Tikungan Tajam Kapitalisme: PHK Massal Ancam Kesejahteraan
Agama | 2024-10-02 21:35:49Jumlah PHK di Indonesia Meningkat Signifikan di Tahun 2024
Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga akhir September 2024. Angka ini hampir mencapai 53.000 orang, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sektor yang paling banyak mengalami PHK adalah sektor pengolahan, dengan jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai lebih dari 24.000 orang. Disusul kemudian oleh sektor jasa lainnya dan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. (detikfinance, 26/9/2024)
Kegagalan Kapitalisme
Paradigma ketenagakerjaan dan industri dalam sistem kapitalisme yang menganut liberalisasi ekonomi telah melahirkan sejumlah konsekuensi serius. Dengan mengutamakan liberalisasi pasar, negara seakan lepas tangan dalam menjamin ketersediaan lapangan kerja yang luas dan memadai bagi seluruh warganya. Akibatnya, persaingan di dunia kerja menjadi semakin ketat, sementara peluang kerja yang layak semakin terbatas. Perusahaan-perusahaan lebih berorientasi pada profit maksimal, sehingga seringkali mengabaikan kesejahteraan pekerja dan melakukan efisiensi yang berujung pada pemutusan hubungan kerja.
Hal ini memicu tingginya angka pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan sosial. Selain itu, liberalisasi ekonomi juga mendorong pertumbuhan sektor informal yang tidak terkendali, di mana pekerja seringkali tidak mendapatkan perlindungan hukum dan upah yang layak. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan merata, serta memicu berbagai masalah sosial lainnya seperti kriminalitas dan ketidakstabilan politik.
Dalam sistem kapitalisme, perusahaan swasta secara inheren akan beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip profitabilitas. Dengan kata lain, tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan. Konsekuensinya, perusahaan akan cenderung memperlakukan pekerja semata-mata sebagai faktor produksi yang dapat digantikan, bukan sebagai individu dengan kebutuhan dan hak-haknya. Orientasi pada keuntungan sebesar-besarnya ini mendorong perusahaan untuk mencari cara-cara untuk menekan biaya produksi. Salah satu cara yang umum dilakukan adalah dengan mengurangi biaya tenaga kerja. Ini bisa berarti memberikan upah yang rendah, memperpanjang jam kerja, atau bahkan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal ketika perusahaan mengalami kesulitan.
Dalam paradigma ini, kesejahteraan pekerja seringkali dikorbankan demi kepentingan bisnis. Perusahaan cenderung mengabaikan aspek-aspek seperti keamanan kerja, kesehatan pekerja, dan jaminan sosial. Pekerja dipaksa untuk bekerja dalam kondisi yang kurang ideal demi memenuhi target produksi yang ditetapkan perusahaan. Akibatnya, hubungan antara pekerja dan perusahaan seringkali bersifat antagonis. Pekerja merasa dieksploitasi dan tidak dihargai, sementara perusahaan merasa tertekan untuk terus meningkatkan produktivitas. Siklus ini menciptakan ketidakstabilan dalam dunia kerja dan dapat memicu konflik sosial.
Undang-Undang Cipta Kerja telah memicu perdebatan sengit mengenai perubahan lanskap ketenagakerjaan di Indonesia. Salah satu poin yang paling kontroversial adalah terkait kemudahan perusahaan dalam melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap pekerja Indonesia. Di sisi lain, UU ini juga dinilai mempermudah perusahaan untuk merekrut Tenaga Kerja Asing (TKA).
Kombinasi dari kedua kebijakan ini telah menimbulkan kekhawatiran akan semakin marjinalnya posisi pekerja lokal di tengah persaingan global. Dengan alasan untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja, pemerintah berargumen bahwa fleksibilitas dalam PHK akan memberikan kepastian bagi pengusaha. Namun, kritikus berpendapat bahwa hal ini justru akan membuat pekerja merasa tidak aman dan rentan terhadap pemutusan hubungan kerja secara sewenang-wenang. Sementara itu, kemudahan dalam merekrut TKA dianggap dapat mengisi kekurangan tenaga kerja terampil di Indonesia.
Namun, banyak pihak yang khawatir bahwa hal ini akan menghambat penyerapan tenaga kerja lokal dan memperburuk masalah pengangguran. Perpaduan antara kemudahan PHK dan perekrutan TKA ini telah memicu kekhawatiran akan terjadinya eksploitasi terhadap pekerja lokal, baik dalam hal upah maupun kondisi kerja. Perusahaan dapat dengan mudah mengganti pekerja lokal dengan TKA yang bersedia bekerja dengan upah yang lebih rendah. Selain itu, kebijakan ini juga dapat memicu persaingan tidak sehat antara pekerja lokal dan TKA, serta menghambat transfer pengetahuan dan teknologi dari TKA kepada pekerja
Jaminan dalam Islam
Sistem ekonomi Islam dan kapitalisme memiliki perbedaan yang sangat mendasar, seperti siang dan malam. Jika kapitalisme lebih mengedepankan keuntungan individu dan persaingan bebas, Islam justru menitikberatkan pada kesejahteraan seluruh masyarakat, termasuk para pekerja. Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan kebutuhan dasar seluruh rakyat terpenuhi.
Undang-undang ketenagakerjaan dalam Islam bersumber langsung dari Al-Quran dan Sunnah. Tujuannya adalah untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil dan merata, di mana setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pekerjaan dan hidup layak. Negara Islam (Khilafah) akan secara aktif berperan dalam mewujudkan hal ini.
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan menyediakan layanan publik secara gratis, seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Semua ini dibiayai dari kekayaan negara yang dikelola secara adil. Selain itu, Khilafah juga menciptakan lapangan kerja yang luas melalui industrialisasi, pertanian, dan perdagangan.
Iklim usaha yang kondusif juga menjadi perhatian utama. Dengan memberikan dukungan kepada para pengusaha, Khilafah mendorong pertumbuhan ekonomi dan membuka lebih banyak peluang kerja. Semua akad kerja yang terjadi harus sesuai dengan syariat Islam, sehingga hak-hak pekerja terjamin.
Singkatnya, dalam sistem Islam, pekerja akan memiliki jaminan pekerjaan dan kehidupan yang layak. Mereka tidak perlu khawatir akan PHK atau kesulitan mencari nafkah. Hal ini sangat berbeda dengan sistem kapitalisme di mana pekerja seringkali menghadapi ketidakpastian dan eksploitasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.