tersentuh akan internet. Juga kepada para orang tua yang tidak terlalu mengerti akan teknologi.
Menurut saya meskipun telah menginjak revolusi industri 5.0, setiap pelaku usaha harus memperhatikan hukum yang berlaku. Ini berarti, setiap pelaku usaha tetap memberi akses penggunaan uang tunai sebagai pembayaran. Karena bagaimanapun juga, Indonesia adalah negara hukum. Maka sudah sepatutnya segala hukum tertulis maupun tidak tertulis yang ada harus dipatuhi dan dijalani. Dengan tetap menerima uang tunai sebagai alat pembayaran yang sah, berarti telah menaati dan menjalani Pasal 23 ayat (1) UU Mata Uang. Karena selain menunjukkan bahwa patuh akan hakum, hal ini juga menunjukkan Indonesia merupakan negara yang adil. Memberi keadilan dan kenyamanan bagi masyarakatnya yang belum tersentuh teknologi misalnya. Penting bagi pemerintah untuk selalu mengawasi jalannya roda pembayaran para pelaku usaha agar permasalahan ini segera dapat teratasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.