Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ika Juita Sembiring

Keamanan Obat dan Pangan tidak Terjamin, di Mana Peran Negara?

Eduaksi | 2024-11-12 15:36:00
Ilustrasi: Obat-obatan Tidak Layak. Sumber: iStock.

Masih segar dalam ingatan kita ketika pada November tahun 2022 lalu terjadi kasus gagal ginjal akut yang tewaskan ratusan anak. Ini bukan jumlah yang sedikit apalagi menyangkut nyawa manusia. Kasus gagal ginjal akut ini diduga kuat disebabkan oleh obat syrup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG).

Setahun setelah kejadian tersebut, kembali terjadi kasus serupa, yaitu sejumlah anak di berbagai daerah keracunan jajanan yang berasal dari Cina.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menghentikan sementara izin edar produk olahan makanan impor dari Cina, latiao. Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan, pengambilan langkah ini merupakan respons atas laporan kejadian luar biasa keracunan pangan (KLBKP) yang menimpa anak-anak di sejumlah wilayah di Indonesia.

Jatuh pada kondisi yang sama secara berulang bukanlah sebuah prestasi. Seharusnya negara sudah mengantisipasi bahkan mencegah kejadian yang sama berulang. Taruhannya adalah nyawa anak-anak yang seharusnya sangat dijaga. Lemahnya jaminan keamanan obat dan pangan di negeri ini lagi-lagi menelan korban.

Minimnya Peran Negara.

Memastikan keamanan obat dan pangan yang beredar adalah tanggungjawab negara. Baik produk yang diproduksi di dalam negeri maupun produk yang berasal dari luar negeri. Pengawasan dan pengontrolan uji kelayakan, mulai dari bahan, komposisi, proses produksi dan jalannya distribusi. Semua hal ini harusnya adalah kewenangan negara beserta perangkat yang terkait.

Namun tidak demikian, setiap kali ada kejadian yang menelan korban jiwa baru terlihat reaksi negara. Bukankah seharusnya sebelum terjadi sudah dilakukan pencegahan?. 324 kasus bukanlah jumlah yang sedikit, bahkan yang tidak tertolong sebanyak 195 orang. Ini masih kasus gagal ginjal akut pada tahun 2022 yang lalu. Saat ini muncul lagi kasus serupa terkait pangan yang menjadi jajanan anak-anak lagi.

Bahan obat dan pangan yang beredar seluruhnya adalah tanggungjawab negara dalam hal keamanan dan ketersediaannya. Saat ini hanya demi keuntungan berlipat banyak produsen nakal yang menambahkan zat berbahaya dalam obat pun pangan yang beredar. Untuk menekan ongkos produksi digunakan bahan yang murah walau membahayakan dari kesehatan.

Prinsip ekonomi kapitalistik “dengan modal sekecil nya mendapat untung sebesarnya” masih berlaku bahkan menjadi pedoman produsen yang nakal. Tanpa khawatir akan bahaya yang mengintai konsumen terutama anak-anak. Banyak produk yang ditujukan untuk anak-anak baik obat maupun pangan yang dalam titik kritis berbahaya ini. Selamanya para kapital hanya akan berpikir keuntungan bukan keberkahan dalam aktifitas ekonominya.

Tidak Menjamin Solusi

Setelah temuan keracunan makanan produk latiao kemudian ditarik dari peredaran. Bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Digital, BPOM menghentikan penjualan latiao pada platform digital. Tentu hal ini bisa mencegah sebaran yang lebih luas, namun ini bukankah solusi yang mengakar.

Aksi ini dilakukan setelah adanya korban, tentu sangat merugikan negara dan rakyat. Rakyat tidak terlindungi dan negara juga dalam kerugian. Mengapa tidak dilakukan pengawasan dan pengontrolan oleh negara ke market misalnya. Sehingga dapat dicegah jatuhnya korban apalagi sampai menghilangkan nyawa manusia.

Berharap pada sistem kapitalisme hari ini tidaklah mungkin. Dimana kapitalis hanya mengedepankan keuntungan bukan kemaslahatan. Perkara mendasar halal haram saja tidak masuk dalam pertimbangan aktifitas ekonomi apalagi sampai ke perkara thoyib (baik) dikonsumsi oleh konsumen.

Konsep Keamanan Obat dan Pangan dalam Islam Ajaran Islam yang sempurna bahkan dalam perkara apa yang dikonsumsi oleh manusia. Sangat jelas pengaturannya, bahkan ada di dalam banyak Firman Allah SWT juga dalam hadist Rasulullah SAW. Apa yang masuk ke dalam tubuh manusia akan sangat berpengaruh pada seluruh aktifitasnya, terutama aktifitas ibadah. Maka islam sangat menjaga dan tidak sembarangan memasukkan zat obat pun pangan ke dalam tubuh.

Dalam surah Al Maidah ayat 88 Allah SWT berfirman: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thoyib) dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian telah beriman kepadaNya”.

Syekh Abu Bakar Jabir al-Jazairi mudarris tafsir di Masjid Nabawi dalam Aisarut Tafasir menjelaskan bahwa maksud dari kata halal adalah sesuatu yang suci, tidak najis, dan tidak menjijikan yang tidak disukai oleh jiwa. Dan thayib adalaha segala sesuatu yang tidak membahayakan, dan itu adalah segala sesuatu yang Allah izinkan untuk dimanfaatkan.

Dalam Islam setiap pemimpin adalah pengurus dan bertanggungjawab terhadap apa yang diurusnya. Termasuk dalam perkara pangan, ada tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh seorang Pemimpin. Melalui regulasi dan sejumlah mekanisme yang ditetapkan oleh negara.

Kebijakan keamanan obat dan pangan yang ditetapkan oleh negara Islam sebagai berikut:

1). Mengatur regulasi untuk industri obat dan pangan agar sesuai dengan ketentuan dalam Al Quran yakni halal dan thayib.

2). Melakukan pengawasan dengan peran al hisbah (lembaga negara yang berperan dalam pengawasan dan pengontrolan pangan).

3). Melakukan edukasi secara menyeluruh kepada rakyat melalui lembaga kesehatan.

4). Menindak tegas siapa saja yang menyalahi ketentuan peredaran obat dan pangan.

Dengan kebijakan yang terintegritas dan menyeluruh, negara dapat menjamin keamanan obat dan pangan yang beredar. Pencegahan sebelum terjadi masalah, dan penanganan apabila kemudian hari ditemukan masalah. Jaminan obat dan pangan sesuai dengan ketentuan Allah SWT akan tercapai, yakni halal dan thoyib. Wallahua`lam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image