Memahami Relevansi Akad Fiqh Muamalah di Era Uang Elektronik
Agama | 2025-11-26 10:06:50
Dalam fiqh muamalah, akad dipahami sebagai kesepakatan yang menuntut kejelasan, keadilan, dan amanah. Nilai-nilai tersebut tidak hanya berlaku pada praktik keuangan tradisional, tetapi juga tetap relevan ketika aktivitas ekonomi memanfaatkan platform digital. Prinsip dasar akad membantu memastikan bahwa hubungan antara pihak-pihak yang terlibat berlangsung secara etis dan saling menguntungkan.
Setelah mempelajari teori akad serta membaca jurnal “Analisis Akad dan Perlindungan Konsumen dalam Uang Elektronik” yang ditulis oleh Dwinugrah Yogas Sukmaya, Rahmawati Firanti Nur, dan rekan-rekan, saya melihat bahwa substansi akad tetap hadir meskipun format interaksinya berubah. Ketika pengguna menekan tombol persetujuan atau menambah saldo e-wallet, tindakan tersebut mencerminkan ijab dan qabul dalam bentuk modern. Berbagai jenis akad klasik juga dapat diidentifikasi, seperti wadiah atau qardh ketika dana pengguna disimpan oleh penyedia layanan, bai’ saat melakukan pembelian, dan ijarah ketika membayar jasa seperti transportasi atau layanan aplikasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsep fiqh muamalah cukup fleksibel untuk diterapkan di konteks digital.
Dari sisi syariah, penggunaan uang elektronik lebih dekat pada akad tijarah karena ada pertukaran manfaat dan nilai ekonomi. Namun tetap terdapat aspek tabarru’, misalnya pada pemberian bonus atau cashback yang tidak bertentangan dengan prinsip riba. Di luar itu, saya menilai perlindungan konsumen menjadi isu penting. Kasus saldo hilang, kebocoran data, hingga gangguan sistem menunjukkan bahwa keamanan harta (hifz al-māl) harus benar-benar dijaga sebagai bagian dari tujuan syariah. Penyedia layanan perlu memastikan proses yang transparan dan aman agar kepercayaan pengguna terjaga.
Selain itu, kesadaran masyarakat mengenai struktur akad digital masih terbatas. Banyak orang menggunakan e-wallet tanpa memahami hubungan hukum yang terjadi. Karena itu, literasi fiqh muamalah perlu ditingkatkan, dan penyedia layanan sebaiknya lebih terbuka menjelaskan mekanisme pengelolaan dana. Kejelasan ini dapat mencegah munculnya unsur gharar yang merugikan.
Melihat berbagai tantangan tersebut, saya memandang bahwa ada beberapa langkah yang dapat dilakukan agar praktik uang elektronik semakin selaras dengan nilai-nilai fiqh muamalah. Penyedia layanan perlu memperjelas akad yang mereka gunakan, termasuk bagaimana dana pengguna dikelola dan apa konsekuensinya bagi kedua belah pihak. Transparansi ini tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga memperkuat amanah sebagai prinsip utama dalam muamalah. Di sisi lain, edukasi publik mengenai akad digital juga penting agar pengguna tidak bertransaksi secara pasif tanpa memahami hak dan tanggung jawabnya. Upaya ini dapat memperkuat kesadaran syariah sekaligus mendorong ekosistem digital yang lebih adil dan aman.
Melalui pemahaman tersebut, saya berpendapat bahwa teori akad tetap menjadi fondasi penting dalam aktivitas ekonomi berbasis teknologi. Uang elektronik dapat selaras dengan nilai-nilai syariah selama prinsip kejelasan, amanah, dan perlindungan terhadap pengguna benar-benar diperhatikan. Islam tidak menolak inovasi, tetapi memberikan panduan agar perkembangan teknologi tetap membawa kemaslahatan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
