Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Akhmad Zaki Firmansyah

Multi Akad dalam Produk Rahn di Pegadaian Syariah

Agama | Saturday, 29 Jun 2024, 08:53 WIB

Hybrid contract atau yang bisa kita kenal multi akad sering kali kita temui pada suatu transaksi. Hybrid contract secara harfiyah yaitu sebagai kontrak yang dibentuk oleh kontrak yang beragam. Dalam istilah fiqh, multi akad merupakan terjemahan dari kata Arab yaitu (al-‘uqud al-murakkabah). Secara harfiah, 'al-'uqud' berarti akad-akad atau kontrak-kontrak, sedangkan 'al-murakkabah' bermakna yang digabungkan atau dikombinasikan.

Ilustrasi : Multi Akad (iStock)

Dalam islam tentu adanya multi akad ini adalah sebuah masalah. Sebagian ulama telah melarang tarkait penggunaan multi akad ketika melakukan transaksi. Alasan utama di balik larangan ini adalah untuk menghindari gharar (ketidakjelasan) dan riba (bunga) yang mungkin timbul dari penggabungan beberapa akad. Islam sangat menekankan kejelasan dan keadilan dalam setiap transaksi, dan multi akad dianggap berpotensi menciptakan sifat ambigu yang dapat merugikan salah satu pihak.

Multi akad yang ada dalam transaksi bisnis dan keuangan banyak bentuk dan ragamnya. Pertama, multi akad dengan cara mencampurkan dua akad atau lebih untuk menghasilkan nama baru, misalnya jual beli tawarruq, ba’i al-wafa’, dan lain sebagainya. Kedua, multi akad yang mujtami’ah/mukhatalithah, yaitu akad yang menyandang nama akad baru, namun menyebutkan nama akad lama sebagai akad pokoknya, misalnya produk mudlarabah musytarakah dan produk musyarakah mutanaqishah (MMQ). Ketiga, multi akad dimana akad-akad tidak dicampur dan menimbulkan nama akad baru, namun dua akad atau lebih menjadi akad dengan nama dasar akad yang tersisa, misalnya murabahah wa wakalah dalam pembiayaan di perbankan syariah, qardl, rahn, ijarah, dsb.

Nazih Hammad memberikan beberapa kriteria bagi multi akad agar dibolehkan secara syar’i. Kriteria tersebut sebagai berikut:

  1. Multi akad tersebut bukan yang dilarang dalam nash
  2. Multi akad tersebut tidak menjadi sarana ke suatu yang diharamkan
  3. Multi akad tersebut tidak dijadikan sebagai hilah (siasat) untuk mengambil riba dengan jalan lain
  4. Multi akad itu tidak termasuk ke dalam mutanaqidlah (akad-akadnya berlawanan)

Dalam lingkup Indonesia, dasar yang menjadi acuan pegadaian syari’ah adalah fatwa DSN MUI Nomor 25/DSNMUI/III/2002 tentang rahn dan fatwa DSN MUI Nomor 26/DSN MUI/III/2002 tentang rahn emas yang menyatakan rahn emas dibolehkan berdasarkan atas prinsip rahn atau gadai.

Sumber : pegadaiansyariah.co.id

Beberapa literatur menyatakan bahwa produk gadai di pegadaian syari’ah beroperasi berdasarkan pada tiga akad, yaitu: akad qardl yakni hutang-piutang yang menjadi dasar dari gadai, akad rahn untuk menguatkan akad dengan hutang-piutang, dan akad ijarah sebagai penyimpanan barang yang digadaikan.

Syarat pertama yang disetujui kebolehan dari multi akad menurut Nazih Hammad adalah bahwa multi akad tersebut tidak termasuk ke dalam yang dilarang dalam nash. Jika kita berpedoman pada pendapat ulama bahwa kata al’ba’i atau jual beli menyangkut akad salam, sharf, dan ijarah, maka praktik rahn di pegadaian syari’ah termasuk ke dalam multi akad yang dilarang.

Alasannya karena dalam kesepakatan rahn tersebut berkumpul antara hutang-piutang dengan akad ijârah (sewa atau upah) yang termasuk ke dalam jual-beli. Jika kita membolehkan produk rahn di pegadaian syari’ah dengan syarat keempat dari kebolehan multi akad, maka kita berkesimpulan bahwa akad tersebut haram.

Ilustrasi : Transaksi (Pinterest)

Jika kita fokus pada akad rahn dibandingkan akad hutang-piutang, maka akan diperoleh hasil yang berbeda. Hal ini karena rahn sebagai penguat dari transaksi non tunai memang tidak mesti bersamaan dengan akad hutang-piutang. Dalam halini rahn tidak akan mempermasalahkan jika digabungkan dengan akad ijarah, karena keduanya bukanlah akad yang berlawanan. Namun jika melihat realitaspegadaian syariah, tidak dapat dipungkiri bahwa nasabah yang mengajukan gadaiakan bergantung pada pinjaman tunai atau qardl.

Produk rahn di pegadaian syari’ah masih di pertanyakan dari sudut pandang hukum syari’ah. Di satu sisi, pihak pegadaian syari’ah menyatakan bahwa multi akad berdasarkan produk gadai telah memenuhi persyaratan syari’ah, sehingga diperbolehkan. Namun jika dikaji lebih mendalam berdasarkan atas kriteria multi akad yang dibolehkan, maka produk ini bisa termasuk ke dalam multi akad yang dilarang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image