Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Fransiska

PENATAAN PEMILU DAN SISTEM PEMILU

Politik | Tuesday, 08 Feb 2022, 22:07 WIB
sumber photo : Pixabay.com

Pemilihan umum merupakan bentuk implementasi dari sistem demokkrasi juga dari penerapan sila keempat Pancasila dan pasal 1 (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu merupakan mekanisme untuk memilih wakil rakyat di badan Eksekutif maupun Legislatif di tingkat pusat maupun daerah.

Pemilihan umum di Indonesia sejak 1955 hingga saat ini yang terakhir di Pemilu serentak 2019 mengalami banyak sekali perubahan dari aspek kerangka hukum, penyelenggara, tahapan, peserta, kelembagaan, Pelanggaran, maupun manajemen pelaksaannya. Salah satu ukuran dalam menilai sukses nya penyelenggaraan pemilihan umum adalah partispasi politik yang diwujudkan dengan pemberian hak suara oleh masyarakat yang telah mempunyai hak pilih.

Boleh dikatakan bahwa semakin tinggi partipasi masyarakat dalam pemilahan umum itu lebih baik. Sebaliknya, tingkat partispasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik, karena dapat ditafsirkan bahwa banyak warga tidak menaruh perhatian terhadap negara. Pemilihan umum tidak lahir tanpa tujuan tetapi untuk memilih para wakil rakyat dalam rangka mewujudkan pemerintah dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut liphart bahwa demokrasi, lembaga perwakilan dan pemilihan umum merupakan tiga konsep yang sangat terkait dan tak bisa dielakkan.

Untuk itu partisipasi masyarakat jelas di perlukan agar dapat mengimplementasikan makna demokrasi secara mutlak. Pemilihan umum penting untuk diselenggarakan secara berkala disebabkan oleh beberapa sebab. Pertama, pendapat atau aspirasi rakyat mengenai berbagai aspek kehidupan bersama dalam masyarakat bersifat dinamis, dan , pberkembang dari waktu ke waktu.

Kedua, disamping pendapat rakyat yang berubah dari waktu ke waktu, kondisi kehidupan bersama dalam masyarakat dapat pula berubah karena dinamika dunia Intenasional atau faktor dalam negeri sendiri, baik karena faktor internal manusia maupun faktor eksternal. Ketiga, perubahan-perubahan aspirasi dan pendapat rakyat juga dapat dimungkinkan terjadi karena pertambahan jumlah penduduk dan rakyat yang dewasa, terutama para pemilih baru belum tentu mempunyai sikap yang sama dengan para orang tua mereka sendiri

Dalam Geys sebagaimana dikutip (Haris, dkk., 2014: 15) menyebutkan bahwa secara umum, pemilu serentak atau lazim juga disebut sebagai pemilu konkuren (concurren elections) adalah pemilu yang diselenggarakan untuk memilih beberapa lembaga demokrasi sekaligus pada satu waktu secara bersamaan.

Jenis-jenis pemilihan tersebut mencakup pemilihan eksekutif dan legislatif di beragam tingkat di negara yang bersangkutan, yang terentang dari tingkat nasional, regional, hingga pemilihan di tingkat lokal. Dalam penggunaan desain pemilu serentak, praktek yang banyak digunakan adalah penggabungan antara pemilihan eksekutif dengan pemilihan legislatif. Untuk mengetahui dampak, Hanan (2016: 1471) mengemukakan bahwa pelaksanaan pemilu serentak belum tentu akan berdampak positif terhadap penguatan sistem presidensial multipartai. Ada banyak variabel yang harus dikombinasikan, kombinasi sistem pemilu seperti Plurality dan Majority Run Off (MRO). Dampaknya bisa berbeda bila dikombinasikan dengan pemilu eksekutif-legislatif serentak.

Temuan umum dalam berbagai riset, terutama dari sistem presidensial multi partai di Amerika Latin menunjukkan bahwa gabungan sistem pemilu presiden dengan formula plurality dengan pemilu legislatif secara serentak cenderung dapat membantu penyederhanaan sistem kepartaian. Pandangan lain menyebutkan bahwa keserentakan pelaksanaan pemilu merupakan suatu formula alternatif bagi perubahan sistem politik dan pemerintahan.

