Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rizky Rachmat

Kondisi Darurat Para Guru di Indonesia!

Eduaksi | 2024-10-08 14:29:04
Dok Istimewa: Laznas Dewan Dakwah

Pernahkah Anda membayangkan kehidupan para guru yang mengajar di pelosok negeri atau para guru ngaji di desa-desa kecil yang tanpa pamrih membagikan ilmu agama? Mereka yang bekerja dalam senyap, jauh dari sorotan media dan perhatian masyarakat. Di tengah kehidupan modern ini, sayangnya, penghargaan terhadap profesi guru, terutama di daerah terpencil, mulai pudar. Artikel ini mengajak Anda untuk melihat lebih dekat kondisi mereka dan mencari solusi yang dapat kita usahakan bersama.

Para Pengemban Tugas Mendidik Bangsa

Profesi guru adalah salah satu pilar penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Seorang guru tidak hanya bertanggung jawab untuk menyampaikan pengetahuan di depan kelas, tetapi juga mendidik akhlak dan moral generasi muda. Mereka adalah pendidik yang harus sabar, tekun, dan bijaksana dalam menghadapi beragam karakter siswa serta tantangan sistem pendidikan yang terus berkembang.

Di masa lalu, seorang guru dipandang sebagai sosok yang sangat dihormati dan disegani. Orang tua merasa bangga ketika anak-anak mereka belajar dari guru yang dianggap memiliki pengetahuan luas dan karakter yang mulia. Guru adalah tokoh penting di masyarakat yang suaranya selalu didengar dan dihormati.

Namun, zaman telah berubah. Meskipun tugas guru tetap sama, penghargaan yang diberikan kepada mereka semakin terkikis, terutama bagi para guru di pelosok yang jauh dari pusat perhatian. Padahal, peran mereka sama pentingnya dengan guru di kota-kota besar. Begitu pula dengan guru ngaji yang mendidik anak-anak dalam memahami Al-Qur'an dan ilmu agama, yang seringnya mengajar tanpa imbalan materi yang memadai.

Kondisi Ironis Guru di Indonesia

Kenyataan yang dihadapi para guru di Indonesia, khususnya di pelosok, sering kali berhadapan dengan penuh dengan keterbatasan. Menurut data dari Kemendikbud, masih banyak guru yang hidup dalam kondisi finansial yang sulit. Banyak di antaranya adalah guru honorer yang hanya menerima honor yang sangat minim, bahkan sering kali di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Beberapa dari mereka hanya mendapatkan honor Rp300.000 hingga Rp500.000 per bulan, sebuah angka yang jelas tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Situasi ini membuat banyak guru harus mencari pekerjaan sampingan untuk menambah penghasilan. Akibatnya, mereka harus membagi waktu dan tenaga antara mengajar dan bekerja di luar. Tentu saja, hal ini berdampak pada kualitas pengajaran dan waktu yang mereka dedikasikan untuk mendidik siswa. Tak jarang, kondisi mental dan fisik para guru ini pun terkuras karena beban yang begitu berat.

Menurut survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sekitar 20% guru honorer di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Realitas ini sungguh memprihatinkan, mengingat tugas mulia yang mereka emban. Tidak hanya soal kesejahteraan finansial, fasilitas yang disediakan untuk guru di daerah terpencil pun sering kali jauh dari memadai. Kondisi infrastruktur sekolah yang buruk, minimnya akses teknologi, serta jarak tempuh yang jauh menuju sekolah menjadi tantangan sehari-hari yang harus mereka hadapi.

Guru Ngaji: Pejuang yang Terlupakan

Tidak hanya guru formal di sekolah, para guru ngaji di desa-desa dan masjid-masjid kecil juga menghadapi tantangan serupa, bahkan mungkin lebih berat. Sebagian besar dari mereka mengajar tanpa mendapatkan honor atau imbalan materi. Mereka melakukannya dengan ikhlas, semata-mata demi mengajarkan anak-anak tentang agama dan moralitas. Di beberapa tempat, guru ngaji hanya mengandalkan iuran sukarela dari masyarakat, yang sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Meskipun begitu, para guru ngaji ini tetap menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi. Mereka mengajar dari pagi hingga malam, bahkan selama puluhan tahun, tanpa pernah mengeluh atau meminta lebih. Mereka adalah benteng moralitas masyarakat, namun sering kali terlupakan dan diabaikan oleh banyak pihak.

