Virtual Blind Date: PDKT Ala Mahasiswa Gen Z
Trend | 2024-10-02 15:19:51Di tengah pesatnya perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi mengubah cara kita dalam berinteraksi. Hanya dengan sentuhan jari, kita dapat menjelajahi tren masa kini di era globalisasi. Transformasi informasi dan komunikasi membuka pintu inovasi dalam menjalin hubungan satu sama lain.
Gen Z yang sedari kecil dekat dengan teknologi ikut memanfaatkan kemudahan komunikasi untuk menjalin asmara. Bukanlah hal tabu ketika masa remaja dihadapkan dengan serangan virus merah jambu. Fase menggebu-gebu untuk segera mendapatkan pacar seringkali dijumpai di usia 17 tahun hingga 20 tahun. Layaknya lagu Lover yang dibawakan oleh Taylor Swift, masa dimabuk asmara yang dirasakan, membuat mereka enggan untuk berjauhan dan selalu ingin bersama. “Can we always be this close forever and ever?” begitulah bunyi lirik Lover yang menggambarkan situasi tersebut.
Para mahasiswa masa kini, kian menunjukkan keberanian dengan terang-terangan merayu wanita untuk dipilih menjadi kekasih hati. Beberapa dari mereka mencari kekasih melalui kencan buta. Hadirnya teknologi yang kian maju membuka peluang untuk melakukan kencan buta secara virtual. Kencan Buta secara virtual lebih cocok diterima di kalangan Gen Z untuk memulai masa pendekatan (PDKT) karena tidak merogoh kocek yang besar untuk berkenalan dan memilih kandidat calon pasangan. Tidak seperti kencan pada zaman baheula layaknya Ayah dan Ibu kita, yang mengharuskan pergi ke restoran ataupun bioskop untuk saling mengenal dan memulai percakapan.
Virtual Blind Date atau Kencan Buta secara Virtual menjadi sarana berkenalan yang mencuri perhatian Gen Z, khususnya bagi mahasiswa. Virtual Blind Date menyuguhkan inovasi baru untuk berkenalan dengan banyak orang tanpa bertemu dan bertatap muka secara langsung. Bagi mahasiswa Gen Z yang tak lepas dari smartphone, tentu Virtual Blind Date menjadi pilihan menarik mahasiswa yang sedang gencar mencari pujaan hati. Apalagi mahasiswa kampus ternama di Indonesia seperti Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya dan beberapa kampus Top 10 lainnya ikut berpartisipasi dalam acara ini.
Tren Virtual Blind Date ini pertama kali booming di akun TikTok @virtualblinddate ketika pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Namun, di pertengahan tahun 2024 tren ini muncul kembali dibarengi dengan musim penerimaan mahasiswa baru hampir di seluruh kampus. Tren ini kembali meledak dari aplikasi TikTok oleh akun @gladio_kuy dan @lovelink24. Acara Virtual Blind Date dilaksanakan melalui zoom meeting dengan memperkenalkan peserta pria dan wanita dari beberapa kampus untuk saling mengobrol dan berkenalan satu sama lain. Durasi perkenalan telah ditentukan oleh panitia blind date sekitar 15-20 menit. Panitia blind date biasanya berasal dari mahasiswa kampus yang berpartisipasi dalam acara tersebut. Untuk mengikuti rangkaian acara ini, terdapat biaya pendaftaran sebesar Rp.10.000 hingga Rp. 50.000. Pihak blind date akan menginformasikan terkait rules atau peraturan selama mengikuti acara di akun media sosial seperti Instagram, Tiktok dan lain sebagainya.
Tak disangka banyak respon positif dari kalangan mahasiswa, dibuktikan dengan banyaknya peserta yang rela menyisihkan uang saku untuk mendaftar Virtual Blind Date tersebut. Kebanyakan antusiasme dari kalangan mahasiswi hingga panitia blind date terpaksa menutup pendaftaran lebih awal untuk peserta wanita. Panitia pun tidak asal-asalan mempertemukan peserta pria dan wanita dalam satu breakout zoom ketika sesi perkenalan. Panitia sudah memilihkan calon pasangan sesuai kriteria yang peserta inginkan saat mengisi formulir pendaftaran. Agar acara tidak monoton dan berjalan meriah, panitia membuat rangkaian kegiatan games interaktif dan talk session untuk saling membagikan perjalanan peserta masing-masing.
Dari rangkaian acara Virtual Blind Date, mungkin dapat menjadi solusi menarik bagi kalian yang memiliki kepribadian introvert. Malu ataupun mati topik saat bertatap muka dengan lawan jenis sering dialami oleh sebagian orang introvert. Selain itu, Virtual Blind Date mengantisipasi terjadinya momen absurd ketika first date yang seringkali dijumpai akibat salah tingkah ataupun gugup. Virtual Blind Date dapat menjadi pilihan yang boleh dicoba untuk menghindari pengalaman buruk saat berkencan. Acara ini juga memberikan solusi untuk menyeleksi calon pasangan dengan berkenalan lebih dahulu dari layar gadget kalian kemudian melanjutkan obrolan melalui pesan singkat untuk mengenal satu sama lain lebih dalam sebelum bertemu in real life.
Selain itu, Virtual Blind Date juga menawarkan alternatif bagi mereka yang sedang patah hati dan ingin move on. Alih-alih berlarut dalam kesedihan dan terjebak dalam kenangan dengan mantan. Lebih baik mulai mencoba mengenal orang lain untuk mematangkan hubungan ke arah yang lebih baik. Bagi yang sedang dilanda hopeless romantic era, acara ini adalah momen yang tepat untuk mengenal orang baru tanpa penolakan secara langsung. Kedua pihak dapat saling berbagi cerita dan harapan sebelum memulai hubungan yang lebih intens.
Tak hanya sebagai sarana mencari pasangan, Virtual Blind Date tersebut juga bisa menjadi alternatif untuk mencari relasi dan partner untuk berprestasi di perkuliahan lho, gengs! Mengingat peserta blind date berasal dari beberapa kampus yang menduduki 10 besar PTN terbaik di Indonesia, tentu saja kualitas mahasiswa bisa diacungi jempol. Kalian bisa saling membagikan pengalaman belajar di kampus masing-masing. Kalian juga dapat bertukar informasi mengenai beasiswa, student exchange dan kegiatan kemahasiswaan lainnya.
Virtual Blind Date bukan sekadar ajang mencari pasangan, tetapi juga menyuguhkan sebuah pengalaman kreatif dan unik. Pengalaman kencan dengan atmosfer yang lebih santai dan peserta dapat menjalin koneksi yang lebih dalam tanpa rasa canggung layaknya berkencan secara langsung. Siapa tahu, cinta atau persahabatan yang kalian dambakan menanti di ujung layar? Dengan berbagai manfaat yang menarik tersebut, apakah kalian tertarik mencoba pengalaman unik ini?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.