Benarkah Layanan Keuangan Syariah Dijamin Lebih Aman?
Agama | 2025-12-09 14:22:06
Layanan keuangan syariah semakin diminati masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Kehadiran bank syariah, koperasi syariah, hingga platform fintech berbasis syariah memberikan alternatif yang lebih sesuai dengan ajaran Islam, terutama dalam menghindari praktik riba dan ketidakadilan ekonomi. Banyak yang beranggapan bahwa keuangan syariah pasti lebih aman dan menenangkan hati untuk digunakan. Namun, benarkah layanan keuangan syariah dijamin sepenuhnya aman dari risiko?
Secara prinsip, keuangan syariah memiliki landasan yang kuat untuk melindungi konsumen. Dalam sistem ini, transaksi harus terbebas dari riba, gharar atau ketidakjelasan, serta maysir atau praktik spekulatif yang merugikan salah satu pihak. Semua akad dan informasi terkait layanan harus disampaikan secara transparan, mulai dari biaya, keuntungan, hingga konsekuensi jika terjadi gagal bayar. Dengan adanya aturan tersebut, konsumen memiliki kepastian dan pemahaman yang jelas sebelum membuat keputusan finansial. Prinsip-prinsip syariah ini menjadi pondasi penting untuk menciptakan hubungan yang adil dan saling menguntungkan antara lembaga dan pengguna.
Selain itu, lembaga keuangan syariah memiliki keunggulan berupa pengawasan ganda. Tidak hanya diawasi oleh otoritas negara seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tetapi juga oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) di setiap lembaga. DPS bertugas memastikan bahwa seluruh layanan berjalan sesuai ketentuan syariat Islam dan tidak ada praktik yang menimbulkan penipuan atau manipulasi akad. Dengan sistem pengawasan yang ketat ini, keamanan dan kepercayaan publik dapat lebih terjaga, sehingga layanan keuangan syariah memiliki daya tarik yang besar bagi masyarakat yang mengutamakan aspek kehalalan dan keamanan.
Namun demikian, meskipun prinsipnya sangat kuat dalam melindungi konsumen, layanan keuangan syariah tidak serta-merta 100% bebas dari risiko. Masih terdapat beberapa celah pemahaman dan penyalahgunaan, terutama dalam sektor digital yang berkembang cepat. Tidak sedikit pihak yang mengklaim sebagai layanan syariah padahal belum terdaftar atau tidak memiliki legalitas yang jelas. Penipuan investasi berkedok syariah dan pinjaman online ilegal yang mengatasnamakan syariah juga masih ditemukan dan dapat merugikan masyarakat. Perbedaan kualitas penerapan syariat antara satu lembaga dan lembaga lainnya pun terkadang menjadi tantangan yang harus diperhatikan.
Masyarakat tetap perlu bersikap selektif sebelum memilih dan menggunakan layanan keuangan syariah. Cara paling sederhana adalah memastikan bahwa lembaga tersebut memiliki izin resmi dan terdaftar di OJK, memiliki Dewan Pengawas Syariah, serta menyediakan informasi yang transparan terkait akad dan biaya. Jika sebuah layanan menawarkan keuntungan besar tanpa risiko, atau meminta data pribadi secara berlebihan, maka hal tersebut perlu dicurigai karena bertentangan dengan prinsip syariah yang menolak praktik yang merugikan. Kesadaran masyarakat dalam literasi keuangan menjadi faktor penting agar tidak terjebak pada layanan yang hanya mengklaim syariah namun tidak menerapkan prinsipnya secara benar.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa keuangan syariah pada dasarnya menawarkan sistem yang lebih aman, beretika, dan berkeadilan karena dibangun di atas prinsip perlindungan konsumen dan kemaslahatan umat. Namun, keamanan tersebut tetap bergantung pada pelaksanaan dan pengawasan yang diterapkan, serta kecermatan pengguna dalam memilih lembaga. Dengan memahami prinsip dan cara kerja keuangan syariah secara tepat, masyarakat dapat memperoleh manfaat yang lebih optimal dan menjalankan aktivitas finansial yang tidak hanya aman, tetapi juga sesuai nilai-nilai syariah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
