Demokrasi Langit
Politik | 2022-02-13 06:51:12*"Demokrasi Langit"*
Demokrasi berasal dari Yunani yaitu Demos/ rakyat dan Kratos/kekuatan, Kata "demokrasi" pertama muncul pada mazhab politik dan filsafat Yunani kuno di negara-kota Athena. Dipimpin oleh Cleisthenes, warga Athena mendirikan negara yang umum dianggap sebagai negara demokrasi pertama pada tahun 507-508 SM.
Sejatinya demokrasi menghindarkan kekuasan pada tirani akan tetapi pada perjalanannya demokrasi sekarang ini sepertinya bercampur dengan konsep monarchi (kekuasaaan di keluarga) atau oligarki (kekuasaan di beberapa orang) dimana seharusnya rakyat lebih banyak atau dominan yang berkuasa malah di kebiri dengan pelaksanaan monarchy atau oligarki dari pelaksanaan demokrasi.
Kalopun sekarang demokrasi berjalan juga terkoptasi dengan partai-partai yang ada sehingga memarginalkan kekuasaan rakyat.
Beberapa kelemahan demokrasi sekarang ini antara lain :
- Demokrasi bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan secara sah dan rakyat dijadikan alat untuk memenangkannya jika sudah mendapatkannya maka mulai mengatur strategi lanjutan untuk mempertahankan kekuasaan.
- Fokus pada mayoritas karena dengan mayoritas maka itu merupakan kunci dan kesuksesan demokrasi tidak menimbang pada keadilan dan menanggalkan integritas
- Tidak ada jaminan bebas korupsi. Proses demokrasi langsung membutuhkan biaya besar dan proses pengembalian modal merupakan pintu masuk KKN (korupsi,kolusi,nepotisme).
- Hak pilih universal. Suara orang berpendidikan dan yang TIDAK berpendidikan adalah sama selain kepedulian tiap orang berbeda dan juga rasionalitasnya sehingga bias terpilihnya pemimpin adalah nyata.
socrates pernah berbincang kepada seseorang.
"If Society were a ship, and you were heading out of a journey in the sea. Who would be ideally lead for the vessel? Just anyone or people who educated enough about seas?"
Inti dari pertanyaan socrates adalah apakah orang orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memilih pemimpinya dapat memilih pemimpin yang baik. Karena bagi socrates memilih dalam demokrasi juga memerlukan kemampuan yang matang, tidak hanya asal menebak untuk memilih pemimpin.
Adapun salah satu filosofi lain dalam demokrasi seperti ibaratkan kita akan memilih seorang profesional sebagai pemimpin di sebuah desa. Salah satu kandidatnya adalah seorang tukang permen yang berjanji akan memberikan permen gratis kepada orang orang dan yang satu lagi adalah seorang dokter untuk menyembuhkan penyakit orang orang.
Tukang permen tersebut dapat berargumentasi pada publik bahwa seorang dokter selalu menyakiti pasiennya setiap hari dengan pisau dan jarum suntik dan si tukang permen hanya selalu ingin memberikan kebahagiaan kepada rakyatnya lewat permen. Pada kenyataannya adalah masyarakat membutuhkan seorang dokter dan pisau serta jarum suntik dipakai untuk mengobati dan menyelamatkan pasiennya.
Jika masyarakatnya tidak memiliki kemampuan memilih dan kritis maka mereka akan mendukung si tukang permen dan akibatnya? Masyarakat tersebut akan terkena diabetes dan sakit gigi berkepanjangan.
Inti dari tulisan ini menyimpulkan bahwa demokrasi bisa sangat berbahaya untuk orang orang awam yang tidak memiliki pendidikan ataupun kemampuan untuk memilih pemimpin mereka. Dan itulah salah satu kelemahan dari demokrasi.
Dari hal diatas maka Islam menawarkan demokrasi dengan berbagai pokok-pokoknya.
POKOK DEMOKRASI ISLAM
Elemen-elemen pokok demokrasi dalam perspektif Islam meliputi:
*as-syura, al-‘adalah, al-musawah, al-amanah, al-masuliyyah dan al-hurriyyah.*
*1. as-Syura*
Definisi syura yang diberikan oleh pakar fikih kontemporer diantaranya adalah proses menelusuri pendapat para ahli dalam suatu permasalahan untuk mencapai solusi yang mendekati kebenaran [Asy Syura fi Zhilli Nizhami al-Hukm al-Islami hlm 14.].
Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-Syura: 38: “Dan urusan mereka diselesaikan secara musyawarah di antara mereka”.