Hal ini didasarkan pada pengalaman dan upaya untuk mengatasi berbagai problematika yang ada, yaitu: (1) menjadi dasar bagi terealisasinya sistem pemerintahan presidensialisme yang kuat dan stabil; (2) memfasilitasi munculnya penyederhanaan sistem kepartaian, melalui pemberian insentif bagi partai politik untuk membangun budaya dan pelembagaan politik demokratis yang berkelanjutan (Aliansi, Koalisi, Gabungan, dan atau Merger); (3) mendorong pembentukan parlemen yang lebih efektif; (4) Menciptakan sistem pemilihan yang lebih sederhana, waktu yang singkat, sekaligus biaya murah baik dalam pemilu legislatif maupun pemilihan umum presiden (5) Menciptakan ruang bagi munculnya fokus isu dalam pemilu, mana yang merupakan isu nasional dan mana isu lokal; (6) Membuka ruang partisipasi bagi menguatnya preferensi dan strategi rakyat (pemilih) pada pemilu berdasarkan isu lokal maupun nasional; (7) Agar tujuan-tujuan di atas dapat terealisir secara efektif, maka sistem pemilu presiden run off with a reduced threshold (mayoritas bersyarat) merupakan pilihan utama. Desain pemilu serentak di kebanyakan negara lain seperti dikemukakan oleh Jones dan banyak peneliti lain di Amerika Latin (Wijayanti & Purwaningsih, 2015: 52) menyatakan bahwa sistem pemilu legislatif dan eksekutif dalam sistem presidensial multipartai haruslah mengkombinasikan waktu pelaksanaan yang serentak, sistem Proporsional dalam pemilu legislatif, dan sistem plurality dalam menentukan pemenang pemilu presidennya. Sistem plurality sendiri sebetulnya cenderung menghasilkan sedikit kandidat presiden.Ketika pemilu presiden para pendukung kandidat dalam sistem ini cenderung mengabaikan para kandidat yang tidak kompetitif (nonaviable) supaya mereka dapat fokus pada dua kandidat teratas.

Hal ini mendorong proses koalisi antar partai sejak awal karena hanya ada satu putaran pemilihan. Partai yang mestinya mengajukan calon sendiri namun calonnya kurang kompetitif cenderung akan mendrop calonnya dan meng-endorse satu di antara dua calon paling kompetitif dengan harapan akan mendapatkan konsesi politik pasca pemilu presiden. Dampak–reduktif dari sistem plurality menjadi tidak berpengaruh terhadap penyederhanaan partai di legislatif, dengan asumsi pemilu legislatif dilaksanakan dengan sistem proporsional.

Lebih lanjut dalam mewujudkan pemilu serentak 2019 berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013 tentang pelaksanaan pemilu serentak, muncul penafsiran bahwa Pemilu 2019 akan diselenggarakan dengan 5 kotak. Secara sederhana putusan itu banyak dimengerti sebagai sekedar perbedaan dalam penyelenggaraannya dimana Pemilu 2019 akan diselenggarakan secara bersamaan untuk memilih DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden Dampak bagi pemilih adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pemilih untuk menentukan pilihan pada pilpres dan pileg.

Dari hasil wawancara dan olahan data dari KPU Kota Kupang disimpulkan bahwa pemilu serentak 2019 menjadi kesulitan bagi pemilih dalam menentukan pilihannya karena informasi yang diterima pemilih cukup banyak, dan kemampuan dalam mengelolah informasipun terbatas. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat di Kota Kupang, KPU Kota Kupang selaku penyelenggara pemilu selalu melakukan kegiatan sosialisasi dan kegiatan pendidikan politik pemilih secara ketat dan serius untuk meningkatkan kesadaran politik pemilih.

Oleh : FRANSISKA

Mahasiswa Ilmu Politik FISIP

Universitas Muhammadiyah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image