Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image

Tanda-Tanda Puasa Ramadhan yang Berhasil Menurut Imam Al Ghazali

Agama | 2025-03-24 14:23:10
poto bukber di musola

Abdul Rohman, Mahasiswa Institut Agama Islam Al Ghuraba Jakarta

Maret 2025 tanggal 24 atau bertepatan dengan 24 Ramadan, tersisa 6 hari menjelang Idul Fitri jika puasa Ramadan genap 30 hari. Gegap gempita rasa suka bagi anak – anak karena libur sekolah dan telah didapat rapot bayangan hasil pembelajaran semester 2, berseiringan juga dengan libur Idul Fitri 2025 yang hampir genap 1 bulan lamanya.

Bayangan libur Idul Fitri telah Nampak, keriangan hari fitri dengan sanak saudara, amplop berisi uang telah jadi incaran mata dan pikiran, sajian makanan dan minuman aneka rupa, baju baru beserta pelengkap telah disiapkan orang tua, kebebasan makan dan minum telah dibuka, itu semua adalah hal rutin dalam suasana kegembiraan Idul Fitri, sebuah momen sejarah tiap kali Idul Fitri.

Seberapa senangkah kita jika Ramadan berakhir atau apakah puasa Ramadan kita diterima dan berimplikasi langsung pada pribadi muslim?

Bulan mulia ini masih kita jumpai orang – orang yang tak berpuasa dijalan umum, warung makan berjualan disiang hari, bekerja dan berkendara sambil merokok, adegan pertengkaran di media dan dijalan, pemberitaan tertangkapnya pelaku korupsi, tontonan vulgar dimedia, inilah tantangan umat muslim untuk Al-Syawwam (menahan diri) dari hal – hal yang dibenci Allah, untuk itu puasa Ramadan adalah guna menjadikan kita orang yang bertaqwa sesuai dalam Al Quran, surah Al Baqarah ayat 183. Walau begitu pada ayat berikutnya Al Baqarah ayat 184 ada beberapa keringanan bagi yang tak berpuasa dengan berbagai syarat.

Bagi orang awam, puasa (syaum) kali ini sama dengan puasa tahun lalu, intinya puasa adalah menahan hawa nafsu, nafsu makan dan minum, nafsu syahwat serta nafsu jiwa lainnya. Jadi mari kita naik pada derajat yang berbeda bahwa Al-Syawwam (menahan diri) itu, jika merujuk pada sebuah kitab Ihya Ulumiddin tulisan Imam Al Ghazali ada enam, yaitu:

Pertama, menahan pandangan dan tidak mengumbarnya pada hal – hal yang tercela dan di benci. Atau pada hal – hal yang menyibukkan hati, sehingga lupa kepada Allah. sesuai dengan kata Nabi Muhammad: Pandangan itu merupakan anak panahnya Iblis, Siapa yang menahan pandangannya karena takut kepada Allah, Ia akan menemukan manisnya iman dalam hatinya.

Kita lihat saat ini kehidupan, kesehariannya seperti tak ada celah untuk lengah karena hampir 24 jam berinteraksi dengan media, yang didalamnya bisa didapat sesuai dengan pandangan hati kita, jika kita lengah dan mengikuti hati iblis maka pandangan kebencian, hal tercela, dan makin sibuk dengan hal buruk lainnya akan didapat, sehingga membuat kita lalai dengan Allah, maka saatnya Al-Syawwam (menahan diri) dari ajakan iblis dengan menahan pandangan, tidak mengumbar hal yang tercela dan dibenci serta hal yang menyibukan hati sehingga lupa Allah.

Kedua, menjaga lidah dari ucapan yang sia – sia, seperti berbohong, mengumpat, memfitnah, bertengkar, dan membiasakan diam serta menyibukkan lidah dan zikir kepada Allah. Hal ini jelas dan nyata di kehidupan sehari – hari dan kehidupan bernegara, bagaimana masih ada pejabat yang berbohong, korupsi, memfitnah, bahkan anak – anak kita masih banyak yang tawuran. Saatnya kita Al-Syawwam (menahan diri) dari hal – hal diatas, dengan ingat Allah secara terus – menerus menjaga zikir, ibadah, muhasabah dan merasa diawasi Allah.

Ketiga, menahan pendengaran dari hal – hal yang dibenci agama. Imam Al Ghazali: setiap yang haram untuk dikatakan, haram juga untuk didengarkan. Saatnya Al-Syawwam (menahan diri) telinga dan mulut kita untuk menahan mendengar atau menghindari serta berucap kata – kata haram walau berat dilakukan tetapi tak salah jika dilakukan ikhtiar ini.

Keempat, menahan seluruh anggota tubuh yang lain dari dosa. Perut dari makanan haram, tangan dari menganiaya orang lain atau mengambil yang bukan hak, kaki dari menginjak-injak hak orang lain. Hal ini semua nyata ada dalam kehidupan kita inilah puasa Ramadan saatnya Al-Syawwam (menahan diri) untuk tidak melakukan hal – hal tersebut diatas.

Kelima, menahan diri untuk tidak makan berlebih – lebihan, walaupun dengan makanan halal. Al-Syawwam (menahan diri) ini agak sulit karena dunia sekeliling kita segala kebutuhan apapun tersedia dan mudah didapat untuk itulah puasa hadir, mampukah kita melewati atau menahan diri ini, terutama setelah puasa Ramadan.

Yang terakhir keenam, sesudah berbuka, hendaknya hatinya selalu berada di antara cemas (khauf) dan harap (roj'a). Ia tidak boleh terlalu takut puasanya tidak diterima Allah, dan tidak pula terlalu yakin puasanya itu sempurna. Inilah pentingnya ilmu ikhlas atas apapun penilaian Allah maka kita perlu berusaha maksimal Al-Syawwam (menahan diri).

Jika enam hal ini dilakukan pada bulan puasa Ramadan dan bulan – bulan sesudahnya, sesuai dengan kitab Ihya Ulumiddin maka kita akan menjadi orang yang bertaqwa, (Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual, 1991, hal 143).

Allah menurunkan syariat puasa (al-syawwam) ini dengan tujuan, mencapai kebahagiaan didunia dan akhirat, mengatur kehidupan manusia dan hendak menjadikan kita semua menjadi orang taqwa. Jika tak ada aturan syariat maka manusia hidup penuh kebebasan yang tak terkendali, merugikan dirinya dan orang lain, saling bunuh, kasus korupsi, menganiaya orang lain, tak mengontrol emosi dalam keseharian, saling fitnah, mempertontonkan keburukan dan saling menghinakan dirinya dan orang lain.

Semoga momen Al-Syawwam (menahan diri) tahun ini dapat menjadikan kita semua kedepan menjadi insan yang baik, sempurna dan penuh nuansa positif sehingga kehidupan bertetangga, bernegara dan berkeluarga lebih baik lagi, guna menyongsong kehidupan bangsa Indonesia cemerlang dan jaya serta kemajuan dalam ekonomi, sosial, budaya dan hukum.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Komentar

Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image