Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image achmad fahad

Keranda Terbang

Sastra | 2024-10-09 09:43:25
sumber foto: pixabay

Gelapnya malam hari dengan taburan Bintang di langit seakan membawa keindahan tersendiri. Malam ini adalah malam yang telah dinanti oleh Mulyono dan Saiful, karena malam ini kedua sahabat itu akan melakukan penelusuran ke tempat yang tidak biasa untuk konten Youtube mereka. Tepat pada pukul 23.00, kedua sahabat itu mulai berangkat dengan mengendarai sepeda motor menuju ke lokasi yang akan menjadi tempat penelusuran.

Ketika mereka telah sampai di lokasi penulusuran malam ini. Mulyono segera menyandarkan sepeda motornya di balik sebuah pohon besar yang berada di pinggir jalan serta berbatasan langsung dengan hutan. Malam pun semakin larut, saat ini hanya ada kegelapan pekat sejauh mata memandang serta keheningan yang sesekali ditingkahi suara burung malam yang sedang mencari makan. Sekarang waktu telah menunjukkan pukul 00.00 dan inilah saatnya kedua sahabat itu memulai penelusuran.

“Saiful, apa kamu sudah siap beraksi malam ini?” tanya Mulyono dengan penuh semangat.

“Aku sudah sangat siap Mul. Ayo! Kita mulai penelusuran malam ini,” jawab Saiful dengan tertawa bahagia.

“Baiklah kalau begitu. Ayo! Kita berangkat sekarang,” ujar Mulyono kepada sahabatnya.

Kedua sahabat itu segera berjalan memasuki kawasan hutan yang ditumbuhi rimbunan pohon-pohon besar yang menjulang ke atas. Dengan sangat berhati-hati, kedua sahabat itu merekam semua yang ada di dalam hutan menggunakan kamera telepon genggam. Kedua sahabat itu menikmati sensasi penelusuran dini hari di tengah hutan belantara yang jauh dari perkampungan penduduk. Pada mulanya semua berjalan seperti biasa dan sejauh ini tidak ada penampakan yang tertangkap oleh kamera telepon genggam mereka.

Mulyono dan Saiful berjalan masuk lebih jauh ke dalam kawasan hutan yang sepertinya belum banyak orang yang melaluinya. Di sini suasana mulai terasa mencekam, ditambah lagi ada sensasi aneh yang sulit dijelaskan dengan akal serta membuat bulu kuduk Saiful dan Mulyono berdiri. Dalam kegelapan kawasan hutan belantara tanpa sengaja cahaya lampu senter Mulyono menyorot ke sebuah jalan setapak kecil yang bahkan nyaris tertutup seluruhnya oleh ilalang dan rerumputan yang tumbuh subur.

“Saiful, coba lihat apa yang aku temukan ini,” kata Mulyono dengan penuh antusias.

“Memangnya kamu menemukan apa Mul?” tanya Saiful dengan penasaran.

“Sepertinya aku menemukan jalan setapak yang hampir tidak terlihat karena tertutup oleh ilalang dan rerumputan.”

“Kau benar Mul. Ini seperti sebuah jalan setapak yang mungkin jarang dilalui orang selama ini,” ujar Saiful sambil memerhatikan jalan setapak yang mengarah lebih jauh ke dalam hutan.

“Bagaimana kalau kita ikuti jalan setapak ini hingga kita tahu ke mana jalan setapak ini berakhir?” tanya Mulyono kepada Saiful.

“Apa tidak terlalu berbahaya Mul kita ikuti jalan setapk ini?” jawab Saiful. “Jalan setapak ini terlihat begitu menyeramkan dan kita tidak tahu jalan ini akan mengarah ke mana,” imbuhnya dengan suara lirih..

“Kenapa kamu sekarang jadi penakut, Saiful?” ujar Mulyono sedikit kecewa dengan sahabatnya, “malam ini kita ingin memberi sesuatu yang menarik untuk para viewer setia kita.”

“Iya juga sih,” jawab Saiful setuju dengan pendapat Mulyono.

“Ayo! kita susuri jalan setapak ini untuk menghemat waktu,” ajak Mulyono kepada sahabatnya.

Kedua sahabat itu segera melanjutkan penelusuran dengan berjalan perlahan menyusuri jalan setapak dari tanah yang terlihat sangat menyeramkan dan membuat jantung berdegub kencang. Semakin jauh mereka berjalan masuk ke dalam hutan, semakin bertambah kuat rasa takut yang mereka rasakan di dalam hati, seolah ada sesuatu yang tidak baik di dalam hutan belantara ini. Jalan setapak yang Saiful dan Mulyono ikuti akhirnya berakhir di sebuah tanah terbuka yang tidak terlalu besar. Di sekeliling tanah terbuka itu hanya ada rimbunan pohon tua yang tumbuh saling berhimpitan ke langit malam yang gelap.

