Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hersa Widha Aulia

Menakar Optimisme Pajak di Tangan Gen Z: Dari Apatis Menjadi Kritis

Humaniora | 2025-12-18 17:09:31

Berbicara tentang pajak di hadapan Generasi Z (Gen Z) sering kali memantik reaksi beragam. Ada yang acuh tak acuh, ada yang bingung, namun tidak sedikit pula yang sinis. Reaksi sinis ini bukan tanpa alasan. Paparan informasi yang masif di media sosial mengenai gaya hidup mewah oknum pegawai pajak atau kasus korupsi yang viral, sedikit banyak telah menggerus kepercayaan publik, khususnya anak muda.

Namun, apakah skeptisisme ini lantas membuat Gen Z menjadi generasi yang anti-pajak? Jawabannya tentu tidak. Justru, di balik sikap kritis tersebut, tersimpan optimisme baru bagi masa depan perpajakan Indonesia.

Gen Z adalah generasi yang unik. Mereka tumbuh berdampingan dengan teknologi dan memiliki akses informasi yang tanpa batas. Karakteristik ini membuat mereka tidak bisa dibohongi dengan jargon-jargon birokrasi yang kaku. Jika generasi sebelumnya mungkin mematuhi aturan pajak karena takut akan sanksi, Gen Z mematuhi aturan karena mereka memahami logikanya, asalkan transparansi terjamin.

Optimisme perpajakan di era Gen Z didukung oleh transformasi digital yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Sistem yang serba online, mulai dari pendaftaran NPWP hingga pelaporan SPT Tahunan melalui e-Filing, bahkan peluncuran Coretax System yang akan datang, sangat sesuai dengan gaya hidup Gen Z yang serba cepat dan praktis. Hambatan administrasi yang dulu menjadi momok menakutkan kini perlahan sirna. Kemudahan akses ini adalah modal awal untuk membangun kepatuhan sukarela.

Selain itu, Gen Z kini mulai mendominasi angkatan kerja produktif. Sebagai penerima estafet bonus demografi, kontribusi pajak dari generasi ini akan menjadi tulang punggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kesadaran bahwa pajak yang mereka bayarkan akan kembali dalam bentuk fasilitas publik, subsidi pendidikan, dan infrastruktur digital mulai tumbuh. Mereka sadar bahwa untuk menuntut fasilitas negara yang selevel negara maju, partisipasi mereka dalam pendanaan negara juga harus nyata.

Optimisme ini tentu bukan optimisme buta. Gen Z menawarkan konsep kepatuhan baru, yaitu kepatuhan kritis. Mereka siap membayar pajak, tetapi mereka juga akan menjadi pengawas paling galak jika uang rakyat tersebut disalahgunakan. Melalui media sosial, mereka mampu menciptakan kontrol sosial yang efektif. Tagar-tagar yang menuntut transparansi anggaran adalah bukti bahwa mereka peduli kemana uang pajak mereka bermuara.

Oleh karena itu, narasi perpajakan hari ini tidak boleh lagi sekadar menakut-nakuti dengan denda atau hukuman. Narasi yang harus dibangun adalah kolaborasi. Pemerintah perlu merangkul Gen Z bukan hanya sebagai objek pajak, melainkan sebagai mitra pembangunan.

Pada akhirnya, optimisme pajak di tangan Gen Z adalah tentang harapan. Harapan akan sistem yang lebih adil, transparan, dan modern. Jika pemerintah mampu menjaga amanah dan transparansi, Gen Z tidak akan ragu untuk menjadi garda terdepan pembayar pajak yang taat. Mereka tidak anti-bayar, mereka hanya anti-korupsi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image