Dalam surat Ali Imran:159 dinyatakan: “Dan bermusayawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”.
Dalam praktik kehidupan umat Islam, lembaga yang paling dikenal sebagai pelaksana syura adalah ahl halli wa-l‘aqdi pada zaman khulafaurrasyidin. Lembaga ini lebih menyerupai tim formatur yang bertugas memilih kepala negara atau khalifah.
*2. al-‘adalah adalah keadilan.*
surat an-Nahl: 90: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan”. (Lihat pula, QS. as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa’:58 dst.). Ajaran tentang keharusan mutlak melaksanakan hukum dengan adil tanpa pandang bulu ini, banyak ditegaskan dalam al-Qur’an, bahkan disebutkan sekali pun harus menimpa kedua orang tua sendiri dan karib kerabat. Nabi juga menegaskan, , bahwa kehancuran bangsa-bangsa terdahulu ialah karena jika “orang kecil” melanggar pasti dihukum, sementara bila yang melanggar itu “orang besar” maka dibiarkan berlalu.
*3. al-Musawah adalah kesejajaran, egaliter, artinya tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya.*
surat al-Hujurat:13.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
sementara dalil Sunnah-nya cukup banyak antara lain tercakup dalam khutbah wada’ dan sabda Nabi kepada keluarga Bani Hasyim. Dalam hal ini Nabi pernah berpesan kepada keluarga Bani Hasyim sebagaimana sabdanya: “Wahai Bani Hasyim, jangan sampai orang lain datang kepadaku membawa prestasi amal, sementara kalian datang hanya membawa pertalian nasab. Kemuliaan kamu di sisi Allah adalah ditentukan oleh kualitas takwanya”.
Hati-hati jika kita masih membedakan orang berdasarkan Nasab boleh saja kita menghormati orang karena Nasab akan tetapi bukan berarti Nasab menjadi jaminan kebaikan, kepintaran, kebarokahan dan lain sebagainya. Hal ini untuk menetralkan pikiran dan hati kita sehingga dapat berlaku objektif dan adil.
*4. al-Amanah Adalah sikap pemenuhan kepercayaan yang diberikan seseorang kepada orang lain.*
surat an-Nisa’: 58: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”
Surah Abasa 1-4:
1."Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling,
2. karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum).
3. Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa),
4. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya?
Disebut Ummi Maktum dikarenakan dia terlahir dalam keadaan buta. Ibunya berasal dari Bani Makhzum dan ayahnya berasal dari Bani ‘Amir. Ia termasuk dari sahabat nabi yang awal masuk Islam dan ikut serta saat peristiwa hijrah ke Madinah.
Kejadiannya ini terjadi yaitu saat di Makkah, Nabi sedang bersama pembesar Quraisy untuk berdiskusi, diantara mereka ada Abu Jahl, ‘Utbah bin Rabi’ah, ‘Abas bin Abd al-Mutholib, dan Walid bin Murighah. Harapannya dengan diskusi tersebut mereka tercerahkan dan bisa masuk Islam.
Disaat nabi sedang berdiskusi, Abdullah bin Ummi Maktum datang, dan meminta diajarkan tentang Islam. Ucapan itu ia sampaikan berkali-kali. Hal itu membuat Nabi memandanganya dengan tatapan tidak senang/muka masam karena percakapannya jadi terputus.
Allah SWT tegas menegur Nabi Saw berkaitan dengan TUGAS/amanat sebagai penyampai firmanNYA kepada semua manusia tidak bergantung kepada logika bahwa para pembesar/pejabat lebih berdampak pada masyarakat jika mereka ikut dalam penyampai firman-firmanNYA.
Dalam situasi ini, penting untuk mendahulukan orang muslim yang ingin mendalami Islam, daripada mendakwahkan orang kafir yang angkuh terhadap Islam.
Karena menambah keimanan seorang Muslim dapat memperkokoh persatuan. Sedangkan mendakwah orang kafir yang acuh, hanyalah kesia-siaan dan tidak mendatangkan kebaikan dari mereka.
Ini menunjukkan juga kalaulah Al-Qur’an itu buatan Nabi Muhammad, tentu Rasulullah tidak akan sampaikan ayat ini. Ayat ini sentilan / teguran untuk Rasul, tapi Rasulullah sampaikan kepada umatnya. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an memang dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
*5. al-Masuliyyah adalah tanggung jawab.*
surat Al Mudatstsir ayat 38 dinyatakan
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ(38)
Artinya: “Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya”
dalam Al Quran Allah SWT menyatakan
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَءَاثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ(12)
Artinya: Kami menuliskan apa-apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. (Yaasiin 12).
