Sedekah yang Dipaksakan dan Dibiasakan
Eduaksi | 2022-02-16 13:58:27Orang itu memang akan berat ketika bersedekah yang besar kalau tidak pernah dilatih. Contohnya kita, normalnya manusia diantara kita ini siapa sih yang tidak suka uang. Jadi pada dasarnya kita memang suka dengan uang tetapi kesukaan itu perlu untuk dilatih sesekali dianggap sebagai hal yang remeh. Sesekali anggaplah uang 100 ribu seperti uang dua ribu
Dalam bersedekah kita harus memaksakan diri, memaksa untuk melatih sedekah. Coba teman-teman ingat kembali apakah pernah sedekah dengan nominal yang besar? Kalaupun pernah biasanya itu karena terpaksa dengan keadaan. Sesekali memang harus dipaksa, misal traktir teman satu kampus cukup air minumnya saja sudah sampai 700 gelas.
Disisi lain akan muncul riya’ tentu ketika dilihat dalam tasawwuf kalau ada riya’nya maka sedekah tidak akan bernilai. Kalau fiqih itu tidak dibahas, mau riya’ atau tidak. Tapi riya’ itu akan hilang kalau kita sudah terbiasa.
Jangan sampai punya pemikiran untuk menghindari riya’ malah tidak sedekah, justru orang yang seperti itu akan menimbulkan riya’ yang lainnya. Malah hanya menjadi sebuah alasan agar tidak bersedekah. Maka jalan yang terbaik adalah langsung jalan nanti lama-lama akan ikhlas. Karena tidak mungkin pertama kali bersedekah langsung ikhlas.
Hakikat dari sedekah sendiri adalah untuk melatih diri, ketika orang memaksa diri sendiri maka hasilnya akan baik. Contoh ketika orang yang tidak pernah ikut jamaah lalu dipaksa untuk jamaah maka akan berat, namun untuk anak-anak santri yang terbiasa ikut jamaah akan sangat ringan. Itu karena mereka sudah sering melakukannya, pada awalnya memang ada paksaan namun kemudian menjadi kebiasaan.
Sumber : Mohamad Mualim, Lc., M.A.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.