Amanat Haedar Nashir dalam Refleksi Milad ke-66 UMS
Risalah | 2024-10-24 15:09:11Tepat pada hari ini, Kamis, 24 Oktober 2024, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) resmi telah berusia 66 tahun. Salah satu Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) yang sudah berdiri cukup lama melintasi berbagai dinamika zaman, khususnya dalam ranah pendidikan.
Dalam gelaran resepsi Dies Natalis UMS yang ke-66 kali ini, acara dilaksanakan di gedung yang juga menjadi kebanggaan segenap civitas akademika UMS, Edutorium KH Ahmad Dahlan UMS. Berbeda dari ceremonial milad tahun lalu, acara pada kali ini tidak hanya sebagai penanda akan bertambah umurnya kampus tersebut, tetapi juga sekaligus sebagai simbol peresmian Rumah Sakit UMS.
Selain acara simbolis, pada kesempatan kali ini pun refleksi milad UMS turut menghadirkan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir. Yang dalam kehadirannya memberikan refleksi seputar perguruan tinggi saat penyampaian amanat PP Muhammadiyah pada acara milad UMS tersebut.
Pada pembuka amanat tersebut, Haedar Nashir mengapresiasi tinggi atas pencapaian yang diraih UMS belakangan ini, khususnya di ranah internasional. Ia menyebutkan, kalau raihan pencapaian tersebut harus dijadikan sebagai tonggak awal untuk terus bergerak meraih kualitas, sebagaimana spirit Islam yang selalu meraih sesuatu yang tafdhilah.
“Kami yakin, kami percaya, dengan segala kemampuan institusi sumber daya dan kepemimpinan yang ada di UMS, dapat terus dikapitalisasi untuk menjadi universitas yang diharapkan betul-betul sebagai center of action,” ungkap Haedar Nashir.
Selanjutnya, ia menyampaikan empat poin yang menjadi pesan agar bisa direfleksikan oleh segenap civitas akademika UMS kedepannya. Yang pertama, Distingtif Character, sesuatu yang menjadi karakter pembeda Perguruan Tinggi Muhammadiyah ‘Aisyiyah (PTMA) dengan perguruan tinggi lainnya.
Perbedaan tersebut, ia tegaskan pada penyampaiannya itu berupa Al-Islam Kemuhammadiyah (AIK) yang menjadi nilai yang melekap pada setiap PTMA di Indonesia. Namun, tidak hanya berhenti sampai di situ. Ia berpesan agar setiap PTMA mentransformasikan AIK ini menjadi sesuatu yang memiliki value yang membedakan PTMA dengan perguruan tinggi lainnya. Dan perbedaan itu memberikan sesuatu yang lebih baik.
“Kami pesankan, UMS dan seluruh PTMA mengolah sedemikian rupa Islam Berkemajuan itu menjadi karakter yang membedakan kita dengan orang lain, dan perbedaan itu memberikan sesuatu yang bersifat rahmat,” harapnya.
Yang kedua, Kontribusi Pemikiran-Pemikiran Strategis untuk Ummat dan Bangsa. Dalam poin kedua ini, ia menekankan betul terkait keterlibatan PTMA, terkhusus para dosen di dalamnya untuk turut menghadirkan pokok-pokok pikiran strategisnya jauh sebelum negara memikirkannya.
Beberapa contoh diberikannya sebagai gambaran bagaimana di belahan dunia sana (negara-negara maju), banyak pemikiran-pemikiran maju lahir dari lingkungan akademis perguruan tinggi. Dengan penuh harap dan yakin, ia percaya bahwa kampus-kampus Muhammadiyah sudah saatnya turut menyumbangkan pemikiran-pemikiran serta gagasan reformis dan moderat.
“Saya percaya, banyak karya yang sudah dihasilkan oleh para dosen. Tapi harus sudah mulai juga, dosen-dosen tertentu yang punya kualitas ulul albab (sekelompok umat manusia yang berakal –red) menghasilkan karya-karya yang mencerahkan,” ujarnya.
Yang ketiga, Diaspora di Kancah Nasional dan Internasional. Dalam konteks sumber daya manusianya, Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menekankan akan pentingnya berdiaspora, baik untuk ummat dan juga bangsa. Sebagai penekanannya akan hal tersebut, ia menegaskan bahwa hanya ada satu syarat bagi setiap civitas akademika di PTMA manapun untuk bisa berdiaspora. Yakni, bersikap moderat.
Menjadi orang-orang yang moderat, begitu kira-kira yang ia tekankan dalam amanatnya pada poin ketiga tersebut. Bersikap moderat tersebut baginya menjadi kunci penting untuk bisa menebar Risalah Islam Berkemajuan itu di luar dari rahim Muhammadiyah itu sendiri.
“Sepintar apapun, sehebat apapun, kalau selalu berpikir ekstrim, radikal, akan makin sempit dan tidak diterima banyak orang. Kalau ingin diterima banyak orang dan tetap berpegang teguh pada prinsip, jadilah orang yang moderat!” ucap tegas Haedar Nashir.
Yang terakhir, Edukasi Masyarakat. Ini menjadi pesan terakhir pria berumur 66 tahun tersebut dalam penyampaiannya yang ia curahkan sebelum menutup amanatnya. Dalam pesan terakhirnya itu, dengan penuh harapan, ia menitipkan pesan agar setiap PTMA pada akhirnya bisa menghasilkan segenap insan yang membawa perubahan pada masyarakat.
“Perjalanan kita sebagai bangsa masih jauh, dan tugas Muhammadiyah adalah mendidik, mencerdaskan, mencerahkan, memberi panduan moral, tetapi dengan pemikiran-pemikiran yang maju. Itulah Islam Berkemajuan,” pungkasnya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.