Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image AchSin

Jangan Suka Membid'ahkan

Agama | 2024-09-29 19:05:31
Rokhmat Widodo (Dok Pribadi)

Oleh: Rokhmat Widodo, Kader Muhammadiyah Kudus

Membid'ahkan adalah istilah yang sering digunakan dalam konteks agama Islam untuk merujuk pada tindakan menganggap atau menilai sesuatu sebagai bid'ah. Bid'ah sendiri dalam terminologi Islam umumnya diartikan sebagai inovasi dalam agama yang bertentangan dengan ajaran dan praktik yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dalam diskursus keagamaan, perdebatan mengenai bid'ah sering kali menjadi tema yang hangat, di mana satu pihak dapat dengan mudah menuduh pihak lain melakukan bid'ah atas dasar perbedaan cara beribadah atau berkeyakinan. Orang yang dituding bid’ah berarti masuk neraka.

Terdapat beberapa alasan mengapa sebaiknya kita tidak suka membid'ahkan. Pertama, tindakan ini dapat menimbulkan perpecahan di antara umat Islam. Agama seharusnya menjadi sumber persatuan, bukan perpecahan. Ketika satu kelompok sering mengkategorikan kelompok lain sebagai pelaku bid'ah, maka akan muncul rasa saling curiga dan permusuhan yang dapat merusak kerukunan antarumat.

Kedua, sikap membid'ahkan dapat menghalangi perkembangan pemikiran dan inovasi dalam Islam. Banyak kemajuan dalam bidang agama, pendidikan, dan sosial yang muncul dari pemikiran baru. Jika kita terus-menerus menganggap inovasi sebagai bid'ah, maka kita berisiko kehilangan peluang untuk memperbaiki dan memperbarui praktik keagamaan yang relevan dengan zaman.

Ketiga, membid'ahkan juga dapat mengurangi rasa simpatik dan toleransi terhadap perbedaan. Dalam ajaran Islam, terdapat prinsip toleransi yang sangat ditekankan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an bahwa perbedaan di antara umat manusia adalah hal yang alami dan bahkan dikehendaki-Nya. Dengan demikian, kita seharusnya merayakan perbedaan tersebut, bukan menghakimi atau memusuhi mereka yang berbeda.

Toleransi dalam Beragama

Toleransi adalah salah satu nilai penting dalam Islam. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT mengajarkan umat-Nya untuk berdialog dan berinteraksi dengan baik, meskipun dalam perbedaan pandangan. Dalam konteks ini, toleransi tidak hanya berarti menerima perbedaan, tetapi juga menghargai dan memahami perspektif orang lain.

Toleransi dalam beragama menciptakan suasana yang kondusif untuk diskusi dan dialog antarumat beragama. Dengan bersikap terbuka, kita dapat saling belajar dan memahami ajaran masing-masing. Kita dapat mencari titik temu dan membangun kerjasama dalam berbagai bidang, seperti sosial, pendidikan, dan kemanusiaan.

Sebagai contoh, dalam banyak komunitas Muslim, terdapat berbagai aliran dan mazhab yang masing-masing memiliki cara dan tradisi yang berbeda dalam beribadah. Sikap saling menghormati dan tidak saling menuduh sebagai pelaku bid'ah sangat penting untuk menjaga hubungan baik antar sesama umat Islam.

Menyikapi Perbedaan dalam Praktik Keagamaan

Setiap individu memiliki cara yang berbeda dalam menjalankan praktik keagamaan, tergantung pada latar belakang, pendidikan, dan lingkungan sosial mereka. Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk menyikapi perbedaan tersebut dengan bijaksana. Kita harus berusaha untuk memahami alasan di balik praktik yang dilakukan orang lain, sebelum terburu-buru memberikan label bid'ah.

Penting untuk diingat bahwa banyak praktik yang dianggap bid'ah oleh sebagian orang, sebenarnya memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam. Sebagai contoh, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sering kali diperdebatkan. Meskipun beberapa ulama menolak perayaan tersebut sebagai bid'ah, banyak juga yang percaya bahwa merayakan kelahiran Nabi adalah suatu bentuk cinta dan penghormatan kepada beliau.

Dengan begitu, kita perlu melakukan kajian yang mendalam dan kritis terhadap praktik-praktik yang ada. Diskusi yang terbuka dan konstruktif sangat diperlukan agar semua pihak dapat menyampaikan pendapat dan argumen mereka secara sehat.

Salah satu cara untuk menghindari sikap membid'ahkan adalah dengan meningkatkan pengetahuan tentang ajaran Islam dan sejarah perkembangan praktik keagamaan. Pendidikan adalah kunci untuk memahami kompleksitas ajaran agama dan menjunjung tinggi sikap toleransi.

Kita dapat mulai dengan membaca kitab-kitab klasik dan kontemporer yang membahas masalah ini. Menghadiri kajian atau diskusi yang dipandu oleh ulama yang berkompeten juga merupakan langkah yang baik. Dengan demikian, kita tidak hanya mendapatkan informasi, tetapi juga dapat berdiskusi dan bertanya langsung kepada para ahli.

Selain itu, penting untuk berbagi pengetahuan ini dengan orang lain. Edukasi tentang bid'ah dan sikap toleran bisa dilakukan melalui berbagai cara, seperti mengadakan seminar, diskusi, atau bahkan menggunakan media sosial. Dengan cara ini, kita dapat membantu mengurangi ketakutan dan kesalahpahaman mengenai perbedaan praktik keagamaan.

Dalam menghadapi perbedaan pendapat mengenai praktik keagamaan dan bid'ah, kita seharusnya mengambil sikap yang lebih terbuka dan toleran. Sikap ini tidak hanya akan membawa kita kepada pemahaman yang lebih baik tentang ajaran Islam tetapi juga akan memperkuat persatuan di antara umat Islam.

Islam adalah agama yang mengajarkan kasih sayang, toleransi, dan saling menghormati. Dengan demikian, sebaiknya kita tidak mudah mengkategorikan sesuatu sebagai bid'ah tanpa penelitian dan pemahaman yang mendalam. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang penuh dengan diskusi yang sehat dan konstruktif, di mana setiap individu dapat mengekspresikan keyakinan dan praktik keagamaan mereka dengan aman.

Dengan memahami dan menghargai perbedaan, kita dapat membangun komunitas yang lebih harmonis dan berdaya saing. Pada akhirnya, tujuan kita semua adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mengikuti jejak Rasulullah SAW dalam menjalankan ajaran-Nya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image