Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aldo Tona Oscar Septian Sitinjak, S.H.

Wujudkan Wajib Pajak dan Petugas Pajak Bermoral Penuh Integritas

Kolom | 2024-11-09 01:09:45
Aldo Tona Oscar Septian Sitinjak, S.H. (Sumber: Dokumentasi Observasi di Pengadilan Negeri Gedong Tataan)

Pemerintahan Jokowi menargetkan penerimaan pajak pada 2024 sebesar Rp1.988,9 triliun. Target ini tumbuh 9,4% dibandingkan perkiraan realisasi 2023 yang mencapai Rp1.818,2 triliun (Informasi APBN Tahun 2024).
Upaya mencapai target pajak pada tahun ini tidak mudah. Ada sederet permasalahan yang harus direspons, antara lain tensi geopolitik yang semakin memanas. Perang Rusia dan Ukraina yang belum selesai, disambung oleh perang Israel dan Palestina menjadi tantangan bagi upaya dalam mencapai target pajak pada tahun 2024. Ketegangan Amerika Serikat (AS) dan China juga patut dicermati karena akan memberikan pengaruh terhadap perdagangan global. Tantangan lain yang muncul adalah dampak perubahan iklim yang sudah terlihat sekarang dengan kekeringan di mana-mana dan memicu krisis pangan dalam jangka waktu lama. Yang tidak kalah pelik adalah perkembangan digitalisasi yang teramat cepat.

Realisasi Penerimaan Pajak Terkini
Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung (Sumselbabel) menutup tahun 2023 dengan keberhasilan mencapai target penerimaan di semua unit kerja di wilayah kanwil tersebut. Dengan target penerimaan APBN 2023 sebesar Rp20,43 triliun dan target penerimaan Perpres 75/2023 sebesar Rp20,74 triliun, kanwil DJP Sumselbabel mengukir capaian penerimaan bruto sebesar Rp23,61 triliun dan penerimaan netto sebesar Rp21,81 triliun atau 106,8% dari target APBN dan 105,2% dari target Perpres 75.
Capaian Kanwil DJP Sumselbabel tahun 2023 berdasarkan jenis pajaknya terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp9.596,95 miliar, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp9.521,83 miliar, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P5L sebesar Rp2.473,62 miliar, dan pajak lainnya sebesar Rp221,55 miliar.
Secara nasional, target penerimaan DJP juga mengalami hattrick capaian penerimaan. Kali ini bukan satu, bukan dua, melainkan tiga kali berturut-turut penerimaan pajak nasional berhasil mencapai target. Realisasi penerimaan pajak nasional adalah sebesar Rp1.869,2 triliun atau tercapai 108,8% dari APBN tahun 2023 dan 102,8% dari target Perpres 75/2023.
Patut disadari, kinerja penerimaan tahun 2023 sempat melambat dibandingkan tahun sebelumnya, terutama disebabkan oleh penurunan signifikan harga komoditas, penurunan nilai impor, dan tidak berulangnya kebijakan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Ke depannya, penerimaan pajak akan mengikuti fluktuasi variabel ekonomi makro, terutama harga komoditas, konsumsi dalam negeri, belanja pemerintah, aktivitas impor, dan variabel lainnya.
Selain itu, strategi pemberian berbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur juga diharapkan mampu mendorong percepatan pemulihan dan peningkatan daya saing investasi nasional, serta memacu transformasi ekonomi.

Arah Kebijakan Pajak Tahun 2024
Adapun kebijakan umum perpajakan tahun 2024 diarahkan untuk mendukung proses transformasi ekonomi agar terus berjalan di tengah berbagai tantangan. Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan terkait Pengawasan Pembayaran Masa (PPM) dan Pengawasan Kepatuhan Material (PKM). Selain itu, kebijakan lain juga dilakukan untuk mengoptimalkan capaian penerimaan pada tahun mendatang, antara lain mendorong tingkat kepatuhan dan integrasi teknologi dalam sistem perpajakan, memperluas basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi, memperkuat sinergi melalui joint program, memanfaatkan data, dan melakukan tindakan penegakkan hukum.
Pemerintah turut menjaga efektivitas implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) untuk mendorong peningkatan rasio perpajakan dan insentif perpajakan yang semakin terarah dan terukur guna mendukung iklim dan daya saing usaha, serta transformasi ekonomi yang bernilai tambah tinggi.
Secara teknis, dalam optimalisasi perluasan basis perpajakan sebagai tindak lanjut UU HPP, langkah yang ditempuh adalah tindak lanjut program pengungkapan sukarela dan implementasi NIK sebagai NPWP.
Ditjen Pajak akan menguatkan ekstensifikasi pajak serta pengawasan terarah dan berbasis kewilayahan, seperti implementasi penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4) dan prioritas pengawasan WP High Wealth Individual (HWI) beserta WP Group, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital.
Dari kegiatan penegakkan hukum, Ditjen Pajak tetap akan menjunjung tinggi prinsip yang berkeadilan, di mana melakukan optimalisasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan pemanfaatan kegiatan digital forensik.
Ditjen Pajak optimis dapat mengatasi seluruh tantangan mengingat Core Tax Administration System (CTAS) akan diimplementasikan pada pertengahan tahun 2024. Melalui implementasi CTAS, diharapkan sistem informasi serta proses bisnis Ditjen Pajak dapat semakin terintegrasi dan andal sehingga menjadikan Ditjen Pajak sebagai institusi penerimaan negara yang kuat, kredibel, dan akuntabel.
Pajak tidak hanya berkaitan dengan penerimaan negara. Pajak juga menjadi instrumen kebijakan fiskal, baik untuk mendukung program pemerintah maupun dalam kondisi darurat (discretionary measures). Instrumen yang dimaksud di antaranya berupa Insentif Perpajakan, antara lain: PPN tidak terutang atas pengusaha kecil (omzet sampai dengan Rp4,8 Miliar), PPN dibebaskan atas barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan dan kesehatan, Tax Holiday & Tax Allowance, Pengurangan 50% tarif PPh bagi WP badan UMKM (omzet sampai dengan Rp50 Miliar), PPh final 0,5% untuk WP dengan omzet usaha tertentu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, pembebasan PPh final untuk WP OP dengan omzet tertentu sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 dengan omzet sampai dengan Rp500 juta, Free Trade Zone (dibebaskan PPN dan PPnBM), PPN tidak dipungut di Kawasan Berikat, pembebasan PPN atas impor atau penyerahan mesin dan/atau peralatan, PPN tidak dipungut atas alat angkutan tertentu, PPN DTP atas rumah, serta PPN DTP atas mobil listrik. Insentif tersebut sudah berjalan dan diharapkan akan berlanjut pada 2024 ini.

