Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Ramadhan dan Kita yang Masa Bodoh terhadap Al-Quran

Agama | 2025-03-24 23:16:50

Catatan Ramadhan # 15

Muhammad Syafi’ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

Tahukah kita, Rasulullah curhat kepada Allah terkait sikap kaumnya yang mengabaikan Al-Qur’an sebagaimana direkam dalam surat Al-Furqan ayat 30,

“Dan Rasul (Muhammad) berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al-Qur’an ini diabaikan.’”

Imam Ath-Thabari, dalam tafsirnya menerangkan, mengabaikan Al-Qur’an berarti tidak mau membaca, mendengarkan, mempelajari, dan mengambil pelajaran dari Al-Qur’an.

Mari kita membayangkan seperti apa psikologis Rasulullah sampai curhat kepada Allah seperti itu? Betapa sedihnya beliau mendapati kaumnya mengabaikan Al-Qur’an. Kitab suci yang seharusnya menjadi panduan dan pedoman hidup. Menjadi rujukan dalam menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan. Menjadi inspirasi dalam membangun peradaban.

Pada hari-hari tersisa di Ramadhan ini, mari kita merefleksi diri sudah seberapa dekat kita dengan Al-Qur’an? Jika kita belum bisa membaca Al-Qur’an dengan makharijul huruf dan tajwid yang benar, apa yang menghalangi kita untuk sungguh-sungguh belajar?

Imam An-Nawawi, dalam kitabnya At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, mengutip sekian banyak hadis tentang keutamaan mempelajari Al-Qur’an.

Bagaimana mungkin kita tidak bersemangat membaca Al-Qur’an, padahal membaca terbata-bata saja (karena sedang belajar) diganjar dua pahala setiap hurufnya? Padahal, membaca satu huruf Al-Qur’an, dibalas sepuluh kebaikan?

Apa yang menghalangi kita untuk mempelajari Al-Qur’an, padahal Rasulullah menetapkan sebaik-sebaik orang adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya? Padahal, Al-Qur’an akan menjadi syafa’at bagi para shahib-nya? Padahal, derajatnya akan melangit bersama malaikat al-kiram al-bararah?

Apa yang membuat kita tidak tertarik mengkaji kandungan dan makna Al-Qur’an untuk diaplikasikan menjadi sistem kehidupan, padahal Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan sebab Al-Qur’an? Padahal, Al-Qur’an laksana hidangan Allah, sesiapa yang menyelaminya pasti berbahagia?

Belum cukupkah sekian banyak apreasiasi Allah dan rasul-Nya di atas menjadikan kita selalu ingin berdekatan dengan Al-Qur’an? Membacanya, mempelajarinya, mengkaji kandungannya, dan dan menjadikannya panduan, inspirasi, dan petunjuk dalam kehidupan?

Profesor Quraish Shihab, dalam tafsirnya Al-Misbah, memberikan perumpamaan berinteraksi dengan Al-Qur’an seperti berselancar di lautan. Berjalan di tepian pantainya saja sudah menghadirkan keindahan. Apatah lagi jika menyelam ke dalam lautan dan bahkan sampai dasarnya, maka kita akan merasakan keindahan pesona bawah laut.

Demikianlah dengan Al-Qur’an. Semakin dalam kita berinteraksi dengan Al-Qur’an, semakin kita merasakan dan menghayati keindahan Al-Qur’an. Setiap huruf Al-Qur’an itu mukjizat. Menghadirkan pelajaran dan inspirasi tiada bertepi. Semakin mendalaminya, semakin kita menemukan pelajaran bermakna.

Misalnya, saya sangat terkesan sekali dengan penjelasan Syaikh Amin Asy-Syinqithi, ulama pakar Al-Qur’an asal Mauritania, tentang keberadaan huruf wawu jama’ pada lafadz yadkhuluunaha dalam surat Fathir ayat 33 yang menjadi kabar gembira bagi kita.

Kata beliau, “Keberadaan wawu jama’ itu bermakna akan banyak sekali umat Islam yang Allah masukan ke dalam surga ‘adn sebab Al-Qur’an, meski mungkin sedikit sekali interaksinya dengan Al-Qur’an.”

“Andai Allah tidak meletakan huruf wawu jama’, itu berarti akan sedikit sekali umat Islam yang masuk surga ‘adn bersebab Al-Qur’an. Karena, Allah menetapkan standar yang tinggi dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an bagi sesiapa yang ingin masuk surga ‘and bersebab Al-Qur’an,” lanjut Syaikh Amin.

Demikianlah kedalaman makna setiap huruf Al-Qur’an. Sebuah kata yang dilekatkan alif lam ma’rifat dan pada ayat selanjutnya tanpa didahului alif lam ma’rifat, maka memberikan makna berbeda. Misalnya, dalam surat Al-Insyirah ayat 5 dan 6 pada kalimat al-‘usr dan yusran. (Saya cukup banyak menulis perihal studi kebahasaan Al-Qur’an. Silakan diakses pada akun edu sufistik diretizen republika. Saya sedang susun menjadi naskah buku berjudul Inspirasi Al-Qur’an).

Tidak ada kata terlambat untuk belajar Al-Qur’an. Kita tidak akan ditanya mengapa tidak ahli matematika, teknologi informasi, ekonomi, dan lainnya? Karena, itu semua hukumnya fardhu kifayah. Jika sudah ada sebagian muslim yang mempelajari dan menguasainya, maka gugurlah kewajiban muslim secara keseluruhan.

Akan tetapi, sungguh kita akan ditanya mengapa tidak bisa membaca Al-Qur’an? Karena, mempelajari Al-Qur’an hukumnya adalah fardhu ‘ain. Kewajiban yang melekat kepada setiap individu muslim.

Semasa kuliah di UIN Jakarta, saya pernah diminta mengajari seorang pensiunan pejabat Kemendukbud untuk belajar mengaji Al-Qur’an. Saya pikir tinggal mengajari membaguskan bacaan Al-Qur’annya, ternyata mengajari mulai dari alif, ba, ta, tsa karena sama sekali belum pernah belajar mengaji. Namun demikian, sekali lagi tidak ada kata terlambat meski usia sudah berkepala enam dan rambut sudah beruban. Mumpung hayat masih di kandung badan. Ayo, belajar Al-Qur’an.

Selamat berinteraksi dengan Al-Qur’an di hari-hari terakhir Ramadhan ini.

Wallaahu a’lam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image