Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Heri Heryana

(Bagian 2) Peran Pesantren Dalam Menyongsong Santri Generasi Emas Indonesia Tahun 2045

Agama | Saturday, 12 Feb 2022, 08:27 WIB

Megatrend dunia di tahun 2045 salah satunya adalah persaingan di bidang Sumber Daya Manusia (SDM). Meningkatnya peranan ekonomi Asia dan penduduk di Afrika mendorong terjadinya persaingan memperebutkan sumber daya alam. Dalam kondisi tersebut, ketersediaan sumber daya alam diperkirakan tidak akan mampu mencukupi kebutuhan permintaan yang meningkat meskipun didukung teknologi canggih dan maju.

Persaingan memperebutkan SDA ke depan tersebut akan tinggi seiring dengan bertambahnya penduduk dunia, meningkatnya kegiatan ekonomi, serta perubahan gaya hidup. Memperhatikan Peta Jalan Generasi Indonesia Emas Tahun 2045 yang disusun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2017, proyeksi penduduk tahun 2035 berbasis sensus 2010 diprediksi bonus demografi di Indonesia akan terjadi pada tahun 2028, 2029, 2030, dan 2031. Hampir 46,7 persen penduduk Indonesia terdiri dari usia muda dan produktif sehingga Indonesia memiliki peluang untuk mendorong investasi yang serius di bidang SDM. Bonus demografi ini tidak boleh disia-siakan dan harus mendapatkan perhatian serius dari semua pemangku kepentingan. Investasi besar pada pengembangan SDM harus menjadi prioritas pemerintah.

Santri Generasi Emas Indonesia 2045

Dalam rangka menyiapkan lahirnya santri generasi emas Indonesia tahun 2045 diperlukan sistem pendidikan pesantren yang inklusif, unggul, berbasis karakter, dan berwawasan global. Pesantren sebagai ekosistem besar pendidikan berbasis Islam dan budi pekerti harus meneguhkan diri menjadi lembaga yang bermutu dalam melahirkan generasi - generasi penerus bangsa yang unggul dan berdaya saing global.

Tantangan hari ini dan 24 tahun ke depan yang dihadapi pendidikan pesantren dalam menyongsong Indonesia Emas 2045 adalah bagaimana menyiapkan santri usia dini agar di tahun 2045 mereka siap menyongsong Visi Indonesia Emas yang dicita-citakan. Mimpi Indonesia Emas 2045 ini secara langsung dituliskan sendiri oleh Presiden Jokowi Widodo di Merauke pada tanggal 30 Desember 2015 melalui tulisan tangan yang ditulis pada secarik kertas. Setidaknya terdapat 7 impian yang dituliskan presiden sebagai berikut:

1) Sumber daya manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa-bangsa lain di dunia.

2) Masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi pluralisme, berbudaya, religius, dan menjunjung tinggi nilai-nilai etika.

3) Indonesia menjadi pusat pendidikan, teknologi dan peradaban dunia.

4) Masyarakat dan apatur pemerintah yang bebas dari perilaku korupsi.

5) Terbangunnya infrastruktur yang merata di seluruh Indonesia.

6) Indonesia menjadi negara yang mandiri dan negara yang paling berpengarus di Asia Fasifik.

7) Indonesia menjadi barometer pertumbuhan ekonomi dunia.

Dalam mewujudkan impian tersebut disusunlah Visi Indonesia Tahun 2045 dengan 4 (empat) pilar yaitu :

1) Pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2) Pembangunan ekonomi berkelanjutan.

3) Pemerataan pembangunan, serta

4) Pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.

Keempat pilar tersebut merujuk kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila sebagai dasar berkonstitusi, berbangsa, dan bernegara yang bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Sumber daya manusia santri yang jumlahnya mencapai 4,29 juta orang tentunya merupakan bahan investasi yang patut diperhitungkan di masa mendatang. Lalu, bagaimana menerjemahkan visi Indonesia Emas 2045 ke dalam framework dunia pesantren hari ini dan masa depan?

Untuk mewujudkan itu semua, menurut penulis setidaknya ada 3 tahapan sasaran pendidikan yang wajib dijadikan prioritas bagi pemerintah dan juga para pendiri/pengelola pesantren saat ini dalam rangka menyiapkan santri generasi emas Indonesia tahun 2045.

Pertama, yaitu ‘’Peningkatan Kualitas Pesantren (modernisasi pesantren)’’. Berbicara kualitas sebuah sistem pendidikan maka kita berbicara soal mutu dan standar. Dalam menyongsong Indonesia Emas pendidikan pesantren dituntut bisa setara kualitasnya dengan pendidikan-pendidikan umum (non pesantren) atau bahkan jauh melebihi di atasnya. Sebagai sebuah entitas pendidikan yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan pendidikan umum upaya ini seharunya menjadi perhatian besar para stakeholder terkait. Harus ada sinergi antara Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta para pimpinan pondok pesantren agar peningkatan kualitas pendidikan pesantren sejalan dalam visi misi pendidikan yang sama dan setara.

