Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ade Sudaryat

Permasalahan yang Menimpa Kita Merupakan Ujian Pembuktikan Karakter Jiwa

Agama | Tuesday, 25 Jan 2022, 04:21 WIB

Ia sudah tak malu lagi dengan siapapun. Beragam kata-kata kasar keluar dari mulutnya. Ia tumpahkan rasa kesalnya, tak peduli lagi siapa yang ada di hadapannya, yang penting ia dapat menumpahkan rasa gundah gulana yang tengah dihadapinya.

“Permasalahan hidup yang aku hadapi ini begitu berat. Mengapa nasibku seperti ini?” Demikian teriak seseorang yang sedang marah-marah dan tak sabar menghadapi permasalahan hidup yang menimpanya.

Tak sampai di sana, kemarahan dan rasa jengkelnya ia tumpahkan di hadapan gurunya. Memang tak habis pikir, konon ia tengah belajar tasawuf yang lebih mengedepankan kelembutan hati dan kemuliaan akhlak, namun ia begitu berang, marah-marah ketika menghadapi permasalahan berat.

Melihat tingkah muridnya berperilaku seperti itu, dengan sabar sang guru mendengarkan semua kata-kata yang diucapkan muridnya tersebut. Ia tak merasa tersinggung dengan kata-kata yang diucapkannya, sebab ia mengetahui betul kata-kata tersebut bukan ditujukan kepada dirinya, tapi disebabkan tekanan berbagai permasalahan hidup yang tiada henti menyapanya.

Setelah puas mengungkapkan semua kekesalannya, sang murid berhenti berbicara. Suasana menjadi hening, tak ada seorang pun yang berbicara.

“Sudah selesai mengungkapkan perasaanmu?” Kata sang guru memecah keheningan.

Sang Murid terperanjat, ia tersipu malu dan baru menyadari di hadapan siapa ia berbicara. “Sudah, wahai guruku. Maafkan aku berbicara semauku, tanpa basa-basi dan kesopanan.”

“Tak apa-apa, ungkapkan saja semua permasalahanmu. Jangan kau pendam agar tak menjadi beban dalam hidupmu. Insya Allah aku akan menjaga apa yang kau ungkapkan, dan tak akan aku sebarkan kepada orang lain.” Kata sang guru dengan bijak.

“Wahai muridku, aku telah mendengar semua beban masalah yang tengah menyapa kehidupanmu. Seandainya aku menjadi dirimu, mungkin aku juga akan bertindak seperti yang kau ucapkan tadi, malahan bisa jadi tindakanku akan lebih buruk daripada yang telah kau ucapkan. Tapi, mari kita merenung sejenak, menilai karakter diri kita sendiri ketika menghadapi suatu permasalahan.” Lanjut sang guru.

Kemudian sang guru mengajak sang murid masuk ke dapur rumahnya yang sangat sederhana. “Jangan banyak tanya ya!” Pinta sang guru.

Setelah sampai di depan tungku, ia menyalakan api untuk memanaskan air. Panci berisi air diletakkan di atas tungku. Setelah air mendidih ia mengambilnya dan menuangkannya ke cangkir besar yang sudah diisi beberapa sendok kopi bubuk.

“Tolong, ambilkan telur dan wortel!” Perintah sang guru kepada muridnya yang masih belum mengerti terhadap apa yang akan dilakukan sang guru.

Di benaknya berkecamuk seribu tanya, “Apa hubungannya dengan permasalahan yang tengah aku hadapi?”

Meskipun bingung, ia tetap melaksanakan permintaan gurunya. Setelah wortel dan telur diambil, kemudian ia masukan ke panci yang berisi air mendidih, dan merebusnya sampai benar-benar matang.

Sambil menunggu matangnya wortel dan telur, sang guru bijak mengajak muridnya ngobrol ke sana kemari, sambil diselingi humor yang membuat muridnya bisa tersenyum, bahkan tertawa terbahak-bahak. Ruangan dapur sederhana jadi penuh kehangatan, bukan saja hangat karena api dari tungku, juga hangat karena keakraban sang guru dan murid, ditambah seruputan kopi hangat tanpa gula yang diseduh sang guru. Semerbak harumnya meruak di ruangan dapur yang sangat sederhana.

“Angkat telur dan wortelnya! Kayaknya sudah matang!” Perintah sang guru kepada muridnya.

Ia segera mengambilnya, dan meletakkannya di atas piring. Namun lain halnya dengan kopi yang sedari tadi boleh dinikmati keharuman dan kehangatannya, sang guru tak mempersilakan dirinya untuk memakan telur ataupun wortel. Ia hanya bertanya, “Pelajaran apa yang dapat kamu ambil dari telur, wortel, dan kopi yang sama-sama diberi air mendidih ini?”

Dengan singkat, sang murid menjawab. “Wortel yang tadinya keras menjadi lembek, telur yang asalnya mudah pecah menjadi keras, dan kopi mewarnai air dan mengeluarkan semerbak harum.”

