Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Imam Azahari

Hukum dan Kekuasaan dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif

Hukum | 2024-12-12 18:22:08

1. Hukum

Dalam bahasa Indonesia “hukum” dipergunakan sebagai sebutan untuk mengganti istilah lain dalam bahasa Belanda “recht”. Recht dalam bahasa Latin “rectum” berarti lurus, pimpinan atau memimpin. Dengan demikian, dalam arti ini, hukum disamakan dengan sesuatu yang memimpin atau meluruskan. Namun, untuk dapat memimpin atau meluruskan harus ada hal yang lain yang sangat penting yaitu kewibawaan.

Sehubungan dengan hal itu, Moeljatno mengatakan bahwa hukum adalah upaya manusia untuk mencapai keadilan. Di dalam penerapannya, Pascal juga menyatakan bahwa yang berkuasa harus adil dan yang adil harus berkuasa (mempunyai wibawa). Keadilan perlu diikuti dan kekuasaan perlu ditaati. Keadilan tanpa kekuasaan akan ditentang, sebab di mana-mana selalu ada orang jahat. Kekuasaan tanpa keadilan akan digugat. Oleh karenanya, keadilan dan kekuasaan harus selalu dihubungkan, sebab segala sesuatu yang adil harus kuat dan segala sesuatu yang kuat harus dijadikan adil atau diarahkan kepada yang adil. Immanuel Kant menyatakan, yang mewajibkan kita menyesuaikan diri secara mutlak kepada norma atau patokan moral adalah hukum. Hukum bukanlah merupakan pembatasan-pembatasan yang tanpa dalih, akan tetapi, hukum memimpin manusia kepada tujuannya, yaitu kebahagiaan hidup bersama dengan anggota masyarakat yang lain.

2. Makna Kekuasaan

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan pelaku. Pengertian ini kendati bermakna sosiologis, boleh jadi sangat realistis mengingat bahwa manusia hidup pada dasarnya mempunyai berbagai keinginan dan tujuan yang hendak diraihnya. Dalam konteks ini, demikian pula yang terjadi pada kekuasaan yang dimiliki oleh negara, tidak terbatas dalam kehidupan antar manusia di bidang politik semata-mata, serta tidak pula terbatas pada negara yang baru tumbuh, tetapi, di bidang hukum pun kekuasaan senantiasa bergandengan.

Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga sesuai dengan keinginan dan tujuan orang yang mempunyai kekuasaan itu. Sarjana-sarjana yang melihat kekuasaan sebagai inti politik beranggapan bahwa politik adalah semua kegiatan menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan dan biasanya dianggap bahwa perjuangan kekuasaan mempunyai tujuan yang menyangkut kepentingan seluruh masyarakat.

Suatu kekuasaan biasanya diwujudkan dalam bentuk hubungan. Di dalam antar hubungan ini ada pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah atau dengan kata lain, ada pihak yang memberi perintah dan pihak yang mematuhi perintah. Dalam setiap hubungan kekuasaan, tidak pernah terjadi adanya persamaan kedudukan di antara pihakpihak yang terlibat dalam hubungan kekuasaan tersebut, tetapi senantiasa ditandai oleh adanya kedudukan yang satu lebih tinggi dibanding yang lainnya. Bahkan, tidak jarang hubungan kekuasaan tersebut ditandai paksaan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya atau yang menempati posisi pemerintah.

3. Hukum dan Kekuasaan Dalam Pandangan Hukum Positif

Kekuasaan sering bersumber pada wewenang formal (formal authority) yang memberikan wewenang atau kekuasaan kepada seseorang atau suatu fihak dalam suatu bidang tertentu. Dalam hal demikian, kekuasaan itu bersumber pada hukum, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur pemberian wewenang tadi. Mengingat bahwa hukum itu memerlukan paksaan bagi penataan ketentuanketentuannya, maka dapat dikatakan bahwa hukum memerlukan kekuasaan bagi penegaknya. Kita mengenal polisi, kejaksaan dan pengadilan sebagai pemaksaan dan penegak hukum negara yang masing-masing ditentukan batas-batas wewenangnya.

