Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Selain Ziarah Kubur, Kita Harus Banyak Ziarah ke dalam Hati dan Tetangga

Agama | Saturday, 12 Feb 2022, 17:58 WIB

Terlepas dari perbedaan pendapat hukumnya, jika tujuannya benar-benar untuk mendoakan ahli kubur dan menafakuri perjalanan hidup bahwa suatu saat kita akan seperti mereka, maka ziarah kubur merupakan perbuatan baik.

Ziarah kubur yang terlarang adalah ziarah yang menjadikan kuburan sebagai syarat tercapainya keinginan orang yang melakukan ziarah tersebut. Demikian pula, ziarah kubur yang salah adalah ziarah yang hanya dijadikan wisata meskipun dibalut dengan embel-embel religi seraya di dalamnya miskin dari tafakur akan kematian.

Sepulang ziarah tak mendapatkan apa-apa selain cerita kebanggaan telah menziarahi kuburan tokoh agama dan orang-orang terkenal. Juga sangatlah salah jika seseorang melakukan perjalanan ziarah kubur seraya ia melalaikan ibadah shalat wajib.

Karenanya jika kita akan melakukan ziarah kubur yang paling utama kuatkan niat ikhlas untuk mendoakan para ahli kubur dan mengambil pelajaran dari mereka. Setinggi apapun jabatan seseorang, sebanyak apapun kekayaan dan ilmunya, serta sebagus apapun bentuk fisik seseorang, akhirnya meninggal jua.

Selepas ziarah kubur harus ada perubahan keyakinan dan perubahan akhlak serta semakin mendekatkan diri kepada Allah. Hati semakin yakin bahwa akhir dari kehidupan adalah kematian. Tak ada yang bisa menemani setelah kematian selain keimanan dan amal baik.

Selain ziarah kubur alangkah baiknya jika kita pun melakukan ziarah ke dalam hati. Ziarah hati dapat dilakukan melalui tafakur. Apakah hati kita semakin yakin akan ujung dari kehidupan kita? Apakah kita semakin yakin bahwa hanya Allah yang telah menciptakan kehidupan dan kematian? Apakah hati kita merasa takut akan azab kubur seraya penuh harap agar diselamatkan dari azab kubur?

Kita harus sering bertanya dan memeriksa kondisi hati. Niat ikhlas hanya karena Allah harus terus kita perjuangkan dalam melakukan setiap aktivitas kehidupan.

Dalam bahasa lain, ziarah ke dalam hati adalah melakukan tazkiyat al nafs, melakukan pencucian jiwa atau hati dari segala perilaku jelek atau akhlak tercela. Bahasa lain dari tazkiyat al nafs lebih populer dengan sebutan mempelajari, memahami, dan mengamalkan ajaran tasawuf.

Meskipun banyak perbedaan pandangan, pro dan kontra terhadap eksistensi tasawuf, namun satu hal yang jelas keberadaan tasawuf telah diakui sebagai bagian dari khazanah keilmuan dalam dunia Islam. Malahan pada umumnya orang-orang Barat mengenal ajaran Islam dari sudut pandang tasawuf.

Jalaluddin Rumi, Rabi’ah al Addawiyah, Ibnu Rusyd, Suhrawardi, Omar Khayyam, Imam al Ghazali, dan lain-lain merupakan sebagian tokoh-tokoh sufi yang dikenal di kalangan intelektual dan akademisi Barat. Di Indonesia sendiri, kedatangan Islam yang pertama diperkenalkan melalui ajaran tasawuf.

Secara praktis tasawuf itu merupakan sebuah akronim dari tauhid, sabar, warak, ukhuwah, dan faqih. Akhlak-akhlak yang terdapat dalam akronim tasawuf tersebut merupakan akhlak yang harus tertanam di hati dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Tauhid atau keyakinan kepada Allah merupakan landasan utama yang dapat menjadikan kehidupan kita ajeg. Tauhid sendiri merupakan keyakinan akan eksistensi Allah yang dibarengi dengan ketundukan terhadap segala titah dan perintah-Nya. Ketundukan yang lahir dari ketauhidan yang lurus akan melahirkan rasa takut jika melanggar titah dan perintah-Nya.

Ketundukan dan rasa takut kepada-Nya yang lebih populer dengan sebutan taqwa merupakan wujud dari ketauhidan yang kokoh. Tanpa ketauhidan yang kokoh tak mungkin seseorang memiliki ketundukan melaksanakan segala titah dan perintah-Nya. Sementara akhlak yang baik, tawaduk, tidak merasa paling benar, menghormati dan menyayangi sesama makhluk Allah merupakan wujud nyata dari ketauhidan dan ketaqwaaan.