Moral dan Integritas Wajib Pajak dan Petugas Pajak
Indonesia merupakan negara besar yang terdiri dari berbagai pulau dan juga masyarakat yang beragam, baik dari suku, agama, dan budaya. Masyarakat Indonesia selalu diajarkan untuk memiliki moral dan juga integritas dalam berpikir dan berperilaku. Cara berpikir dan berperilaku merupakan cerminan diri atau jati diri yang sesungguhnya. Sebagai pribadi yang bermoral tentunya harus selalu memiliki sifat yang jujur dan selalu dibarengi dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, termasuk dalam hal menjadi seorang wajib pajak.
Seseorang ditetapkan sebagai Wajib Pajak tentunya bukan tanpa alasan, proses penetapan tersebut didasarkan atas kepercayaan dari pemerintah untuk bersama-sama membangun Indonesia menjadi lebih baik melalui proses perpajakan dari semua wajib pajaknya. Seseorang dikatakan bermoral apabila mempunyai pertimbangan yang baik dalam menentukan baik-buruknya suatu hal, dan tentunya seseorang yang bermoral adalah seseorang yang memiliki akhlak yang baik. Sedangkan seseorang dikatakan memiliki integritas apabila seseorang dapat menyesuaikan antara ucapannya dan tindakannya, dan seseorang yang berintegritas tentunya adalah seseorang yang berkepribadian jujur dan berkarakter kuat.

Berdasarkan prinsip moral dan integritas tersebut, maka seharusnya bisa diaplikasikan langsung oleh seorang wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Indonesia menganut prinsip self assessment yang menyatakan bahwa wajib pajak diberikan kewenangan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang diwewenangkan kepada Wajib Pajak sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Berdasarkan prinsip tersebut tentunya menuntut seorang wajib pajak untuk selalu mengedepankan prinsip moralitas dan integritas dalam menyampaikan pelaporan perpajakannya. Dengan diberikannya kewenangan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya bukan berarti seorang wajib pajak dapat berperilaku seenaknya saja dan tidak jujur dalam menyampaikan pelaporan pajaknya.

Sebagai wajib pajak hendaknya tidak mengikuti perilaku yang dilakukan oleh Para Pengemplang Pajak yang telah mencederai nilai dan rasa keadilan, Wajib Pajak hendaknya selalu memiliki moral yang baik dan menjunjung tinggi integritas dalam berperilaku. Sebagai Wajib Pajak, kita harus selalu jujur dan disiplin dalam menyampaikan kewajiban perpajakan kita sesuai dengan prinsip self assessment dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sementara itu, hingga saat ini masih ada stigma negatif yang beredar di kalangan masyarakat terkait petugas/aparat perpajakan yang dinilai selalu menggelapkan pajak yang dibayarkan masyarakat, sehingga hal itu juga membuat masyarakat menjadi antipati terhadap segala hal tentang pajak termasuk membayar dan melaporkan kewajiban pajaknya. Tentu saja perilaku tersebut tidak dapat ditolerir sama sekali karena hal tersebut merupakan suatu tindakan yang bisa dituntut secara pidana.

Di sisi lain, Petugas Pajak harus bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa ia mampu menjaga moral dan integritas dalam pelaksanaan tugas. Dengan dukungan sistem pengawasan internal yang optimal serta memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mendukung penjagaan moral dan integritas tersebut, Petugas Pajak dapat membuka saluran pengaduan yang bisa diakses dengan mudah serta tindak lanjut dari aduan tersebut dilaksanakan dengan akuntabel dan transparan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terjadinya sinergi penjagaan dalam penegakkan moral dan integritas antara Petugas Pajak dan Wajib Pajak akan menimbulkan efek positif dalam menunaikan amanah konstitusi sebagai Petugas Pajak dan Wajib Pajak, sehingga terwujudlah cita-cita bersama yakni Pajak Kuat, APBN Sehat, Indonesia Sejahtera. Ayo bersinergi dalam menegakkan moral dan integritas, demi cinta sejati pada Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image