Hubungan hukum dan kekuasaan dalam masyarakat dengan demikian dapat kita simpulkan sebagai berikut : hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya, sebaliknya, kekuasaan itu sendiri ditentukan batas-batasnya oleh hukum. Secara populer, kesimpulan itu barangkali dapat dirupakan dalam slogan bahwa hukum tanpa kekuasaan negara merupakan aturan normatif yang kosong, sedangkan negara tanpa hukum akan merosot menjadi kehidupan yang berada di bawah sifat manusiawi karena akan berkembang menjadi ambisi kebinatangan, karena tanpa tatanan normatif. Negara berbuat tanpa tatanan hukum akan sama halnya dengan kekuasaan tanpa pembatasan, sehingga akan terjadi penindasan manusia, yang lazimnya disebut negara otoriterianisme.

Menurut penjelasan UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan bukan berdasarkan atas kekuasaan. Sifat negara hukum hanya dapat ditunjukkan jikalau alat-alat perlengkapannya bertindak menurut dan terikat kepada aturan-aturan yang ditentukan lebih dahulu oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasai untuk mengadakan aturanaturan itu. Pancasila sebagai dasar negara yang mencerminkan jiwa bangsa Indonesia harus menjiwai semua peraturan hukum dan pelaksanaannya. Ketentuan ini menunjukkan bahwa di negara Indonesia dijamin adanya perlindungan hak-hak asasi manusia berdasarkan ketentuanketentuan hukum, bukan kemauan seseorang yang menjadi dasar kekuasaan. Menjadi suatu kewajiban bagi setiap penyelenggara negara untuk menegakkan keadilan dan kebenaran berdasarkan Pancasila yang selanjutnya melakukan pedoman peraturan-peraturan pelaksanaan. Di samping itu, sifat hukum yang berdasarkan Pancasila, hukum mempunyai fungsi pengayom agar cita-cita luhur bangsa Indonesia tercapai dan terpelihara.

Mengenai sikap seorang yang dikuasai, dapat dikemukakan bahwa pada satu pihak, ia mempunyai kewajiban tunduk pada penguasa, tetapi pada pihak lain, ia pun harus sadar akan hak-haknya sebagai anggota masyarakat. Baik si-penguasa maupun rakyat, harus dididik untuk memiliki kesadaran kepentingan umum. Kesemuanya ini memerlukan pendidikan yang terarah dan sistematis, yang tidak hanya terbatas pada sekolah, tetapi meliputi segala lembaga-lembaga kehidupan masyarakat termasuk lingkungan keluarga.

4. Hukum dan Kekuasaan Dalam Perspektif Islam

Orang Islam itu mempunyai falsafah hidup, mempunyai satu ideologi sebagaimana juga orang Kristen mempunyai falsafah hidup dan ideologi, seperti juga seorang fasis atau komunis mempunyai falsafah hidup dan ideologinya sendiri-sendiri pula. Seorang Islam hidup di atas dunia ini adalah dengan cita-cita hendak menjadi seorang hamba Allah dengan arti yang sepenuhnya, mencari kejayaan di dunia dan kemenangan di akherat. Dunia dan akherat ini sekali-kali tidak mungkin dipisahkan oleh seorang muslim dari ideologinya.

Islam mengajarkan kepada pemeluk-pemeluknya untuk memutuskan sesuatu persoalan dengan rasa keadilan apapun juga yang menjadi akibatnya. Dalam hal hukum, semua orang adalah sama dan tidak diperkenankan mengadakan perbedaan dalam melaksanakan keadilan. Rule of law adalah yang paling tinggi dan pelaksanaan keadilan adalah di atas segala-galanya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image