Mengapa Guru Harus Diapresiasi Lebih Layak?

Apresiasi terhadap profesi guru seharusnya menjadi prioritas utama dalam pembangunan bangsa. Guru yang sejahtera akan mampu mendidik dengan lebih baik dan fokus. Dengan gaji yang layak, fasilitas yang memadai, serta dukungan dari pemerintah dan masyarakat, para guru dapat memberikan yang terbaik dalam mendidik generasi penerus bangsa.

Guru yang dihargai secara layak akan merasa lebih termotivasi untuk mengajar dan meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Sebaliknya, jika kondisi kesejahteraan mereka tidak diperhatikan, maka semangat dan kualitas pengajaran pun akan ikut terpengaruh. Sudah seharusnya kita memberikan perhatian lebih kepada para guru di pelosok negeri, begitu pula kepada para guru ngaji yang telah berjuang tanpa pamrih selama ini.

Langkah-langkah yang Bisa Dilakukan

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah harus terdepan dalam mengambil langkah nyata. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil:

 

  1. Meningkatkan gaji dan honor guru honorer di seluruh Indonesia, terutama bagi mereka yang mengajar di daerah terpencil.
  2. Memberikan fasilitas pendidikan yang memadai bagi para guru di pelosok, termasuk akses teknologi, pelatihan, dan dukungan moral.
  3. Menjamin kesejahteraan jangka panjang bagi para guru, seperti asuransi kesehatan, jaminan hari tua, dan tunjangan yang layak.
  4. Mendukung program-program pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan guru dalam menghadapi tantangan pendidikan yang terus berkembang.

Di sisi lain, masyarakat juga memiliki peran penting dalam memberikan dukungan bagi para guru. Berikut beberapa cara yang bisa kita lakukan:

 

  • Menghormati dan menghargai peran guru di lingkungan sekitar kita. Terkadang, sebuah ucapan terima kasih atau apresiasi sederhana dapat memberikan semangat baru bagi mereka.
  • Mendukung inisiatif lokal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para guru, seperti ikut serta dalam program donasi pendidikan atau memberikan bantuan kepada sekolah-sekolah yang membutuhkan.
  • Berpartisipasi dalam program sosial yang bertujuan membantu guru ngaji di masjid atau komunitas kecil. Setiap bentuk dukungan, sekecil apa pun, akan sangat berarti bagi mereka.

Dalam hal mengatasi hal ini, lembaga Amil Zakat Nasional Dewan Dakwah secara rutin mengirimkan ratusan guru ngaji ke pelosok dan pedalaman negeri setiap tahunnya. Tidak hanya mengirimkan guru ngaji, Laznas Dewan Dakwah juga memberikan tunjangan setiap bulannya kepada para guru ngajinya. Diharapkan dengan itu para guru ngaji ini dapat bertugas dengan lebih Ikhlas karena kehidupannya sudah dicover melalui tunjangan dari Laznas Dewan Dakwah. Tunjangan para guru ngaji itu diperoleh dari penggalangan dana zakat, infaq dan sedekah masyarakat yang turut serta dalam mendukung program guru ngaji Dewan Dakwah. Program yang baik seperti ini sangat mungkin untuk dibesarkan dan dikembangkan kepada guru-guru lain di luar sana. Dengan begitu para guru di sekolah maupun guru ngaji di masjid-masjid dapat mengajar dengan lebih semangat tanpa memusingkan kehidupan ekonominya.

Dok Istimewa: Laznas Dewan Dakwah

Kesimpulan: Guru Adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Guru, baik di sekolah formal maupun guru ngaji, adalah sosok yang berperan penting dalam membentuk masa depan generasi bangsa. Namun, sayangnya, apresiasi terhadap mereka masih sering kali kurang. Sudah saatnya kita, baik pemerintah maupun masyarakat, memberikan perhatian lebih kepada mereka.

Dengan memberikan apresiasi yang layak, kita bukan hanya membantu para guru menjalankan tugasnya dengan lebih baik, tetapi juga berkontribusi langsung pada peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Mari kita mulai dari diri kita sendiri dengan menghargai dan mendukung mereka, serta mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang lebih nyata demi kesejahteraan para guru.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image