Di tanah terbuka itu terlihat seperti ada benda yang mencuat dari dalam tanah. Benda itu terlihat seperti sebuah nisan yang ada di area pemakaman. Namun di sini, benda yang mencuat dari dalam tanah terlihat sudah sangat tua, bahkan warnanya sudah tidak bisa dikenali lagi. Cahaya lampu senter milik Mulyono dan Saiful masih terus menyoroti benda-benda yang muncul dari dalam tanah untuk memastikan tempat apakah yang sedang mereka lihat saat ini.

“tempat ini seperti area makam tua,” ujar Saiful lirih seolah berbicara kepada dirinya sendiri.

“Iya juga. Menurutku ini adalah area makam tua,” jawab Mulyono. “Coba kau lihat batu nisan yang mencuat dari dalam tanah itu. Warnanya sudah tidak dapat dikenali lagi sekarang.”

“Mul, kenapa perasaanku jadi tidak enak ya?” ujar Saiful kepada sahabatnya.

“Aku juga merasakan hal yang sama seperti dirimu Saiful.”

“Kita sebaiknya segera meninggalkan tempat ini sebelum sesuatu yang buruk terjadi,”

“Tunggu sebentar. Aku masih ingin menunjukkan tempat ini kepada para penonton channel youtube aku. Setelah itu kita segera meninggalkan tempat ini.”

Saiful hanya berdiri diam di sisi area makam tua, baginya semua ini tidak menarik lagi karena rasa takut yang semakin membekap dirinya. Akan tetapi berbeda dengan sahabatnya, Mulyono masih sibuk dengan live streaming yang sedang dilakukan. Mulyono seakan lupa di mana ia sedang berada sekarang. Mulyono mulai berjalan perlahan masuk ke dalam area makam tua untuk menunjukkan kepada pemirsa setia channel youtube-nya mengenai area makam tua ini. ketika Mulyono sedang berada di dalam area makam tua. Tiba-tiba telinga Saiful seperti menangkap suara langkah kaki orang yang sedang berjalan di tengah hutan belantara. Karena merasa takut dengan suara yang didengarnya, Saiful segera memanggil Mulyono untuk memberi tahu.

“Mul, cepat ke sini! Aku seperti mendengar sesuatu,” kata Saiful dengan suara lirih kepada sahabatnya.

Mendengar sahabatnya memanggil, Mulyono segera berhenti dan berbalik menghadap Saiful yang berdiri di sisi area makam tua. “Ada apa Saiful kamu memanggilku?”

“Cepat ke sini Mul. Ada sesuatu yang mendesak,” balas Saiful.

“Baiklah, aku segera ke sana,” jawab Mulyono dengan enggan.

Setelah mulyono tiba di samping Saiful yang berdiri dengan waspada seolah ada sesuatu yang membuatnya takut dan cemas. “Kamu kenap Saiful? Wajahmu seperti orang ketakutan,” ujar Mulyono masih belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“Aku sempat mendengar suara langkah kaki orang yang sedang berjalan dari balik rimbunan pohon Mul,” jawab Saiful memberi tahu sahabatnya.

“Yang benar saja. Mana ada orang yang berjalan di tengah hutan belantara yang jauh dari perkampungan penduduk.”

“Aku tidak berbohong Mul. Aku memang mendengar suara langkah kaki dan suara itu terdengar sangat jelas.”

Mulyono merasa penasaran dengan apa yang baru saja disampaikan oleh sahabatnya. Mulyono masih tidak percaya jika ada orang yang berjalan di tempat seperti ini dan pada jam selarut ini, kecuali dirinya dan Saiful yang memang memiliki hobi yang aneh serta kadang tidak masuk akal. Mulyono hanya bisa memandang ke arah kegelapan pekat yang menyelimuti area di sekitar pemakaman tua ini, sambil telinganya mencoba menangkap suara apa pun yang bisa didengarnya untuk membuktikan jika Saiful berkata benar. Hanya ada kegelapan serta keheningan yang menyelimuti area di sekitar makam tua dan tidak terdengar suara langkah kaki orang yang sedang berjalan.

Tidak berapa lama keheningan yang menyelimuti area makam tua berubah dengan munculnya sebuah suara. Saiful segera menyikut pelan lengan sahabatnya untuk memberi tahu suara yang tiba-tiba terdengar lagi. “Mul, kau dengar suara itu, kan?” tanya Saiful dengan suara pelan seolah takut keberadaanya diketahui.

“Iya, aku juga mendengarnya dengan jelas,” jawab Mulyono. “Seperti suara orang yang sedang berjalan.”

“Betul kan yang aku bilang tadi?”

“Iya kau benar Saiful,” jawab Mulyono yang kini mulai merasa cemas dan takut.

“Menurutmu, siapa orang yang berjalan di tengah hutan belantara pada jam selarut ini?” tanya Saiful kepada sahabatnya.

