Mengenai Qardh dan Cara Memperoleh Keuntungannya
Agama | 2022-01-26 16:52:53Sebelum membahas tentang qardh, kita perlu mengetahui sedikit tentang akad tabarru’ yang masih berhubungan dengan qardh. Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut not-for profit transaction (trasaksi nirlaba).Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah swt, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part–nya untuk sekedar menutupi biaya yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut, tetapi tidak boleh sedikit pun mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah, wasiat, dan wakaf.
Definisi Qardh
Kemudian definisi dari qardh tersebut yaitu, Secara etimologi, qardh berarti al-Qath’i (memotong). Harta yang dibayarkan kepada muqtarid (yang diajak akad qardh) dinamakan qarad, sebab merupakan potongan dari harta muqrid (pemilik barang).
Pengertian qardh menurut terminologi, antara lain dikemukakan oleh ulama Hanafiyah. Menurutnya qardh adalah “Sesuatu yang diberikan seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk memenuhi kebutuhannya.”.
Sementara definisi Qardh menurut ulama Malikiyah adalah “suatu penyerahan harta kepada orang lain yang tidak disertai iwadh (imbalan) atau tambahan dalam pengembaliannya.”
Sedangkan menurut Ulama Syafi’iyah, qardh mempunyai pengertian yang sama dengan termas-Salaf, yakni akad pemilikan sesuatu untuk dikembalikan dengan yang sejenis atau yang sepadan.
Dari beberapa definisi tersebut terlihat bahwa sesungguhnya qardh merupakan salah satu jenis pendekatan untuk bertakarrub kepada Allah dan merupakan jenis mu’amalah yang bercorak ta’awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya, karena muqtarid (penghutang/debitur) tidak diwajibkan memberikan iwadh (tambahan) dalam pengembalian harta yang dipinjamnya itu kepada muqrid (yang memberikan pinjaman/kreditur), karena qardh menumbuhkan sifat lemah lembut kepada manusia, mengasihi dan memberikan kemudahan dalam urusan mereka serta memberikan jalan keluar dari duka dan kabut yang menyelimuti mereka.
Dasar Hukum Qardh
Adapun berikut dasar hukum dari qardh yang telah dicantumkan di Al-Qur’an, Hadist hingga di Ijma’
1) Dalil Al-Qur’an
Dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 245 Allah SWT berfirman “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan harta di jalan Allah), maka Allah melipatgandakan kepadanya dengan lipat ganda yang banya.” Adapun maksud dari ayat tersebut adalah Allah SWT menyeru kepada manusia untuk beramal shaleh, memberi infaq fi sabilillah dengan uang yang dipinjamkan, sehingga Allah SWT akan memberikan balasan yang berlipat ganda bagi hamba yang melaksanakan perintahnya
2) Dalil Hadist
Ibnu Majah meriwayatkan hadist yang bersumber dari ibnu mas’ud r.a dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain dua kali melainkan pinjaman itu (berkedudukan) seperti sedekah satu kali.” (HR. Ibnu Majah)
3) Dalil Ijma’
Bahwa semua kaum muslimin telah sepakat dibolehkan utang piutang karena Qardh memiliki kebaikan bagi kedua belah pihak untuk saling tolong menolong. Abu Hurairah berkata, “Rasulullah SAW bersabda, barangsiapa melepaskan dari seorang muslim satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa memberi kelonggaran kepada seseorang yang sedang kesusahan, niscaya Allah akan memberi kelonggaran baginya di dunia dan diakhirat. Dan Allah selamanya menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya mau menolong saudaranya
Rukun dan Syarat Qardh
Berikut merupakan yang menjadi rukun qardh adalah 1). Muqridh (pemilik barang/yang memberikan pinjaman), 2). Muqtaridh (peminjam), 3). Qardh (objek / barang yang dipinjamkan), 4). Ijab qabul.
Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam akad qardh adalah sebagai berikut:
a. Orang yang melakukan akad (Muqridh dan Muqtaridh) harus baligh, dan berakal. Akad qardh ini menjadi tidak sah apabila yang berakad itu anak kecil, orang gila dan dipaksa oleh seseorang.
b. Qardh (objek/barang yang dipinjamkan) harus berupa maal mutaqawwim (harta yang menurut syara’ boleh digunakan/dikonsumsi). Mengenai jenis harta benda yang dapat menjadi objek utang piutang terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqaha. Menurut Hanafiah, akad utang piutang hanya berlaku pada harta benda mistlayat, yaitu harta benda yang banyak padanannya, yang lazim dihitung melalui timbangan, takaran dan satuan. Sedangkan harta benda qimiyat tidak sah dijadikan objek utang piutang seperti hasil seni, rumah, tanah, hewan dan lain-lain. Namun menurut Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah setiap harta yang dapat diberlakukan atasnya akad salam dapat diberlakukan atasnya akad utang piutang, baik berupa harta benda mistliyat maupun qimiyat.
c. Ijab qobul harus dilakukan dengan jelas, sebagaimana jual beli dengan menggunakan lafal qardh atau yang sepadan dengannya. Menurut Maliki, pemilikan terjadi dengan akad saja sekalipun serah terima belum terjadi.
Dari penjelasan berikut mengenai qardh kemudian dapat dijelaskan tentang bagaimana cara untuk meraih keuntungan atau manfaat melalui qardh tanpa riba. Sebenarnya akad qardh ini bukan untuk mencari keuntungan dan bukan juga salah satu cara untuk mengeksploitir tetapi qardh dimaksudkan untuk menolong sesama muslim.
Tetapi di zaman sekarang ini banyak yang meraih keuntungan dari qardh melalui bunga dan itu merupakan riba, seperti kaidah fiqih sebagai berikut. “ semua bentuk qardh yang membuahkan bunga adalah riba”.
Kemudian pinjaman atau qardh yang dipersyaratkan itu yang bertujuan supaya memperoleh keuntungan, maka itu juga haram hukumnya.
Nah, dari pernyataan tersebut kita sudah mengetahui cara memperoleh keuntungan dari qardh.Keuntungan tersebut tidak disyaratkan dalam akad atau apabila hal tersebut sudah menjadi kebiasaan di masyarakat adalah boleh, menurut mahzab hanafiyah.Bagaimana dengan mahzab yang lain? Apakah boleh juga? Berikut penjelasannya.
Dalam mahzab malikiyah penambahan yang tidak disyaratkan dan tidak diperjanjikan karena hal itu telah menjadi adat kebiasaan masyarakat maka hukumnya haram.Kalau yang diperbolehkannya apabila hal itu tidak menjadi adat kebiasaan masyarakat.
Dalam mahzab syafi’iyah penambahan pelunasan hutang yang sudah diperjanjikan oleh pihak yang berhutang, maka makruh untuk menerimanya.
Selain cara-cara tersebut ternyata ada acara lain untuk meraih keuntungan dari qardh yaitu, dengan memanfaatkan uang hutang tersebut untuk membuka usaha tetapi sudah disepakati kedua belah pihak, kegiatan tersebut juga termasuk dalam mudharabah tetapi perbedaannya terletak pada akad apa yang digunakan dan disepakati kedua belah pihak antara yang berrhutang dengan yang menghutangi.
Berikut merupakan cara memperoleh keuntungan dari qardh tanpa bunga atau hal yang disyaratkan yang bisa berujung kepada riba
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.