Punya usaha UMKM atau Pekerjaan Bebas, Jangan Lupa Catat Omzetnya
Edukasi | 2025-12-18 13:53:11
Permintaan akan kebutuhan barang dan jasa yang semakin meningkat, membuat kegiatan ekonomi dalam bidang sektor riil semakin besar. Berbagai usaha yang ada di Indonesia di antaranya dilakukan oleh pelaku usaha mikro dan kecil. Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah usaha industri mikro dan kecil pada tahun 2024 sebanyak 4.413.443 usaha. Berbagai usaha yang dijalankan seperti usaha dalam bidang fashion atau kuliner yang tidak lagi hanya untuk memenuhi kebutuhan utama tetapi dijadikan tujuan wajib untuk berwisata. Teknologi media sosial sangat berpengaruh untuk menyebarluaskan tempat usaha baru sehingga usaha dapat berkembang dengan cepat.
Perkembangan usaha yang pesat, salah satunya ditandai dengan bertambahnya omzet dalam penjualan. Untuk mengetahui apakah usaha tersebut menguntungkan atau tidak, para pelaku usaha setidaknya dapat membuat pencatatan. Pencatatan sangat bermanfaat karena dapat mengetahui berapa pendapatan dan keuntungan yang didapatkan, biaya yang telah dikeluarkan apakah telah sesuai, serta kondisi keuangan suatu usaha. Dari banyaknya manfaat pencatatan tersebut dapat membantu pengusaha untuk membuat keputusan bisnis yang lebih tepat, misalkan apakah harga jual perlu dirubah, memilih produk yang harus ditingkatkan atau dihentikan dan lain-lain.
Pencatatanpun wajib dilakukan dalam konteks perpajakan untuk pelaku usaha. Pencatatan dapat membantu menghitung pajak dengan tepat dan menghindari denda karena kesalahan hitung atau keterlambatan bayar. Pencatatan untuk Wajib Pajak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.
Tiga kategori Wajib Pajak yang diperbolehkan untuk melakukan pencatatan
- Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
- Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
- Wajib Pajak orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas wajib memiliki peredaran bruto dari kegiatan tersebut kurang dari Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Wajib Pajak dapat menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan melakukan pencatatan, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari Tahun Pajak yang bersangkutan. Apabila Wajib Pajak baru terdaftar pada Tahun Pajak yang bersangkutan, pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dilakukan paling lambat pada 3 (tiga) bulan sejak saat terdaftar atau pada akhir Tahun Pajak, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
Pencatatan harus dilakukan:
- dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya serta didukung dengan dokumen yang menjadi dasar pencatatan;
- di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab dan satuan mata uang rupiah sebesar nilai yang sebenarnya dan/atau seharusnya terjadi dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan;
- dalam suatu Tahun Pajak berupa jangka waktu 1 (satu) tahun kalender mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember; dan
- secara kronologis dan sistematis berdasarkan urutan tanggal diterimanya peredaran bruto dan/atau Penghasilan Bruto
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data, wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, pada tempat tinggal dan/atau tempat kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas bagi Wajib Pajak orang pribadi. Selain harus melakukan pencatatan atas peredaran usaha dan biaya, Wajib Pajak juga harus melakukan pencatatan atas harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pencatatan bagi pelaku usaha tidak hanya bermanfaat untuk melihat kondisi keuangan usaha dan pengambilan keputusan untuk keberlangsungan usaha tetapi juga untuk memudahkan dalam memenuhi kewajiban perpajakan dalam melakukan penghitungan pajak penghasilan yang terutang. Penghitungan yang akurat dapat memudahkan dalam penyetoran pajak dengan benar sehingga dapat berkontribusi dalam penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan kemajuan Indonesia.
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