Wujud nyata lainnya dari ketauhidan adalah tumbuhnya sikap sabar dalam menjalani kehidupan. Sabar ketika melaksanakan segala titah dan perintah-Nya; sabar menjauhi segala hal yang dilarang-Nya; dan sabar ketika menghadapi penderitaan atau musibah. Kesabaran yang sesuai dengan perintah-Nya merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Sifat warak merupakan upaya seseorang untuk menjaga kesucian jiwanya. Sifat warak mengajarkan kepada setiap orang untuk memperhatikan segala ucapan, tindakan, dan perbuatannya agar tidak mengotori kesucian jiwa. Halal dan haram senantiasa menjadi perhatian orang yang berupaya menerapkan sikap warak.

Hukum halal dan haram dari makanan yang dikonsumsi menjadi perhatian pertama orang yang bersikap warak. Betapa tidak, derajat hukum makanan yang dikonsumsi selain akan mempengaruhi karakter seseorang, juga akan mempengaruhi tingkat kemabruran ibadah yang ia lakukan.

Imam Nawawi dalam “Syarah Muslim, Jilid XI : 28” mengatakan, warak merupakan sikap kehati-hatian dalam ucapan, perbuatan, dan dalam mengkonsumsi makanan. Orang-orang yang bersikaf warak adalah mereka yang selalu hati-hati, meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat dan belum jelas hukumnya.

Selain bersikap warak, keselamatan, dan kehormatan agama diwujudkan pula dengan menjaga ukhuwah (persaudaraan) dan menjauhi sikap permusuhan. Wujud nyata dari menjaga ukhuwah adalah selalu mempererat tali silaturahmi, melakukan musyawarah, dan mencari solusi jika terjadi suatu perselisihan. Sementara menjauhi sikap pemarah dan saling memaafkan merupakan puncak utama dari ukhuwah.

Semua sikap yang telah dipaparkan tersebut, tauhid, sabar, warak, dan ukhuwah akan terwujud manakala seseorang memiliki sikap faqih, paham terhadap ajaran agamanya. Oleh karena itu, rangkaian terpenting dari akronim tasawuf adalah faqih, paham terhadap seluruh ajaran agama. Sementara itu, tak ada jalan lain untuk memperoleh sikap faqih selain mencari ilmu, mencintai ilmu, mendalami, dan memahaminya.

Selain itu, kita juga perlu melakukan ziarah kepada tetangga. Banyak orang yang salah kaprah. Mereka rajin ziarah kubur bahkan ziarahnya sambil melaksanakan ibadah umroh, namun sayang sekali sudah bertahun-tahun mereka tak bersilaturahmi, tak menziarahi tetangganya. Bahkan tak sedikit dari mereka yang begitu banyak berbuat baik kepada para ahli kubur seraya menyakiti tetangganya.

Padahal salah satu wasiat malaikat Jibril yang selalu dititipkan kepada Nabi Muhammad saw selepas menyampaikan wahyu adalah menitipkan hak tetangga. Ciri kesempurnaan iman pun terletak pada perlakuan kita terhadap tetangga.

Akhlak kepada tetangga menjadi pula salah satu kunci cepat atau lambatnya keterkabulan doa. Semakin baik akhlak kita kepada tetangga, semakin cepat pula doa kita dikabulkan-Nya. Sebaliknya, semakin jelek akhlak kita kepada tetangga, semakin lambat pula doa kita diabulkan-Nya.

Tidur nyenyak kita pada suatu malam akan menjadi malapetaka manakala kita mengetahui ada tetangga kita yang tak bisa tidur karena kelaparan seraya kita mampu menolongnya. Malapetaka terbesarnya adalah ketidaksempurnaan iman, bahkan keimanan kita bisa jadi hilang sama sekali.

Jalaluddin Rumi pernah berujar, “Bagiku ada satu musik yang jelas haramnya bahkan akan menghalangi seseorang masuk surga. Musik tersebut adalah beradunya sendok, garpu, dan piring ketika kalian makan sampai suaranya terdengar oleh tetangga yang sedang kelaparan. Mereka hanya bisa menelan air liur mencium aroma makanan dari rumahmu seraya mendengarkan suara beradunya sendok dan garpu kalian, sementara kalian tak memperdulikan mereka yang kelaparan.”

Jika kita senang melakukan tafakur dengan melakukan ziarah kubur, selayaknya kita tak melupakan menziarahi hati nurani dan para tetangga. Dengan cara seperti itulah hati kita akan menjadi lembut dan bersih seraya berharap ketika kematian menjemput, hati kita dalam keadaan bersih seraya tak ada beban berat dari saudara dan tetangga yang akan menggugat kita kelak di hadapan Allah.

Ilustrasi : Ziarah Kubur (sumber gambar : Republika.co.id)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image