Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image sylvi kania prameswari

Qardh sebagai Pilar Keadilan Sosial: Mengembalikan Fungsi Kemanusiaan dalam Ekonomi Modern

Agama | 2025-12-08 22:03:12
Ilustrasi pemberian pinjaman qardh: General AI Image

Di era yang serba cepat ini, manusia semakin sulit percaya pada kebaikan. Kita terbiasa hidup dalam sistem ekonomi yang mengajarkan bahwa setiap bantuan harus dibayar, setiap jasa harus menghasilkan, dan setiap pertolongan harus membawa keuntungan. Sampai-sampai, ketika seseorang meminjamkan uang kepada saudaranya sendiri, tidak sedikit yang merasa berhak meminta imbalan. Seolah-olah kebaikan tanpa kompensasi adalah hal yang tidak masuk akal.

Padahal dalam tradisi ekonomi Islam, kita mengenal satu konsep luar biasa yang kini mulai punah: qardh adalah pinjaman tanpa imbalan yang lahir dari empati, bukan transaksi. Qardh bukan sekadar akad muamalah; ia adalah bahasa kasih sayang dalam bentuk ekonomi. Melalui qardh, seseorang membantu yang lain tanpa menghakimi, tanpa menekan, dan tanpa berharap keuntungan duniawi.

Namun hari ini, qardh harus bertarung dengan logika kapitalisme. Dunia modern menanamkan satu pola pikir yang menakutkan: “Tidak ada pertolongan yang gratis.” Akibatnya, budaya tolong-menolong mulai layu bukan karena umat Islam tidak lagi mampu, tetapi karena rasa percaya dan rasa peduli perlahan menghilang.

Lalu, apa yang sebenarnya membuat qardh semakin langka?

Mungkin jawabannya pahit, tapi jujur: kita mati-matian menjaga harta, tetapi tidak menjaga kemanusiaan. Kita takut kehilangan uang, namun tanpa sadar kehilangan empati jauh lebih berbahaya.

Di sisi lain, tidak bisa dipungkiri bahwa trauma sosial juga berperan. Banyak orang pernah dipinjam dan tidak dikembalikan. Di balik setiap orang yang enggan memberi pinjaman, ada sejarah kepahitan. Di balik setiap rasa curiga, ada luka lama yang tak terselesaikan. Maka yang tersisa adalah pola: “lebih aman diam daripada membantu dan terluka.”

Namun pertanyaan pentingnya adalah: sampai kapan kita membiarkan luka individual mengubur potensi kebaikan sosial?

Ketika rentenir lebih mudah ditemui daripada tangan menolong

Ini adalah ironi terbesar umat. Bank konvensional dan pinjaman online selalu punya jalan menuju mereka yang terdesak. Tapi qardh? Di mana kita bisa mendapatkannya?

Kondisi ini menciptakan lingkaran tragis:

 

  • orang butuh uang darurat,
  • tidak ada yang mau meminjamkan tanpa tambahan,
  • akhirnya terjerat sistem berbunga,
  • dan hidup semakin sempit.

Yang paling menyakitkan: umat Islam terjerat riba bukan karena tidak taat, tetapi karena tidak punya pilihan.

Padahal kita punya instrumen finansial yang lebih manusiawi, lebih berkah, lebih menyelamatkan tapi kita biarkan tenggelam.

Bisakah qardh hidup kembali?

Tentu bisa. Qardh tidak punah ia hanya tidur. Ia hanya menunggu satu hal: keberanian untuk kembali percaya bahwa harta bukan hanya untuk disimpan, tetapi untuk menolong.

Dan kita sebenarnya tidak kekurangan cara. Qardh bisa kembali hidup melalui:

▫ komunitas masjid

▫ lingkaran keluarga besar

▫ organisasi pemuda

▫ koperasi syariah kecil

▫ platform digital berbasis sosial

Yang kita perlukan bukan modal besar, tetapi budaya untuk saling bertanggung jawab. Qardh akan berjalan ketika satu pihak mau memberi tanpa pamrih, dan pihak lainnya menjaga amanah tanpa menghilang.

