Definisi Kepemilikan (al-Mulk) dalam Fiqh Muamalah
Agama | 2025-12-03 15:29:41
Pendahuluan
Dalam fiqh muamalah (yurisprudensi komersial Islam), kepemilikan bukan sekadar masalah hukum kendali atas properti. Kepemilikan mencerminkan hubungan spiritual dan etika antara manusia, kekayaan, dan Sang Pencipta. Kepemilikan dalam Islam bersifat bersyarat dan terbatas; bersyarat karena harus diperoleh melalui cara-cara yang sesuai dengan syariah, dan terbatas karena kepemilikan akhir adalah milik Allah. Akibatnya, tidak semua bentuk kepemilikan yang dianggap sah dalam sistem konvensional secara otomatis diakui sah menurut hukum Islam.
Pembahasan
Terdapat landasan dasar yang membahas mengenai konsep kepemilikan didalam Al-Qur’an yang tercantum dalam QS. Al-Ma’idah: 120 :
لِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا فِيْهِنَّۗ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌࣖ ١٢٠
“Kepunyaan Allahlah kerajaan di langit dan di bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan Dia maha kuasa atas segala sesuatu” (QS. al-Ma’idah: 120).
Dalam ayat tersebut membahas tentang kepemilikan. Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah SWT. merupakan pemilik mutlak atas langit dan bumi, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kepemilikan ini. Dalam Islam, kepemilikan diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, diantaranya :
Kepemilikan Individu (Milk al-Fard)
Kepemilikan Umum (Milk al-Khassah)
Kepemilikan Negara
Setelah mengetahui bagaimana konsep dan berbagai jenis dari kepemilikan dalam Islam, kita sebagai umat muslim wajib untuk bisa mengimplementasikannya di kehidupan sehari-hari. Supaya kita lebih mengenal mana yang seharusnya menjadi hak milik dan mana yang bukan.
Sumber daya alam merupakan potensi kekayaan bumi, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan kesejahteraan manusia. Kekayaan alam merupakan anugerah dari Allah yang diamanahkan untuk umatnya. Amanah tersebut seharusnya dijaga dan dilakukan dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran masyarakat. Pengelolaan (tasharruf) sumber daya alam dalam Islam meliputi energi (barang-barang tambang), laut, hutan, air dsb., yang mana telah disyariatkan mengelolanya dengan baik dan benar. Upaya dalam memperoleh harta disebut dengan iktisab. Iktisab didefinisikan sebagai berusaha atau berjalan di muka bumi untuk menghasilkan harta/kekayaan. Pembahasan ini sesuai syara’ (Islam telah membahasnya dalam nash-nash syar’iyyah) sehingga seorang muslim tidak menemukan celah untuk tidak berusaha. Urgensi dan kewajiban berusaha bagi seorang muslim menjadi posisi penting dalam bertaqarrub kepada Allah, karena tanpa memiliki harta banyak ibadah yang tidak bisa dilakukannya seperti haji, sedekah, infak dan lain-lain. Yang dibahas dalam artikel ini adalah sebab-sebab yang berkaitan dengan kepemilikan secara langsung maupun tidak langsung.
Kesimpulan
Fiqih muamalah lebih dari sekadar mengatur teknis perolehan dan penggunaan kekayaan, ia menetapkan kerangka moral yang menginformasikan perilaku ekonomi. Kepemilikan bukan hanya tentang "memiliki" sesuatu; ia juga menyiratkan tanggung jawab sosial dan spiritual baik dalam perolehan maupun penggunaannya. Meskipun Islam mengakui hak milik pribadi, Islam dengan tegas melarang praktik-praktik seperti penimbunan kekayaan (Ihtikar), monopoli, eksploitasi, dan perampasan hak-hak publik secara tidak adil. Mekanisme seperti zakat, infaq, wakaf, dan larangan riba berfungsi sebagai alat korektif untuk mengatasi potensi distorsi yang dapat timbul dari kebebasan ekonomi individu.
Sebaliknya, kapitalisme, yang menempatkan kepemilikan pribadi pada intinya, cenderung mendorong individualisme, keserakahan, dan akumulasi kekayaan tanpa batas. Dengan menghilangkan dimensi spiritual dan sosial dari pengelolaan ekonomi, kapitalisme telah menghasilkan sistem yang sering kali menguntungkan pemilik modal sambil meminggirkan populasi yang rentan. Ketimpangan kekayaan, degradasi lingkungan, dan krisis moral dalam ekonomi modern semuanya merupakan gejala sistem pasar yang terpisah dari nilai-nilai etika.
Islam tidak hanya mengkritik kapitalisme pada tingkat ideologis, ia menawarkan paradigma alternatif yang terintegrasi dengan nilai, menggabungkan prinsip-prinsip ilahi, keadilan sosial, dan keberlanjutan. Kepemilikan Islam memberikan ruang bagi hubungan yang seimbang antara hak dan tanggung jawab, antara kepentingan pribadi dan kebutuhan komunal, dan antara pertumbuhan ekonomi dan integritas moral. Dengan memperlakukan aktivitas ekonomi sebagai bentuk ibadah dan kewajiban kepada orang lain, Islam menawarkan visi untuk sistem yang tidak hanya produktif tetapi juga adil dan bermartabat.
Oleh karena itu, memperkuat konsep kepemilikan berbasis syariah tidak hanya penting bagi identitas hukum Islam, tetapi juga memberikan kontribusi yang berarti bagi wacana global tentang reformasi ekonomi. Dalam dunia yang semakin kompleks yang menghadapi berbagai krisis mulai dari kemiskinan hingga keruntuhan lingkungan, pendekatan Islam yang seimbang terhadap kepemilikan, yang berlandaskan pada hak dan tanggung jawab sosial, dapat menjadi model yang kuat untuk membangun tatanan ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
