Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Ayah sebagai Burhan Tuhan

Agama | 2025-03-26 15:08:29

Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

Ketika menghadapi rayuan oknum istri pejabat Kerajaan Mesir, kesan kesalehan sosok ayahnya-lah yang menjadi jalan petunjuk (baca: burhan) bagi Yusuf ‘alaihissalam melepaskan diri dari situasi terjepit. Kita bisa membayangkan situasinya. Ketika itu, Yusuf dijebak dalam sebuah kamar istana. Semua pintu dan jendela sudah tertutup rapat. Di hadapannya ada perempuan cantik nan jelita merayunya berbuat maksiat.

Dalam surat Yusuf ayat 23, digunakan kata “raawada” untuk menggambarkan rayuan oknum istri pejabat itu kepada Yusuf. Quraish Shihab, dalam Tafsirnya Al-Misbah, menerangkan kata “raawada” memiliki dua pengertian; pertama, menggoda dengan pesona kecantikan dan oknum istri pejabat itu memilikinya. Kedua, mengancam dengan kekuasaan jika Yusuf tidak mau menuruti keinginannya dan dia pun memilikinya.

Kita bisa memahami betapa hebatnya godaan yang dihadapi Yusuf. Sebagai pemuda normal (ketika itu belum diangkat menjadi rasul), tentu godaan itu sangatlah dahsyat. Dadanya bergemuruh. Darah mudanya bergejolak. Kesempatan terbuka lebar. Tidak akan ada yang tahu jika Yusuf menuruti rayuan oknum istri pejabat itu.

Ketika dalam situasi terdesak itu, burhan (petunjuk) Tuhan datang dalam pandangan Yusuf, sebagaimana disebutkan dalam surat Yusuf ayat 24. Lantas, apa burhan Tuhan itu?

Imam Ibnu Katsir, dalam kitab Tafsirnya, menjelaskan saat itu tiba-tiba muncul dalam benak dan pikiran Yusuf gambar wajah ayahnya, Nabi Yaqub ‘alaihissalam. Tampak oleh Yusuf raut wajah ayahnya dalam ekspresi sangat kecewa sambil menggigit jemarinya.

Dalam gambar itu, terlihat dan terdengar jelas oleh Yusuf ayahnya berkata tegas, “Yusuf, Yusuf, akankah kau lakukan perbuatan keji itu, sedangkan namamu akan tercatat dalam deretan para rasul yang mulia. Yusuf, Yusuf, sesungguhnya kau adalah bin Yaqub ‘alaihissalam, bin Ishaq ‘alaihissalam, bin Ibrahim khalilurrahman (kekasih Allah, Ar-Rahman). Akankah kau menodai garis nasab bapak moyangmu yang mulia?!”

Tergambar nyata dan terdengar jelas dalam benak dan pikiran Yusuf. Ia tidak mungkin tega menyakiti hati ayahnya dan menodai kemuliaan nasab bapak moyangnya. Rayuan itu begitu dahsyat terasa, namun tidak sampai menggelorakan hasrat buruk dalam diri Yusuf bersebab burhan Tuhan itu. Ia segera melarikan diri untuk menyelamatkan imannya.

Dari kisah Yusuf kita bisa belajar betapa besarnya peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya. Ketika suatu hari nanti, anak terdesak oleh godaan maksiat yang dahsyat, maka pada saat itulah anak bisa menghadirkan burhan Tuhan dalam hati dan pandangannya, yakni kesan yang kuat akan kesalehah ayahnya.

“Tidak sampai hati rasanya saya mengecewakan ayah yang demikian saleh dan baik,” demikian yang akan terekam oleh anak Anda. Sehingga, anak Anda bisa mengambil sikap tegas menolak segala bentuk ajakan bermaksiat.

Masalahnya, para ayah moderen, dengan dalih kesibukannya, seringkali tidak hadir dalam kehidupan anak-anaknya. Bagaimana bisa anak-anak menghadirkan burhan Tuhan, padahal tidak ada kesan kesalehan sama sekali dalam diri ayahnya?

Oleh karena itu, wahai para ayah hadirlah dalam kehidupan anak-anak karena Anda-lah burhan Tuhan di bumi bagi mereka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image