Jamu Gendong yang Tetap Bertahan Melewati Zaman
Kuliner | 2024-10-14 15:46:36Jamu Gendong Yang Tetap Bertahan Melewati Zaman
Jamu tradisi sehat orang Indonesia sejak dulu hingga kini. Budaya minum jamu di pagi hari sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa yang masih terjaga sampai sekarang. Perkembangan zaman dan teknologi kesehatan yang semakin modern, tidak membuat masyarakat Indonesia meninggalkan tradisi minum jamu akan tetapi tetap melestarikan jamu sebagai minuman kesehatan yang dapat menjaga kebugaran tubuh dan menjadikannya sebagai pengobatan alternatif.
Budaya minum jamu masyarakat Indonesia semakin mendunia, minum jamu menjadi budaya sehat yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb), yang dibahas dalam sidang ke-18 Intergovernmental Committee for The Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage di Kasane, Republik Bostwana Rabu, 6 Desember 2023. Pencapaian ini menempatkan budaya sehat jamu sebagai WBTb ke-13 dari Indonesia.
Mengutip dari laman Indonesia.go.id, UNESCO menilai budaya sehat jamu sebagai salah satu sarana ekspresi budaya dan membangun koneksi antara manusia dengan alam, serta sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDG’s) yang dilakukan UNESCO.Jamu menurut literasi terkait ada beberapa makna, pertama, jamu merupakan gabungan dari dua kata “Jawa” dan “Ngramu” yang berarti dibuat oleh orang Jawa.
Kedua , jamu berasal dari kata Jawa Kuno “Djampi” yang mengandung makna penyembuhan dengan ramuan herbal. Sejarah jamu sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram, hal dapat dibuktikan lewat ilustrasi yang serupa dengan proses pembuatan jamu di berbagai situs arkeologi Liyangan, relief di candi-candi, serta prasasti Madhawapura dimana isi prasasti itu menyebutkan istilah peracik jamu dengan sebutan “Acaraki”, melansir dari jalurrempah.kemdikbud.go.id.
Perkembangan jamu sebagaI minuman kesehatan dan kebugaran tubuh sudah dikenal dunia, bahkan salah satu alasan Bangsa Portugis mendatangi Indonesia adalah rempah-rempah, hingga akhirnya menjajah Indonesia. Mengutip dari National Geographic Indonesia, pada abad ke-17 seorang ilmuan Bersama Jacobus Bontius menggunakan jamu untuk mengobati Jenderal VOC, Jan Pieterszoon Coen.Seiring dengan perkembangan zaman, jamu sebagai minuman kesehatan tradisional tetap menjadi alternatif masyarakat Indonesia untuk pengobatan ataupun sebagai pendamping pengobatan, selain untuk menjaga kebugaran tubuh.
Jamu juga mudah untuk dibeli, karena saat ini jamu dijual dengan cara digendong oleh perempuan yang menggendong bakul berisi botol-botol kaca ataupun plastik dengan beraneka varian jamu, yang lebih dikenal dengan sebutan Jamu Gendong. Dan istilah jamu gendong ini berasal dari daerah Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah. Jamu gendong ini salah satu warisan leluhur yang mampu bertahan hingga kini, baik orang tua, sesepuh dan anak-anak, semua kenal dan suka jamu gendong. Bahan baku jamu yang berasal dari rempah-rempah khas Indonesia sebagai bahan baku utama yang banyak tersebar di bumi Indonesia, dimanfaatkan dan diolah oleh masyarakat sehingga menjadi satu budaya sehat sebagai ciri khas Indonesia yang diakui oleh UNESCO.
Berdasarkan data Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA) yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan RI, mengungkapkan bahwa terdapat 32.013 ramuan obat tradisional, dan 2.848 spesies tumbuhan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu). Jamu tradisional yang saat ini dijaga kelestariannya oleh perempuan penjual jamu gendong, yang berkeliling desa. Penjaja jamu gendong memiliki peran yang sangat penting, dalam menjaga kesehatan masyarakat.
Selain mudah dijangkau, sehat alami dan terjangkau harganya, jamu gendong juga disukai oleh berbagai kalangan masyarakat. Walaupun seat ini, jamu gendong sudah merubah tampilan menjadi jamu gerobak atau sepeda, yang lebih memudahkan penjualnya berkeliling mencari pembeli. Selain ringan dengan mendorong gerobak atau mengayuh sepeda sehingga tidak berat lagi, juga bisa membawa lebih banyak botol. Sudah minum jamu gendong kah, hari ini?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.