“Itu saja, pelajaran yang dapat kamu ambil?” Tanya sang Guru.

“Ya itu saja, wahai guruku.” Jawab sang Murid.

“Belajarlah kamu berpikir mendalam dalam memandang segala hal termasuk dalam merenungi segala hal yang menimpa dirimu dan lingkungan sekitarmu.” Pinta sang guru.

Kemudian ia melanjutkan nasihatnya, “Jika diibaratkan, air yang mendidih itu adalah permasalahan berat yang menimpa diri kita yang membuat pikiran kita panas, gundah gulana, bahkan putus asa yang terkadang juga terselip prasangka menganggap Allah itu tidak adil dalam memberi kehidupan kepada kita. Padahal pilihan ada pada diri kita, apakah kita akan menjadi orang yang berkarakter wortel, telur, atau kopi?”

Sang murid mengernyitkan dahi. Ia sama sekali belum paham dengan maksud perkataan gurunya. Namun, sebelum ia sempat bertanya, sang guru bijak telah lebih dulu menjelaskannya.

“Ketika kita menghadapi permasalahan, apakah diri kita akan berkarakter seperti wortel yang asalnya keras kemudian menjadi lunak karena rebusan air mendidih? Apakah diri kita yang tadinya tegar akan kalah, menyerah, lunak, dan bersikap putus asa ketika menghadapi serangan permasalaham hidup yang bertubi-tubi, datang silih berganti?”

Kemudian sang guru melanjutkan nasihat retorisnya, “Akankah kita menjadi orang berkarakter seperti telur? Awalnya mudah pecah, tapi setelah direbus, ia menjadi keras. Sayangnya, jika airnya semakin panas, kulitnya menjadi pecah-pecah. Isi telurnya keluar mengotori air dan panci. Akankah diri kita tetap tegar ketika menghadapi masalah, namun jiwa kita menjadi pecah, dendam dipendam di dalam hati, tak rela menerima masalah, mencari kambing hitam, dan menyalahkan orang lain dan lingkungan sekitar kita?”

Sang murid terdiam. Ia mulai memahami pelajaran yang diberikan sang guru.

“Jadilah orang yang berkarakter seperti kopi. Ia bisa mewarnai air mendidih menjadi seperti warna dirinya. Lebih dari itu, ketika diseduh dengan air panas, kopi bisa mengeluarkan aroma harum bagi lingkungan sekitarnya. Semakin panas air yang dipakai untuk menyeduhnya, semakin keluar bau harumnya. Kita harus bisa bersatu dengan permasalahan hidup yang kita hadapi, berusaha tetap tegar dan sabar, tidak putus asa dalam mencari solusi, dan mewariskan inspirasi bagi kehidupan orang-orang di sekitar kita.” Lanjut sang guru.

Sang murid benar-benar puas dengan pelajaran dari gurunya pada hari itu. Ia pun bertekad untuk tetap tegar, sabar, tawakal, dan bersikap solutif ketika menghadapi berbagai permasalahan hidup.

Ia belajar meyakini, permasalahan yang dihadapi dalam menjalani kehidupan ini merupakan inti dari kehidupan itu sendiri. Ia ingat akan kata-kata Socrates sang filosof, “Kehidupan yang tak pernah menghadapi permasalahan atau ujian tak layak untuk dijalani.”

Seneca yang juga seorang filosof pun pernah berujar, “Sungguh sial jika kamu tidak pernah mendapatkan musibah atau ujian hidup. Karena itu artinya kamu menjalani kehidupan tanpa pernah menghadapi lawan. Kehidupan tanpa lawan berarti tidak akan ada yang mengetahui kemampuanmu yang sebenarnya, bahkan dirimu sendiri tidak akan mengetahui akan kemampuan dirimu.”

Kita harus belajar meyakinkan, mendung tak selamanya hujan. Jalan terang akan kita peroleh setelah kita menghadapi kegelapan. Setelah menempuh jalan mendaki kita akan mendapatkan jalan mendatar, bahkan jalan menurun. Setelah menjalani kesulitan, kita akan mendapatkan kemudahan.

“Jadilah seperti tebing di pinggir laut yang terus dihunjam ombak, tetapi tetap tegar dalam menjinakkan murka air di sekitarnya.” Demikian nasihat Marcus Aurelius, seorang Filosof Romawi Kuno (Filosofi Teras, 2018 : 295).

Dalam menghadapi berbagai masalah kunci utamanya adalah sabar dan tak putus asa dalam mencari solusi. Kita harus belajar meyakinkan diri, dengan izi Allah, cepat atau lambat pasti kita akan menemukan solusi. Ketika masanya sudah tiba, jalan keluar yang kita perjuangkan akan terbuka. Kedatangannya tak tertahankan, bahkan dapat meruntuhkan tembok yang paling keras sekalipun.

Al Qur’an dengan tegas menjelaskan dan kita harus benar-benar meyakininya. “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (Q. S. Al-Insyirah : 5-6).

Ilustrasi : Harumnya kopi (sumber gambar : www.abc.es)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image