Qardh bukan sedang menawar keuntungan qardh sedang menawarkan keberkahan

Di tengah ekonomi yang penuh kompetisi, qardh mengajarkan keseimbangan: tidak semua hubungan harus bersifat transaksional. Ada ruang bagi manusia untuk menolong tanpa mengharapkan kembali, selain dari doa dan keberkahan.

Qardh menyelamatkan bukan hanya dompet seseorang, tetapi juga harga dirinya. Qardh membebaskan orang dari jeratan bunga tanpa menambah rasa takut. Qardh memperkuat persaudaraan, bukan sekadar neraca keuangan.

Jika dunia modern memasarkan pinjaman sebagai “solusi cepat, konsekuensi berat”, maka qardh memberi alternatif yang lebih mulia: “Solusi ringan, dan pahala berat.”

Akhirnya, pertanyaan besar itu kembali ke kita

”Apakah kita ingin menjadi orang yang menyelamatkan atau menjadi orang yang hanya menyaksikan kesulitan?”

Tidak semua orang mampu memberi pinjaman dalam jumlah besar. Tapi setiap dari kita mampu menghidupkan kembali budaya saling membantu, sekecil apa pun bentuknya.

Sebab dalam qardh terkandung keadilan bukan keadilan matematika, melainkan keadilan kemanusiaan. Yang kuat membantu yang lemah. Yang berlebih menolong yang kekurangan. Dan ketika penerima kelak mampu, ia mengembalikan bukan agar pemberi kaya, tetapi agar rantai kebaikan terus berputar. Inilah keadilan yang membuat masyarakat seimbang: bantuan tidak dieksploitasi, dan hutang tidak menindas.

Karena ketika ekonomi kehilangan sentuhan manusia, kita kehilangan lebih dari sekadar uang kita kehilangan peradaban.

Dan selama umat Islam masih percaya bahwa memberi tidak akan mengurangi, bahwa menolong bukan kelemahan, dan bahwa keberkahan lebih bernilai daripada laba maka qardh tidak akan pernah mati. Ia hanya menunggu untuk dihidupkan kembali.

Pada akhirnya, qardh bukan sekadar instrumen dalam fiqh muamalah. Ia adalah wujud nyata dari nilai kemanusiaan yang paling luhur: saling menguatkan tanpa mengharap keuntungan. Di tengah arus ekonomi modern yang dipenuhi logika komersial, qardh hadir sebagai oase mengingatkan bahwa uang dapat menjadi alat keberkahan, bukan sekadar komoditas perdagangan.

Tantangan zaman memang besar: gaya hidup individualistis, ketergantungan pada pinjaman berbunga, serta hilangnya kepekaan sosial membuat budaya tolong-menolong perlahan memudar. Namun, harapan masih ada selama kita sadar bahwa keadilan sosial dapat dibangun dari tindakan yang sederhana: mengulurkan tangan sebelum diminta, membantu tanpa menekan, dan meminjamkan tanpa mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain.

Jika qardh hanya kita pahami sebagai teori, ia akan tetap mati di dalam buku. Tetapi jika ia kita hidupkan dalam tindakan, maka qardh akan menjadi cahaya bukan hanya bagi individu yang terbantu, tetapi bagi masyarakat secara keseluruhan. Ketika kita menolong satu orang, sebenarnya kita sedang memperbaiki peradaban.

Mungkin tidak semua dari kita mampu membantu dengan jumlah yang besar. Tetapi setiap kebaikan, sekecil apa pun, tetap bermakna. Sebab dalam qardh tidak ada ukuran besar dan kecil, yang ada hanyalah keikhlasan memberi dan kelegaan seseorang yang tidak lagi merasa sendirian menghadapi hidup.

Biarlah dunia terus bergerak dengan dinamika ekonominya, tetapi jangan sampai hati kita ikut mengeras karenanya. Selama kita percaya bahwa keberkahan lebih kuat daripada keuntungan, bahwa solidaritas lebih berharga daripada angka, dan bahwa pertolongan tidak pernah membuat kita rugi maka qardh akan terus hidup, dari satu tangan ke tangan yang lain.

“Berikan tanpa mengingat; kembalikan tanpa lupa.”

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image