Salah satu isu yang diusung presiden Jokowi mengacu kepada tindak lanjut Sustainable Development Goals (SDGS) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) sebagaimana dikuatkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan adalah dengan menetapkan tujuan global pendidikan yaitu ‘’Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua’’.

Pendidikan berkualitas juga merupakan salah satu dari 17 sasaran global yang membentuk agenda Pembangunan Berkelanjutan di tahun 2030. Ia adalah dasar dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan tidak terkecuali lingkup pendidikan pondok pesantren.

Menurut Jerome S. Ascaro (dalam Yosal Iriantara, 2005), terdapat lima karakteristik pendidikan berkualitas atau bermutu yang diidentifikasikan sebagai pilar mutu, yaitu :

1) Visi mutu difokuskan pada pemenuhan kebutuhan customer, baik itu customer internal (orang tua, santri, ustadz, dan pengurus yang berada dalam sistem pendidikan pondok pesantren) maupun customer eksternal (pihak yang memanfaatkan proses pendidikan pondok pesantren).

2) Mendorong keterlibatan komunitas dalam totalitas program. Setiap orang harus terlibat dalam transformasi mutu. Mutu bukan hanya tanggung jawab pihak sekolah atau Dewan Pengawas sekolah, tapi mutu merupakan tanggung jawab semua pihak.

3) Mengembangkan sistem pengukuran nilai pendidikan.

4) Menunjang sistem yang diperlukan oleh staf dan siswa untuk mengelola perubahan dengan memiliki komitmen pada mutu.

5) Perbaikan berkelanjutan dengan selalu berupaya keras membuat produk pendidikan menjadi lebih baik.

Hadirnya regulasi-regulasi baru tentang penyelenggaran pendidikan pesantren di era sekarang ini idealnya sejalan dengan upaya peningkatan kualitas pendidikan pesantren yang diharapkan baik itu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Pesantren maupun Peraturan Menteri Agama. Dalam implementasinya, para pemangku kepentingan hendaknya melakukan evaluasi dan memastikan bahwa penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

Pengawasan pelaksanaan atas regulasi penyelenggaraan pendidikan pesantren harus betul-betul diperhatikan terutama pendidikan usia dini dan pendidikan dasar dimana lulusan santrinya akan menjadi generasi usia produktif 24 tahun mendatang di tahun 2045. Harus ada sinergi semua pemangku kepentingan baik itu stakeholder internal pesantren, para pemilik/pendiri pesantren, Kementerian Agama, dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memastikan penyelenggaraan pendidikan pesantren memiliki kualitas dan mutu yang bisa menjamin lahirnya santri-santri unggul dan berdaya saing global di masa depan.

Prioritas kedua dalam upaya menyiapkan santri generasi emas Indonesia tahun 2045, yaitu ‘’Menciptakan Santri Mandiri (penguatan karakter santri)’’. Kata mandiri sebetulnya bukanlah kata yang asing bagi kalangan santri. Kemandirian santri sudah dipupuk sejak dini karena mereka tinggal dan menempuh pendidikan asrama yang jauh dari orang tua dan keluarga.

Namun, dalam konteks yang lebih luas kemandirian ini harus dipahami dalam perspektif kebutuhan di masa depan. Kemandirian yang dimaksud bukanlah semata-mata kemandirian personal yang bersifat pemenuhan kebutuhan primer pribadi santri. Lebih dari itu, kemandirian yang dimaksud adalah kemandirian karakter yang bertumbuh dan mengakar yang menjadi identitas utama santri di masa depan.

Seperti kita ketahui, potensi yang dimiliki pesantren tidak hanya dilihat dari aspek sosial dan pendidikan saja tapi juga aspek ekonomi. Pesantren di hari ini dan di masa depan seringkali disebut-sebut sebagai ekosistem ekonomi syariah yang menjanjikan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seperti dikutip bisnis.tempo.co (2021) mengatakan, potensi ekonomi pondok pesantren sangat besar. Dari 31.385 jumlah pondok pesantren saat ini 44,2 persen diantaranya memiliki potensi ekonomi. Sehingga menurut Airlangga semua pesantren diharapkan bisa menjadi penggerak ekonomi kerakyatan, ekonomi syariah dan UMKM halal di Indonesia. Ekosistem ekonomi syariah berbasis pesantren harus melibatkan kolaborasi antara stakeholder terkait dengan pemerintah.

Berkaitan dengan potensi ekonomi syariah ini, bahkan Presiden Jokowi Widodo dalam pidatonya bertepatan dengan peringatan Hari Santri Nasional tahun 2021 dan peluncuran logo baru masyarakat ekonomi syariah menyampaikan Indonesia harus menjadi pemain utama dalam ekonomi syariah dan industri halal di dunia. Indonesia harus menjadi pusat gravitasi ekonomi syariah dunia.

