Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Febiani Tsalsabila.R

Sistem Dropship dalam Perspektif Islam

Info Terkini | Monday, 24 Jan 2022, 19:59 WIB

Febiani Tsalsabila Rahayu

skema sistem dropship

Perkembangan zaman membawa banyak perubahan pada setiap aspek kehidupan. Kemajuan teknologi dan kemudahan dalam mengakses internet memudahkan manusia untuk melakukan segala aktivitas. Untuk mengoptimalkan penggunaan internet, banyak masyarakat yang memanfaatkannya dengan membuat bisnis online. Selama pandemi Covid-19, perkembangan bisnis online di Indonesia meningkat 10 kali lipat dengan penambahan pelanggan baru mencapai lebih dari 50%. Adapun bisnis online yang sedang marak di kalangan masyarakat ialah menjadi dropshipper (perantara). Seorang dropshipper tidak memerlukan modal untuk memulai usaha. Kegiatan ini pun tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Dalam sistem dropship ini, selain dropshipper (perantara), ada pelaku utama lain, yaitu penjual (pemilik barang) dan pembeli. Kegiatan penjualan produk melalui sistem dropship ini adalah ketika pembeli sudah membayar untuk sebuah produk kepada dropshipper, kemudian dropshipper membayar kepada penjual sekaligus mengirim rincian produk yang dipesan oleh para pembeli. Selanjutnya, pemilik barang atau penjual akan mengirimkan langsung produk yang dipesan oleh pembeli.

Menurut ajaran Islam, melakukan jual beli tidak boleh dilakukan dengan asal, melainkan ada aturan-aturan yang mengikatnya. Ketika melakukan jual beli, apabila salah satu pihak merasa dirugikan, maka transaksi jual beli yang dilakukan akan batal. Jual beli dalam Islam memiliki rukun dan syarat sahnya yaitu ijab dan qabul. Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis atau satu tempat yang mengharuskan para pihak (penjual dan pembeli) untuk saling bertemu. Selain itu, benda yang diperjual-belikan haruslah benda milik pribadi. Apabila ditinjau dari perspektif fiqh muamalah, pada sistem dropship, pembeli dan penjual tidak bertemu dalam satu tempat yang sama dan barang yang dijual oleh dropshipper (perantara) pun bukan milik pribadi, melainkan milik penjual. Perbedaan ini mungkin membuat kita bertanya-tanya, bagaimana sih hukum sistem dropship dalam perspektif Islam? Mengingat mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, tentunya mengetahui hukum sistem dropship adalah hal yang penting.

Sebelum mengetahui hukum sistem dropship, kita perlu tahu terlebih dahulu mengenai bentuk kerjasama dalam ekonomi Islam yang dikenal dengan nama musyarakah atau syirkah. Secara etimologis, syirkah berarti percampuran, yakni percampuran antara harta satu dengan harta yang lain, sehingga tidak bisa dibedakan antara keduanya. Dalam mendefiniskan syirkah secara syar'i, para ulama memiliki perbedaan pendapat. Berdasarkan jenisnya, syirkah dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu syirkah amla' yang mencakup syirkah ikhtiyariyah dan syirkah ijbariyah, dan syirkah 'ukud yang mencakup syirkah inan, syirkah mufawadhah, syirkah a'mal/abdan, dan syirkah wujuh. Sistem dropship yang marak saat ini merupakah salah satu contoh dari syirkah wujuh. Syirkah wujuh adalah kontrak bisnis antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik sehingga dapat dipercaya untuk mengembangkan suatu bisnis tanpa adanya modal. Misalnya, mereka dipercaya untuk membawa barang dagangan tanpa pembayaran cash. Artinya, mereka dipercaya untuk membeli barang dagangan tersebut secara cicilan kemudian diperdagangkan untuk mendapatkan keuntungan. Selanjutnya, mereka berbagi keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan supplier kepada masing-masing mereka. Oleh karena itu, kontrak ini juga bisa disebut sebagai syirkah piutang.

Selain syirkah wujuh, sistem dropship juga menggunakan akad samsarah. Samsarah adalah seorang perantara perdagangan antara penjual dengan pembeli atau pemilik barang dengan pembeli. Tujuan samsarah adalah untuk memudahkan transaksi dengan upah yang disepakati sebelum terjadinya akad kerjasama. Sama halnya seperti sistem dropship, dropshipper akan memasang info produk atau barang melalui sebuah situs atau media sosial. Apabila ada pembeli, pembeli tersebut membayar produk yang dipesan kepada dropshipper, kemudian dropshipper membayar kepada penjual sekaligus mengirim rincian produk yang dipesan oleh pembeli.

Mengenai hukum sistem dropship, ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan Maslahah Mursalah, pendekatan Maqashid Syariah, dan pendekatan Istihsan. Pendekatan Maslahah Mursalah secara istilah adalah suatu kemaslahatan yang tidak ditetapkan oleh syara' sesuatu hukum untuk mewujudkannya dan tidak pula terdapat suatu dalil yang memerintahkan untuk memperhatikannya atau mengabaikannya. Adapun yang menjadi objek dari pendekatan ini adalah kejadian atau peristiwa yang perlu ditetapkan hukumnya, tetapi tidak ada dalil dan riwayat (Al Qur'an dan Hadits) yang dapat dijadikan dasar. Menurut Imam al-Qarafi ath-Thusi sebagaimana yang dikutip oleh Totok Jumantoro bahwa Mashlahah al-Mursalah itu digunakan sebagai dasar untuk menetapkan hukumdalam bidang muamalah.

Pendekatan selanjutnya yang digunakan untuk menetapkan hukum sistem dropship, yaitu pendekatan Maqashid Syariah. Maqashid syariah adalah tujuan-tujuan syariat dan rahasia-rahasia yang dimaksudkan oleh Allah dalam setiap hukum dari keseluruhan hukum-Nya. Inti dari tujuan syariah adalah merealisasikan kemaslahatan bagi manusia dan menghilangkan kemudharatan. Pendekatan terakhir yaitu pendekatan istihsan. Menurut Al Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Amir Syarifuddin dalam bukunya Ushul Fiqh, mengatakan bahwa istihsan adalah salah satu metode ijtihad, yaitu apa yang dikira dalil, namun tidak termasuk dalil. Jadi merupakan sesuatu yang terbetik dalam diri seorang mujtahid, namun tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Artinya, apabila seorang mujtahid menghadapi suatu perkara yang tidak ada hukumnya, sedangkan untuk mencari hukum terdapat dua jalan, yaitu jalan yang sudah jelas (dapat langsung menetapkan hukum) dan jalan yang masih samar-samar (menetapkan hukum lain), padahal dalam diri mujtahid sendiri terdapat suatu dalil yang dapat digunakan untuk menyelesaikan keduanya.

Dengan ketiga pendekatan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa sistem dropship diperbolehkan dalam perspektif Islam selama hal tersebut dilakukan untuk kemaslahatan umat manusia. Dan selama dalam proses dropsdrphip tersebut tetap mengikuti aturan syariat islam yang sudah ada.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image