Tumbler Tertinggal di Kereta: Bagaimana Tanggung Jawab Operator dalam Perspektif Ekonomi Syariah?
Ekonomi Syariah | 2025-12-09 17:04:41
Belakangan ini media sosial ramai membahas kasus penumpang yang kehilangan tumblernya setelah tertinggal di kereta. Banyak penumpang mengeluhkan barang pribadi mereka tidak dapat kembali diambil entah karena hilang atau karena alasan keamanan, SOP, atau pertanggungjawaban layanan. Fenomena ini menarik untuk dikaji dari perspektif ekonomi syariah, terutama terkait konsep ijarah (sewa jasa), amanah, dan dhaman (tanggung jawab/ganti rugi).
Dilihat dari akad yang digunakan dalam transportasi, yaitu akad ijarah (sewa jasa). Penumpang membeli tiket sebagai kontrak ijarah (sewa jasa), yaitu penyewaan jasa mobilitas dari penyelenggara transportasi. Objek dari akad ini adalah manfaat perjalanan bukan jasa penjagaan barang. Literatur fiqih menjelaskan bahwa dalam akad ijarah layanan, penyedia jasa tidak otomatis bertanggung jawab atas barang pribadi penumpang kecuali terdapat akad tambahan terkait penitipan barang (wadiah). Artinya, barang tertinggal yang disebabkan kelalaian penumpang tidak masuk dalam tanggung jawab operator atau penyedia jasa menurut hukum fiqih. Hal ini sejalan dengan kaidah bahwa tanggung jawab (dhaman) hanya muncul bila barang berada dalam penguasaan atau penjagaan pihak lain atau jika terjadi kelalaian yang dapat dibuktikan.
Meskipun demikian, hukum positif Indonesia memberikan kerangka berbeda. Regulasi pengangkutan mewajibkan operator transportasi untuk menjaga keselamatan penumpang, tetapi tanggung jawab atas barang bawaan bersifat terbatas dan pada umumnya hanya berlaku bila barang hilang ketika berada dalam pengawasan resmi, bukan ketika tertinggal.
Penelitian dalam hukum pengangkutan menunjukkan bahwa perusahaan angkutan hanya wajib mengganti barang jika terjadi kelalaian atau jika barang tersebut memang termasuk bagian dari jasa pengangkutan barang. Operator tidak memiliki kewajiban mengganti barang yang tertinggal akibat kelalaian penumpang, kecuali ada bukti bahwa petugas lalai atau menolak mengembalikan barang tanpa alasan yang sah.
Dari perspektif ekonomi syariah, penyedia layanan tetap menjaga unsur amanah, ihsan, dan perlindungan konsumen. meskipun tidak wajib mengganti rugi, penyedia layanan seharusnya menyediakan mekanisme pencarian barang tercecer yang transparan, mudah, dan berkeadilan, karena hal ini selaras dengan prinsip maslahah (Kemanfaatan Umum) dan pelayanan publik yang etis. Sebaliknya, penumpang juga memegang kewajiban atas hartanya sendiri dan bertanggung jawab menjaga barang yang dibawa.
Penyedia layanan hanya dapat dikenai dhaman (Tanggung Jawab)jika barang tersebut sudah berada dalam penguasaan petugas, misalnya ditemukan dan disimpan oleh petugas kemudian hilang atau rusak karena kelalaian. Hal ini relevan dalam kasus tumbler yang viral, dimana jika tumbler belum masuk dalam penguasaan petugas, maka tanggung jawab tetap pada penumpang, tetapi bila barang sudah diamankan petugas dan kemudian hilang, maka prinsip dhaman (Tanggung Jawab) berlaku sesuai teori fiqih dan aturan umum pengangkutan.
Dengan demikian, isu tumbler tertinggal di kereta menjadi contoh aktual bahwa pemahaman mengenai akad ijarah (Sewa Jasa) dan konsep tanggung jawab dalam ekonomi syariah perlu dipahami oleh masyarakat. Perspektif syariah menekankan keseimbangan antara tanggung jawab penumpang dan amanah operator.
Dampaknya, kasus seperti tumbler viral ini dapat menjadi momentum bagi perusahaan transportasi untuk memperbaiki SOP layanan barang tertinggal, menjadikannya lebih jelas dan berkeadilan, tanpa harus menambah tanggung jawab yang tidak menjadi bagian dari akad ijarah awal. Pada akhirnya, prinsip dasar syariah selalu mengarah pada transparansi akad, keadilan, amanah, dan kemaslahatan, sehingga penyelenggara transportasi dan penumpang dapat menjalankan hak dan kewajibannya secara proporsional.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