“Mana aku tahu Saiful. Perasaanku jadi tidak enak sekarang dan jantungku mulai berdegup kencang.”

“Mul, ayo kita kembali saja. Aku takut terjadi sesuatu yang buruk malam ini,” pinta Saiful.

“Tunggu sebentar. Aku masih penasaran dengan suara langkah kaki itu.”

“Firasatku mengatakan ini buruk Mul. Ayo! Kita tinggalkan area makam tua ini dan kembali ke rumah.”

Belum sempat Mulyono menjawab ajakan Saiful, tiba-tiba saja muncul sebuah keranda dari balik rimbunan pohon tepat di sisi area makam tua. Yang membuat keranda itu terlihat aneh karena tidak ada orang yang membawanya, sehingga keranda itu melayang-layang di atas tanah dengan kain hijau yang menutupinya.

“Itu apa Mul, benda itu terlihat seperti sebuah keranda terbang?”

“Ya ampun!” ujar Mulyono dengan nada terkejut seakan tidak percaya dengan apa yang sedamg dilihatnya. “Orang-orang jaman dulu biasa menyebutnya dengan sebutan lampor dan siapa saja orang yang terperangkap di dalam keranda terbang itu tidak akan pernah bisa kembali lagi ke dunia ini.”

“Ini gawat Mul. Kenapa tiba-tiba muncul lampor di sini?”

“Aku tidak tahu Saiful,” jawab Mulyono sambil menggelengkan kepala. “Sebaiknya kita cepat pergi dari sini sebelum lampor itu menangkap kita.

“Itu ide yang bagus Mul. Ayo! Kita segera kabur dari sini.”

Mulyono dan Saiful segera berbalik dan langsung berlari meninggalkan area makam tua tempat di mana lampor itu muncul. Sekuat tenaga mereka berlari menembus rimbunya tanaman rambat yang menutupi jalan setapak. Beberapa tanaman berduri sempat menggoras kaki keduanya, tetapi mereka tidak memedulikannya. Yang mereka inginkan saat ini adalah segera mengambil sepeda motor, menyalakan mesinnya, dan segera meninggalkan tempat penelusuran.

Tanpa sepengetahuan Mulyono dan Saiful, keranda terbang yang awalnya hanya melayang di sisi area makam tua, kini mulai bergerak menuju ke tempat di mana Mulyono dan Saiful berdiri sebelumnya. Ternyata keranda terbang itu terus bergerak dengan melayang mengikuti jalan setapak tempat Mulyono dan Saiful berlari meninggalkan area makam tua.

Mulyono dan Saiful akhirnya tiba di jalan raya tempat dengan napas yang tersengal-tersengal dan kaki yang penuh dengan luka gores. Kedua sahabat itu berhenti sejenak untuk mengatur napas serta mengembalikan ketenangan yang sudah hilang ketika melihat keranda terbang. Setelah dirasa cukup, Mulyono segera mengambil sepeda motor yang ia sembunyikan di balik sebuah pohon besar, sedangkan Saiful berdiri di pinggir jalan sambil mengawasi keadaan sekitar jangan sampai lampor itu tiba-tiba muncul lalu menangkap salah satu di antaranya.

Mulyono akhirnya berhasil mengambil sepeda motornya, dan sekarang mulai menyalakan mesinnya. Akan tetapi, mesin sepeda motor itu tidak mau menyala, Mulyono terus berusaha sekuat tenaga menyalakan mesin sepeda motornya. Jika mesin sepeda motor ini tidak mau menyala, ini akan menjadi mimpi buruk bagi Mulyono dan Saiful.

Di tengah situasi panik yang semakin memuncak, tiba-tiba saja Saiful seperti mendengar suara langkah kaki orang yang berjalan mendekat ke arahnya. “Mul, aku seperti mendengar suara langkah kaki orang yang berjalan mendekat ke arah kita dari balik rimbunan pohon,” ujarnya dengan suara bergetar.

“Aku juga mendengarnya,” jawab Mulyono, “sial! Kenapa situasi kita jadi seperti ini?” tanya Mulyono seperti kepada dirinya sendiri.

“Cepat nyalakan mesin motor ini. jangan-jangan itu lampor yang mengejar kita Mul.”

“Aku sedang berusaha ini Saiful. Semoga mesin motor ini bisa segera menyala.”

Suara langkah kaki itu terdengar semakin mendekat dan semakin jelas. Hingga akhirnya nampaklah ujung dari keranda terbang yang keluar dari balik rimbunan pohon. Ketika Saiful melihatnya, Saiful segera berteriak kepada Mulyono untuk segera kabur dari sini. Untunglah nasib baik masih memihak keduanya. Mesin sepeda motor Mulyono akhirnya bisa menyala, tanpa menunggu lebih lama lagi, Mulyono segera memacu motornya meninggalkan tempat di mana kemunculan dari keranda terbang atau orang biasa menyebutnya lampor.

~Tamat~

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image