Indonesia bahkan saat ini menempati posisi ke-4 dalam hal pengembangan ekonomi syariah setelah Malaysia, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Sementara itu, aset keuangan syariah di Indonesia menempati posisi ke-7 dengan total aset mencapai US$99 miliar sebagaimana dipaparkan Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi dan Persidangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, dalam siaran pers ‘’Potensi Besar Ekonomi Berbasis Syariah Indonesia” tanggal 29 April 2021 di Jakarta (ekon.go.id).

CEO/Managing Partner Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani yang dimuat dalam pemberitaan kompas.com (2021) berjudul ‘Mengintip Peluang Ekonomi Syariah di Indonesia’ mengatakan, Indonesia bisa menjadi pelopor ekonomi syariah dunia. Sistem perekonomian syariah dapat menjadi alternatif dari sistem perbankan konvensional karena sistem ini mempunyai daya resistensi yang cukup kuat terhadap krisis keuangan global seperti sekarang.

Dengan potensi ekonomi sangat besar tersebut, pesantren memiliki posisi strategis untuk bisa mengembangkan kemandirian ekonomi syariah para santri berbasis pesantren. Penguatan karakter santri yang mandiri sejak dini ini secara sosial maupun secara ekonomi diharapkan mampu menjadi personal branding santri-santri generasi emas di masa depan. Pondok pesantren menjadi sentral lahirnya wirausaha-wirausaha santri yang aktif, mandiri, dan unggul.

Kemudian prioritas ketiga dalam upaya menyiapkan santri generasi emas Indonesia tahun 2045, yaitu ‘’Menciptakan SDM Santri yang Unggul dan Berdaya Saing Internasional’’. Sebagaimana disebutkan dalam salah satu megatrend dunia yang akan dihadapi Indonesia dan negara-negara lain di dunia salah satunya adalah persaingan SDM yang semakin kompetitif.

Era boardless society dimana penduduk dunia sudah tidak memiliki batasan pergerakan wilayah dalam beraktifitas secara sosial maupun ekonomi maka SDM Indonesia dalam hal ini santri harus siap berkompetisi dan bersaing dalam merebut bonus demografi dan pesatnya perekonomian dunia. Penguatan karakter dan kemandirian ini harus juga didukung dengan karya-karya inovasi dan melek teknologi informasi. Penguasaan teknologi informasi dan bahasa asing menjadi syarat wajib skill yang harus dimiliki agar santri mampu bersaing dan berkompetisi.

Santri unggul dan berdaya saing internasional artinya santri mampu sejajar atau bahkan jauh di atas rata-rata mengungguli kecerdasan bangsa-bangsa lain di dunia sebagaimana tertulis dalam salah satu 7 (tujuh) impian Presiden Jokowi.

Upaya menciptakan santri yang unggul dan berdaya saing internasional tidak akan tercapai tanpa terlebih dahulu dilakukan peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan pesantren serta penguatan karakter santri dalam menciptakan santri mandiri, maju, adil, dan makmur. Sehingga dalam pelaksanaanya tiga upaya prioritas tersebut harus berjalan pararel dan beriringan satu sama lain.

Strategi Pencapaian Santri Generasi Emas Indonesia 2045

Upaya pondok pesantren menjawab tantangan dalam menciptakan ‘’Santri Generasi Emas Indonesia Tahun 2045” penulis berkeyakinan bahwa sinergi antara stakeholder terkait (Pemilik Pesantren, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dsb) perlu dikuatkan dan dijalin dengan baik. Sehingga upaya menciptakan Santri Generasi Emas Indonesia tahun 2045 sejalan dengan tujuan-tujuan strategis pendidikan sebagaimana telah ditetapkan berdasarkan Suistainable Development Goals (SDGs) terutama tujuan keempat yaitu ‘’Menjamin Kualitas Pendidikan yang Adil dan Inklusif serta Meningkatkan Kesempatan Belajar Seumur Hidup untuk Semua’’.

Sinergi nasional dan daerah para pemangku kepentingan perlu diupayakan agar masing-masing pihak tidak berjalan sendiri-sendiri dan memastikan setiap program penyelenggaraan pendidikan pesantren dilaksanakan sesuai ketentuan perundangan dan sejalan dengan perencanaan nasional yang digadang-gadang Bapennas tentang Visi Indonesia Emas di tahun 2045.

Beberapa strategi nasional dan daerah yang bisa ditempuh dalam upaya mencapai cita-cita lahirnya Santri Generasi Emas Indonesia di tahun 2045 bisa dilihat sebagai berikut:

1) Strategi peningkatan mutu pendidikan pesantren.

2) Strategi peningkatan kualitas guru dan pengajar pesantren

3) Strategi peningkatan kualitas staf manajemen dan organisasi

4) Strategi peningkatan literasi digital dan teknologi informasi

5) Strategi kemandirian ekonomi (pesantreneurship)

(Bersambung)

(Bagian Satu) Peran Pesantren Menyongsong Santri Generasi Emas Indonesia Tahun 2045

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image