Tanggung jawab bukan hanya terbatas pada saat hidup akan tetapi berlanjut terus didunia dan sampai hari kiamat nanti.
Dalam riwayat lain Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhiarat nanti dengan kata-katanya yang terkenal : “Seandainya seekor keledai terperosok di kota Baghdad nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya : Mengapa tidak meratakan jalan untuknya ?”
*6. al-Hurriyyah adalah kebebasan,* artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً ، قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ، قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ (سورة البقرة: 30)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." SQ. Al-Baqarah: 30
Para Malaikat bebas/dapat berekspresi ketika Allah akan menciptakan Manusia, dalam ayat ini terdapat musyawarah dan komunikasi yang terdapat dari pertanyaan malaikat kepada Allah SWT yang merupakan ruh dari demokrasi.
Suatu ketika kota Madinah kedatangan rombongan pedagang dari Syam. Mereka adalah saudagar-saudagar yang biasa memasok barang dagang ke Makkah dan Madinah. Para sudagar itu beragama Kristen. Sambil berdagang, mereka melakukan tugas misionari (dakwah) kepada penduduk di kawasan Jazirah Arab. Kedua anak Abu al-Husen (seorang sahabat Nabi dari kota Madinah, golongan Anshar yang taat beragama) yang bekerja sebagai pedagang minyak kerap membeli minyak dan kebutuhan lainnya dari para pedagang itu. Seperti biasanya, para pedagang itu mengkampanyekan agama mereka kepada para pedagang di Madinah, termasuk kedua anak Abu al-Husein. Karena khawatir tidak mendapat pasokan barang-barang dari para saudagar itu, maka kedua anak Abu al-Husein tersebut memutuskan diri masuk Kristen. Mereka dibaptis oleh para saudagar sebelum mereka kembali ke Syam. Mendengar kedua anaknya masuk Kristen, Abu al-Husein sangat terpukul, kemudian ia mendatangi Nabi dan mengadukan peristiwa yang terjadi padanya. Akibat peristiwa demikian maka turunlah wahyu pada Nabi yang berupa ayat ”La ikraha fi al-din” (tidak ada paksaan dalam beragama) (Al-Baqarah : 256) dengan surah ini maka dilarang memaksakan agama Islam ke anak tersebut walopun orang tuanya sendiri Islam karena telah jelas antara kebenaran dan kesesatan.
"Tidak ada paksaan untuk menganut agama. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada gantungan tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah 256).
Prof Quraish Shihab dalam kitabnya Tafsir Al-Mishbah mengemukakan, kalimat tidak ada paksaan dalam menganut agama dalam ayat tersebut bermakna, mengapa ada paksaan padahal Dia tidak membutuhkan sesuatu? Mengapa ada paksaan? Sekiranya Allah menghendaki, niscaya manusia dijadikanNya satu umat saja.
Beliau menegaskan, dalam tafsirnya, yang dimaksud dengan kalimat tidak ada paksaan dalam menganut agama adalah menganut akidahnya. *Hal ini berarti jika seseorang telah memilih satu akidah, maka yang bersangkutan terikat dengan tuntutan-tuntutan di dalamnya.*
Namun demikian di sisi lain, Prof Quraish juga menjabarkan, manusia tidak boleh berlindung dalam jubah ketidaktahuan secara sengaja. Sebab, setiap manusia memiliki potensi untuk mengetahui, namun terkadang potensi tersebut tidak digunakan. Apabila manusia tidak menggunakan potensi itu, maka yang bersangkutan akan dituntut dengan alasan menyia-nyiakan potensi yang dimiliki.
Semoga dengan elemen-elemem diatas kita dapat menjadi kaum seperti yang di sebutkan dalam Al Quran.
”Tidakkah Kami utus engkau wahai Muhammad, kecuali hanya sebagai rahmat bagi semesta alam.” (Q.S. Al-Anbiya : 107).
Rahmat bagi semesta alam dengan kita melakukan kebaikan hablu minallah, hablu minannâs, dan hablu minal ‘âlam.
Jadi jelas Islam bukan untuk Arab melainkan alam semesta walaupun nabi Muhammad dari Arab dan kita juga tidak harus jadi Arab untuk menjadi Islam, pertahankan kesatuan islam jangan mau di adu domba karena Islam adalah satu bagaikan satu tubuh dimana satu sama lain saling melengkapi dan tolong-menolong.
Wallahu a’lam bisshawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.