Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yuli Saputri

Rakyat Jengah, Pandemi Tak Kunjung Usai

Info Terkini | 2022-02-08 13:11:05

Rakyat Jengah, Pandemi Tak Kunjung Usai

Seperti yang dikutip oleh detikHealth Jumlah kasus virus Corona COVID 19 bertambah 26.121 kasus pada Senin (7/2/2022), sehingga total menjadi 4.542.601. Pasien sembuh bertambah 8.577, meninggal 82.

Lagi dan lagi, menjelang perayaan hari raya Idul Fitri kita disodorkan fakta melonjaknya kasus Covid-19 apalagi dengan varian barunya yaitu omicron. Tak pelak masyarakat seakan jengah, seperti yang kita ketahui bersama bahwa sebagian besar negeri ini adalah muslim dan hari raya Idul Fitri adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Di hari raya Idul Fitri tentu kita tak bisa lepas dengan aktivitas seperti salat Id, mudik dan silaturahmi, apalagi setelah dua tahun kegiatan itu tak lagi semudah dulu karena adanya pembatasan.

Tentu, jika boleh memilih umat Islam tak mau lagi-lagi harus tertahan tak bisa bersua dengan keluarga di hari raya, tak mau lagi harus sembunyi-sembunyi di transportasi umum demi ingin sampai di kampung halaman. Tetapi bagaimana pun lagi, sepertinya tahun ini keadaannya masih seperti tahun kemarin. Lantas, apa sebab pandemi Covid-19 ini tak kunjung usai setelah 2 tahun kita berjibaku dengannya? Adakah yang salah dengan penanganan Covid-19 oleh pemerintah selama ini?

Perlu kita ketahui bahwa untuk menangani pandemi Covid-19 ini tidak cukup dengan menyediakan berbagai fasilitas kesehatan tapi yang paling utama dan awal dari langkah penanganan adalah menutup segala akses penyebarannya. Kebijakan pemerintah yang diterapkan selama penanganan Covid-19 pun seringkali membuat kita jengah. Alih-alih melakukan lockdown untuk memutus rantai penyebaran, kebijakan yang diterapkan masih saja mempertimbangkan keselamatan ekonomi. Seperti di awal-awal pandemi muncul, pemerintah pun tak sigap menutup pintu akses masuknya TKA dan WNA. Tidak heran kalau kasus Covid-19 akhirnya melonjak lagi.

Beginilah negara yang kuat dipengaruhi nilai kapitalistik dan pandangannya yang pendek, hanya melihat profit and loss di depan mata. Apakah ini semata karena negara tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat jika harus memberlakukan lockdown? Bukankah justru negeri kita yang kaya akan hasil di darat maupun laut tidak sulit untuk menerapkan kebijakan ini?

Hanya sistem Islam yang mampu menyelesaikan tantangan pandemi global ini. Pertama, kebijakan yang tepat, efektif, sesuai dengan realitas, lockdown. Ya, dengan kebijakan lockdown-nya yang telah dicontohkan peradaban Islam pada masa lampau. Menutup akses area wabah adalah langkah awal dan utama dalam penanganan sebelum langkah-langkah lanjutan dilakukan. Dengan menutup total akses di area wabah tentu saja aktivitas masyarakat diluar wabah bisa berjalan normal. Rasulullah Saw. bersabda "Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari).

Seperti yang terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, pada saat itu terjadi penyebaran virus 'amwas, salah satu sahabat dan juga salah satu gubenur pada masa itu yaitu Amru bin Al-'ash mengusulkan kebijakan lockdown seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Pada akhirnya kebijakan itu benar-benar diterapkan. Dengan mengisolasi area wabah, mencegah kerumunan, dan pemenuhan hajat serta kebutuhan rakyat dan dengan izin Allah kebijakan ini benar-benar efektif memangkas penyebaran virus.

Kedua, dukungan finansial, pengaturan ekonomi dalam Islam memungkinkan negara memiliki kekuatan ekonomi yang mumpuni untuk menunjang kesejahteraan rakyatnya. Syari'at Islam mengatur bahwa sumber daya alam wajib dikelola negara untuk kemaslahatan rakyat. Berbeda sekali dengan sistem kapitalisme yang berlaku saat ini. Kekayaan negara habis dijarah korporasi sehingga untuk memenuhi kebutuhan rakyat bahkan hanya saat pandemi pun tidak mampu, malah justru rakyat menjadi korban keserakahan segelintir orang di tengah ganasnya serangan pandemi ini. Lantas kebijakan dalam bentuk apalagi yang bisa kita harapkan dari sistem ini?

Ketiga, konsep peran negara bagi masyarakat. Dalam Islam negara sebagai peri'ayah/pengatur sekaligus penanggung jawab bagi rakyat. Beda dengan negara kita saat ini, negera hanya berperan sebagai regulator, sekedar pengkoordinasi dinamika di masyarakat. Kesadaran pemimpin dalam Islam bahwa mereka akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah, menjadikan mereka bersungguh-sungguh untuk melakukan tugasnya secara maksimal. Faktor inilah yang akan mendorong pemerintahan dalam Islam untuk mencari berbagai solusi untuk penanganan pandemi saat ini apalagi di tengah penyebarannya yang terus meluas. Berbagai cara akan ditempuh demi tercapainya maslahat untuk rakyat, meningkatkan kualitas fasilitas kesehatan yang dinikmati gratis oleh rakyat, dan pengembangan berbagai macam teknologi untuk mendukung terselesaikannya masalah pandemi ini.

Yuli Saputri, Muslimah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image